backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

2

Tanya Dokter
Simpan

Laki-laki yang Hobi Selingkuh Ternyata Punya IQ Rendah

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Ajeng Quamila · Tanggal diperbarui 09/12/2020

    Laki-laki yang Hobi Selingkuh Ternyata Punya IQ Rendah

    Penelitian menunjukkan bahwa pria-pria tukang selingkuh memiliki IQ yang lebih “jongkok” daripada pria yang setia sehidup semati dengan pasangannya. Bukan, kebodohan ini bukan dinilai dari keteledoran yang membuat mereka tertangkap basah saat memadu kasih dengan perempuan lain. Mereka menunjukkan kebodohannya hanya dengan bersikap tidak setia.

    Lho, memang apa hubungannya antara kesetiaan cinta dan IQ yang rendah?

    Kenapa pria berselingkuh?

    Perbedaan sistem kimia dan genetika dalam otak memberikan alasan kuat mengapa beberapa suami selingkuh lebih sering daripada yang lain. Penelitian menunjukkan bahwa pada pria yang doyan selingkuh, sensasi deg-degan campur bahagia karena tidak (atau belum) ketahuan selingkuh malah semakin memotivasi mereka untuk melakukan hal tersebut. Pria-pria ini mengalami dorongan dopamin (zat kimia dalam otak yang memengaruhi emosi, tindakan, dan kesenangan serta rasa sakit) dan adrenalin saat terlibat dalam perilaku yang kurang etis, seperti perselingkuhan.

    Tapi alasan suami selingkuh, atau pacar, bukan hanya itu. Pria adalah mahkluk yang serba praktis. Motivasi utama mereka untuk terlibat dalam sebuah hubungan romantis adalah untuk mendapatkan kepuasan seksual. Ini sebabnya salah satu alasan klasik dari pria-pria yang berselingkuh adalah untuk memperoleh pengalaman seks dan orgasme yang lebih baik dari perempuan lain yang lebih menarik (atau berpengalaman) dari pasangannya saat ini.

    Kenapa pria atau suami selingkuh cenderung punya IQ rendah?

    Satoshi Kanazawa, seorang psikolog evolusioner dari London School of Economics and Political Science, mengatakan bahwa semakin cerdas seorang pria, akan semakin kecil kemungkinannya ia akan berselingkuh dari pasangannya. Ini karena pria-pria yang memiliki IQ tinggi lebih menghargai aspek ekslusivitas seksual dan hubungan monogami itu sendiri, daripada mereka yang hobi selingkuh.

    Kanazawa berteori bahwa hubungan antara kecerdasan laki-laki dan kecenderungannya untuk berselingkuh berakar dari perkembangan evolusi manusia. Di zaman prasejarah, seks hanya dianggap sebagai kebutuhan biologis murni untuk menghasilkan keturunan sebanyak-banyaknya. Monogami di zaman kuno tidak akan memberikan banyak keuntungan bagi kelangsungan keturunan si pria, karena memiliki istri cukup satu tidak dapat memastikan si kepala keluarga untuk memiliki anak, jika dilihat dari proses persalinan anak yang masih cukup tertinggal.

    Kemampuan untuk setia menjalani hubungan monogamis dinilai oleh tim peneliti sebagai tonggak peradaban manusia modern yang menandakan manusia sudah lebih berkembang dan lebih cerdas. Orang-orang yang cerdas akan bersikap lebih terbuka terhadap ide-ide dan pemikiran baru. Laki-laki yang cerdas memahami benar bahwa untuk melestarikan garis keturunan dan mendapatkan kepuasan seks tidak lagi harus lewat berpoligami atau mencari perempuan lain, karena jumlah populasi wanita dan juga angka harapan hidup anak yang tentunya semakin meningkat dibandingkan selama zaman prasejarah.

    Pacar dan suami selingkuh dinilai memiliki IQ yang lebih “jongkok” daripada pria lainnya karena mereka dianggap gagal untuk beradaptasi dengan evolusi manusia modern. Karena untuk bisa beradaptasi dengan setiap perkembangan yang ada, manusia memerlukan kecerdasan kognitif yang mumpuni untuk memungkinkannya mampu membaca segala situasi dengan berpikir secara logis. Jika Anda bukan seorang pemikir ulung, Anda cenderung untuk melakukan sesuatu tanpa pikir panjang dan move on secepat kilat.

    Ketika terbutakan oleh nafsu, gairah seksual membuat Anda jadi memiliki kurang kontrol diri. Laki-laki dilaporkan menunjukkan kecenderungan impulsif dan kemauan yang lebih besar untuk membuat keputusan berisiko, seperti untuk berselingkuh. Ini yang membuat pria “kurang cerdas’ mungkin cenderung lebih cuek tentang dampak kerusakan yang mungkin timbul dari perselingkuhannya sehingga mereka mampu mengesampingkan rasa bersalah.

    Menariknya lagi, menurut teori Kanazawa, hubungan antara kesetiaan dan kualitas kecerdasan tidak berlaku untuk perempuan. Ini karena kaum Hawa akan selalu diharapkan untuk setia kepada satu pasangan — bahkan dalam masyarakat poligami sekalipun.

    Tidak semua suami selingkuh punya IQ rendah

    Penelitian di atas, menurut Marty Babits, petugas sosial dan penulis The Power of the Middle Ground: A Couple’s Guide to Renewing Your Relations, tidak mempertimbangkan nilai sebuah hubungan yang berakar dari kerumitan masalah psikologis yang pada umumnya tidak berhubungan dengan tingkat kecerdasan seseorang.

    Selain atas alasan mencari kepuasan birahi, ada banyak pula pria yang berselingkuh dengan alasan trauma masa kecil yang berkaitan dengan penelantaran atau penolakan, juga balas dendam pernah dilukai hatinya dulu. Trauma membuat mereka mengalami tekanan dan kecemasan berat untuk mencari kedekatan dengan dengan seorang perempuan dan merasa dicintai oleh orang lain. Ini merupakan perwujudan dari ketakutan dan masalah kepercayaan yang jauh lebih rumit dari sekadar alasan selingkuh “mainstream”.

    Penelitian ini juga cenderung melebih-lebihkan situasi, tandas Daniela Schreider, psikolog klinis dan asisten doses di Chicago School of Professional Psychology. Menurutnya, banyak pria-pria cerdas yang juga hobi berselingkuh. Tengok saja John F. Kennedy, presiden AS yang selingkuh dengan sekretarisnya atau Tiger Woods yang berselingkuh dengan rekan pemain golf.

    Lanjut Schreider, pria yang lebih cerdas tampak lebih jarang berselingkuh (padahal mungkin sama saja), mungkin lebih didasari oleh kesempatan tertangkap basah yang jauh lebih kecil berkat kecerdasannya yang membuat mereka lebih lihai dalam memutar otak dan membaca setiap potensi situasi yang membahayakan bagi dirinya.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Ajeng Quamila · Tanggal diperbarui 09/12/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan