backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

2

Tanya Dokter
Simpan

Membedakan 7 Jenis Depresi dan Beragam Pemicunya

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 05/11/2021

    Membedakan 7 Jenis Depresi dan Beragam Pemicunya

    Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI tahun 2018, penyakit depresi menempati peringkat kelima sebagai penyebab kematian terkait masalah kesehatan. Depresi sendiri merupakan gangguan suasana hati yang membuat seseorang terus merasa sedih. Depresi disebut sebagai penyebab kematian karena pengidapnya cenderung melukai diri sendiri bahkan percobaan bunuh diri. Untuk mengenal lebih jauh mengenai penyakit ini, mari bahas satu per satu jenis depresi.

    Jenis depresi dan penyebab yang mendasarinya

    Penyakit mental seperti depresi perlu mendapat pengobatan. Selain gejalanya yang menganggu, kualitas hidup pengidapnya juga akan bertambah buruk seiring waktu. Inilah sebabnya, depresi kerap kali berujung dengan kematian akibat bunuh diri.

    Orang yang memiliki depresi tidak hanya sekadar merasa sedih. Perasaan sedih ini tidak mudah hilang, seperti yang dirasakan kebanyakan orang normal. Mereka akan merasa terus terpuruk, tidak berharga, akhirnya menyerah dan kalah dari penyakit mental ini.

    Penyakit mental ini perlu dilawan melalui pengobatan dokter, kemauan pasien untuk sembuh, dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya. Harapannya, pasien bisa kembali menjalani hidup dengan baik.

    Perlu Anda ketahui bahwa depresi terdiri dari berbagai macam. Setiap jenisnya, berkaitan erat dengan penyebab yang mendasarinya. Lebih jelasnya, berikut penjelasan jenis penyakit depresi, seperti dikutip dari situs Cleveland Clinic.

    1. Depresi mayor

    Gangguan suasana hati ini memiliki gejala yang intens dan berlangsung lebih dari 2 minggu. Gejala depresi yang muncul ini bisa menggangu kehidupan sehari-hari.

    Tidak hanya merasa sedih, pengidap depresi mayor juga kehilangan minat pada hal-hal yang disukainya, susah tidur, sulit berpikir, dan nafsu makan berubah. Tipe depresi ini juga dikenal sebagai depresi berat.

    Penyebab dari depresi ini tidak diketahui secara pasti. Akan tetapi, beberapa faktor bisa jadi penguat risikonya, seperti adanya perubahan fisik atau zat kimia di otak, perubahan hormon, dan riwayat penyakit serupa dalam keluarga.

    2. Depresi bipolar

    stres menyebabkan hipertensi

    Jenis depresi selanjutnya adalah yang menyerang pengidap gangguan bipolar (bipolar disorder). Seorang pengidap gangguan bipolar, memiliki tiga episode utama yang menjadi gejala utamanya, yakni mania, hipomania, dan depresi. Ketiga gejala itu dapat muncul secara bergantian.

    Gejala mania dan hipomania merupakan kebalikan dari depresi. Mania dan hipomania membuat pengidap gangguan bipolar sangat bersemangat melakukan banyak hal, bahkan bisa saja berbuat impulsif tanpa pikir apa akibatnya.

    Sementera ketika mengalami episode depresi, pengidapnya merasa kurang berenergi, putus asa, dan tidak minat melakukan beberapa aktivitas.

    Sama seperti depresi berat, depresi bipolar juga tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, beberapa ahli percaya jika perubahan pada otak dan genetik dapat menjadi faktor yang bisa meningkatkan risikonya.

    3. Depresi psikotik

    Jenis depresi ini menimbulkan gejala depresi berat yang diikuti dengan delusi atau halusinasi. Delusia adalah keyakinan pada hal-hal yang tidak didasarkan pada kenyataan, sedangkan halusinasi mengarah pada melihat, mendengar, atau merasa tersentuh oleh hal-hal yang sebenarnya tidak ada.

    Penyebab depresi psikotik tidak sepenuhnya dipahami. Akan tetapi, sebagian besar pengidapnya mengaku pernah mengalami peristiwa yang penuh tekanan. Bisa juga dipengaruhi oleh riwayat kesehatan anggota keluarga dengan penyakit depresi.

    Orang dengan tipe depresi ini bisa merasakan agitasi psikomotor, yang ditandai dengan tidak bisa diam bersantai, dan terus-menerus gelisah. Mereka juga bisa menunjukkan keterbelakangan psikomotor, yakni lamban dalam berpikir dan bergerak.

    4. Seasonal affective disorder (SAD)

    Gangguan afektif musiman adalah jenis depresi yang berkaitan dengan perubahan musim. Kebanyakan orang dengan kondisi ini mengalami gejala dari musim gugur dan berlanjut berbulan-bulan hingga musim dingin. Tipe depresi ini biasanya terjadi di negara-negara yang memiliki 4 musim.

    Gejalanya sama seperti depresi berat, hanya saja waktu munculnya yang khas di musim-musim tertentu. Penyebab spesifik dari depresi ini tidak diketahui secara pasti. Namun, jam biologis yang terganggu, kadar serotonin dan melatonin yang rendah bisa mempengaruhi suasana hati dan pola tidur, sehingga bisa menimbulkan depresi.

    5. Depresi saat hamil dan depresi pascamelahirkan

    stres pada ibu hamil

    Depresi perinatal adalah sebutan untuk depresi yang terjadi pada ibu hamil atau setelah melahirkan. Ibu dengan depresi ini mengalami perasaan sedih, cemas, dan kelelahan yang ekstrem yang dapat menyulitkan mereka untuk melakukan tugas sehari-hari, termasuk merawat diri sendiri atau buah hatinya.

    Jenis depresi ini berbeda dengan baby blues karena depresi menimbulkan gejala lebih dari dua minggu, sedangkan baby blues biasanya akan hilang kurang lebih dari dua minggu. Jika dilihat dari gejalanya, depresi perinatal jauh lebih parah ketimbang baby blues. 

    Peneliti menunjukkan bahwa depresi setelah melahirkan atau saat hamil disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Stres akibat tuntutan di tempat kerja, trauma masa lalu, tuntutan fisik dan emosional untuk melahirkan dan merawat bayi, dan perubahan hormon yang terjadi selama dan setelah kehamilan dapat berkontribusi pada perkembangan depresi perinatal.

    Selain itu, wanita berisiko lebih besar mengalami depresi perinatal jika mereka memiliki riwayat depresi pribadi atau keluarga atau gangguan bipolar atau jika mereka pernah mengalami depresi perinatal dengan kehamilan sebelumnya.

    6. Dysthymia (Persistent depressive disorder)

    Jenis depresi lain yang mungkin diidap seseorang adalah gangguan persisten atau dysthymia, yang mengarah pada gangguan suasana hati jangka panjang alias kronis.

    Pengidapnya mungkin kehilangan minat dalam aktivitas normal sehari-hari, merasa putus asa, kurang produktif, dan memiliki harga diri yang rendah serta perasaan tidak mampu secara keseluruhan. Gejala ini berlangsung selama bertahun-tahun dan dapat mengganggu hubungan dirinya dengan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari.

    Itulah sebabnya, orang dengan kondisi ini digambarkan memiliki kepribadian yang muram, terus-menerus mengeluh atau tidak mampu bersenang-senang. Meskipun begitu, gangguan depresi persisten tidak separah depresi berat.

    Penyebabnya tidak pasti, bahkan ada beberapa yang tidak diketahui. Namun, kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi otak, riwayat kesehatan keluarga, dan peristiwa traumatis yang pernah dialami.

    7. Premenstrual dysphoric disorder (PMDD)

    Terakhir, jenis depresi ini hanya dialami wanita dan mirip dengan PMS (sindrom pramenstruasi), tapi dengan gejala yang lebih serius. Depresi ini menyebabkan iritabilitas parah, depresi, atau kecemasan dalam satu atau dua minggu sebelum menstruasi Anda dimulai. Gejala biasanya hilang dua hingga tiga hari setelah menstruasi dimulai.

    Peneliti tidak yakin dengan penyebab pastinya. Namun, beberapa teori menyebutkan bahwa kondisi ini ada kaitannya dengan perubahan hormon yang terjadi menjelang menstruasi. Beberapa wanita mungkin lebih sensitif dengan perubahan tersebut, sehingga bisa menyebabkan premenstrual dysphoric disorder.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 05/11/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan