backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

6

Tanya Dokter
Simpan

Apakah Tes Keperawanan Wanita Bisa dan Valid Dilakukan?

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 13/06/2023

    Apakah Tes Keperawanan Wanita Bisa dan Valid Dilakukan?

    Beberapa instansi masih mewajibkan calon karyawan atau anggotanya untuk menjalani tes keperawanan. Ini sejalan dengan prinsip masyarakat yang berpikir bahwa seorang wanita yang belum menikah sudah seharusnya masih perawan.

    Akibat pemikiran tersebut, timbul mitos bahwa keperawanan bisa diuji secara medis. Lalu, bagaimana dengan keperawanan dalam pandangan medis? Benarkah ada tes atau cara tertentu untuk menguji keperawanan seorang wanita?

    Apa itu keperawanan dalam pandangan medis?

    masker vagina

    Keperawanan adalah konsep dan norma sosial, bukan kondisi medis. Oleh karena itu, makna keperawanan bisa berbeda-beda bagi setiap orang.

    Tidak ada definisi yang secara spesifik bisa menggambarkan apa itu keperawanan. Namun, secara umum seorang perawan adalah wanita yang belum pernah berhubungan seksual dengan orang lain.

    Arti dari berhubungan seksual sendiri bisa bermacam-macam. Ada yang menganggap bahwa hubungan seks terjadi jika ada penetrasi oleh penis pada vagina.

    Akan tetapi, ada juga yang percaya bahwa aktivitas, seperti masturbasi, fingering (memasukkan jari ke dalam vagina untuk memberikan rangsangan seksual), dan petting (saling menggesekkan alat kelamin) juga termasuk hubungan seksual.

    Apakah bisa menguji keperawanan seorang wanita?

    gejala wanita ke dokter

    Akibat perbedaan makna tersebut, tidak ada seorang pun yang bisa menguji keperawanan seorang wanita.

    Keperawanan hanya bisa diketahui oleh diri Anda sendiri. Bahkan, dokter atau tenaga kesehatan pun tidak bisa menentukan apakah seseorang masih perawan.

    Pasalnya, tidak ada tanda-tanda fisik yang bisa dilihat orang lain untuk mengetahui apakah seorang wanita pernah berhubungan seksual.

    Oleh karena itu, tidak ada cara pasti untuk menguji keperawanan seseorang. Bahkan, para ahli percaya bahwa hasil tes keperawanan yang tersedia pun tidak selalu akurat dan sulit dipastikan. 

    Selain itu, berdasarkan pernyataan PBB, uji keperawanan melanggar hak asasi manusia (HAM) dan merupakan bentuk diskriminasi seksual.

    Tes keperawanan juga tidak bermanfaat secara medis. Sebaliknya, tes ini sering kali menimbulkan rasa sakit, malu, dan trauma pada wanita yang menjalaninya.

    Melalui penelitian tahun 2017 dalam jurnal Reproductive Health, para ahli menyatakan bahwa tes keperawanan bahkan bisa menyebabkan masalah seksual pada kemudian hari.

    Sebagai contoh, seorang wanita bunuh diri akibat hasil tes keperawanan yang ia dapat menyatakan bahwa dirinya tidak perawan.

    Padahal, dia sudah bersaksi bahwa dirinya tidak pernah berhubungan seksual sebelumnya.

    Bagaimana cara tes keperawanan secara medis?

    masalah organ reproduksi

    Pada beberapa kondisi sosial, tes keperawanan dijadikan syarat untuk menikah atau penerimaan anggota atau karyawan baru.

    Sementara itu, untuk beberapa kasus, uji keperawanan mungkin juga perlu dilakukan dalam penyelidikan terkait kekerasan seksual.

    Melansir dari International Society for Sexual Medicine, cara menguji keperawanan yang banyak dilakukan, yaitu melalui pemeriksaan panggul atau pemeriksaan vagina dengan metode “dua jari”.

    Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukan dua jari ke dalam vagina untuk memeriksa adanya pelebaran atau robekan pada selaput dara.

    Selaput dara yang mengalami pelebaran atau robek dipercaya bisa menandakan wanita tersebut pernah melakukan kegiatan seksual.

    Pada kondisi itu, hasil uji keperawanan akan menyatakan ia sudah tidak perawan.

    Mitos-mitos seputar uji keperawanan

    inkontinensia stres pada wanita

    Meski begitu, karena masyarakat begitu khawatir dengan keperawanan, muncul berbagai mitos seputar tes keperawanan.

    Walau secara sepintas mungkin terdengar meyakinkan, tidak ada landasan ilmiah yang bisa membenarkan mitos-mitos tersebut. Berikut ini adalah beberapa mitos seputar uji keperawanan.

    1. Selaput dara sobek

    Banyak orang percaya bahwa tes keperawanan seorang wanita bisa dilakukan dengan melihat apakah selaput dara masih rapat atau utuh. Padahal, selaput dara tidak bisa dijadikan tolak ukur keperawanan. 

    Selaput dara atau hymen adalah lapisan tipis dan lentur yang melindungi bukaan vagina dari dalam. Lapisan ini bisa memiliki bentuk dan ukuran yang bermacam-macam.

    Kebanyakan selaput dara berlubang di bagian tengah. Hal ini memungkinkan keluarnya darah ketika menstruasi.

    Namun, ada juga wanita yang memiliki selaput dara dengan lubang yang sangat kecil, sehingga rentan sobek.

    Selaput dara yang sudah sobek biasanya ditandai dengan bekas kulit yang seperti pecah-pecah di sekitar bukaan vagina tanpa adanya selaput.

    Selaput dara sobek bisa terjadi kapan saja, misal ketika berolahraga, naik sepeda, berdansa, jatuh, berhubungan seks, dan banyak kemungkinan lainnya. Tampon juga bisa masuk ke dalam vagina dan merusak selaput dara.

    Maka dari itu, berhubungan seks bukanlah satu-satunya alasan selaput dara seorang wanita sobek.

    Wanita yang sudah berhubungan seks pun mungkin saja memiliki selaput dara yang masih utuh.

    Ini karena beberapa wanita memiliki selaput dara yang sangat kuat atau dengan lubang yang cukup besar, sehingga penis bisa masuk tanpa merobek lapisan tersebut.

    Sebagaimana setiap wanita memiliki selaput dara dengan sifat dan bentuk yang berbeda-beda, tidak ada cara tertentu untuk menguji keperawanan wanita hanya berdasarkan selaput daranya. 

    Perlu Anda Ketahui

    Sama seperti melukai permukaan kulit mana pun di sekujur tubuh Anda, selaput dara sobek sebelum berhubungan seks adalah hal yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. Selaput dara yang sobek juga tidak berpengaruh apa pun pada kesehatan seseorang secara umum dan seksual.

    2. Vagina berdarah

    Mitos ini bermula dari kepercayaan yang serupa, yaitu keperawanan bisa diuji dengan melihat selaput dara. Salah satu gejala selaput dara sobek adalah perdarahan pada area vagina.

    Maka dari itu, orang-orang jadi percaya bahwa setiap wanita seharusnya mengalami perdarahan pada hubungan seks pertama kali.

    Kenyataannya, selaput dara sobek tidak selalu menyebabkan perdarahan. Terkadang, perdarahan juga bisa terjadi dengan sangat ringan, sehingga tidak disadari sama sekali.

    Perlu diingat, beberapa wanita memiliki selaput dara yang sangat tipis, sehingga ketika rusak, kerusakannya pun tidak parah hingga menimbulkan perdarahan.

    Sementara itu, ada yang selaput daranya tebal sehingga kerusakannya bisa menyebabkan perdarahan.

    Oleh karena itu, tidak benar kalau orang yang masih perawan pasti akan mengalami perdarahan ketika pertama kali berhubungan seks.

    3. Gairah seksual wanita

    Jika seorang wanita mengalami orgasme, vagina basah, atau bergairah ketika pertama kali berhubungan seks, bukan berarti ia sudah pernah berhubungan seks sebelumnya.

    Mitos bahwa wanita yang bergairah atau mencapai orgasme pada kali pertama berhubungan seks sudah tidak perawan berawal dari kepercayaan tradisional.

    Sebagai hal yang tabu dalam masyarakat, seorang wanita tidak boleh memiliki gairah seksual ketika masih perawan. Seorang wanita dianggap tidak seharusnya tahu atau menikmati seks layaknya pria.

    Hal ini tentu salah besar. Setiap orang, baik perempuan maupun laki-laki, sama-sama memiliki kesadaran dan gairah seksual. Kesadaran seksual ini bisa dimulai pada usia berapa pun.

    Ada yang kesadaran seksualnya muncul ketika masa puber, tetapi ada juga yang baru muncul saat dewasa. Bahkan, beberapa orang sudah memiliki gairah seksual di usia sekolah dasar.

    Memiliki pengetahuan seksual yang luas juga tidak berarti seseorang sudah tidak perawan.

    Namun, masyarakat sering kali keliru dan memberi kesan negatif pada wanita yang tidak menutupi seksualitasnya.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 13/06/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan