backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

2

Tanya Dokter
Simpan

7 Pilihan Obat Hipertensi yang Aman untuk Ibu Hamil

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 28/06/2023

    7 Pilihan Obat Hipertensi yang Aman untuk Ibu Hamil

    Darah tinggi merupakan salah satu kondisi yang perlu segera diatasi saat hamil. Jika dibiarkan, hipertensi dapat membahayakan ibu dan janin. Namun, ibu juga perlu lebih berhati-hati dalam memilih obat hipertensi karena tidak semuanya aman untuk ibu hamil.

    Selain menjadi masalah kesehatan yang berdiri sendiri, hipertensi juga bisa menandakan kondisi yang lebih serius, seperti preeklamsia. Oleh karena itu, penting untuk menentukan obat darah tinggi yang tepat untuk ibu hamil.

    Pilihan obat hipertensi yang aman untuk ibu hamil

    Ibu hamil dikatakan mengalami hipertensi ketika tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg pada dua pengukuran yang berbeda dalam kurun enam jam.

    Meski tidak semua kasus darah tinggi menandakan preeklamsia, hipertensi berkaitan erat dengan preeklamsia sehingga perlu segera ditangani.

    Di antara berbagai cara menurunkan tekanan darah pada ibu hamil, mengonsumsi obat dari dokter merupakan salah satu solusinya.

    Berikut adalah beberapa obat yang kerap diresepkan dokter untuk mengatasi hipertensi pada ibu hamil.

    1. Klonidin

    cisapride untuk ibu hamil

    Clonidine umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri kronis akibat kanker. Obat ini bekerja dengan cara melebarkan pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi lebih lancar.

    Karena cara kerjanya tersebut, dokter pun kerap meresepkannya untuk mengatasi tekanan darah tinggi saat hamil.

    Dosis awal klonidin biasa diresepkan sebanyak 50–100 mikrogram (mcg), tiga kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan sampai jumlah maksimal 2.400 mcg per hari.

    Jika diminum pada akhir masa kehamilan, clonidine dapat menyebabkan gula darah rendah pada bayi yang dilahirkan.

    Sementara itu, efek samping yang paling sering dirasakan ibu adalah kantuk, sembelit, dan penurunan nafsu makan.

    2. Metildopa

    Dokter biasanya meresepkan metildopa setelah ibu melewati trimester pertama kehamilan.

    Obat ini akan menurunkan hipertensi pada ibu hamil dengan cara merelaksasi pembuluh darah sehingga darah bisa mengalir lebih mudah ke seluruh tubuh.

    Metildopa termasuk obat yang tidak memiliki risiko membahayakan janin. Efek samping yang paling umum setelah penggunaan metildopa adalah rasa kantuk dan lelah.

    3. Labetalol

    Termasuk dalam jenis obat beta blocker, labetalol akan mengatasi darah tinggi pada ibu hamil dengan cara memperlambat detak jantung sehingga jantung akan lebih mudah memompa darah ke seluruh tubuh.

    Dosis awal yang biasa diberikan adalah 100 mg, dua kali sehari. Dosis mungkin ditingkatkan hingga batas maksimal 2.400 mg per hari.

    Meski labetalol merupakan salah satu obat andalan untuk mengatasi hipertensi pada ibu hamil, terdapat risiko kecil bayi lahir dengan kadar gula darah rendah jika obat dikonsumsi pada akhir masa kehamilan.

    Oleh karena itu, pastikan Anda mengonsumsi obat ini hanya dengan resep dokter.

    4. Atenolol 

    Atenolol akan mengatasi hipertensi pada ibu hamil dengan cara memperlambat detak jantung dan kekuatannya dalam memompa darah. Dengan begitu, tekanan darah akan menurun.

    Dosis awal atenolol adalah 50 mg. Setelah itu, dosis obat dapat ditingkatkan sampai tekanan darah ibu berada di bawah 140/90 mmHg.

    Pada laman Mother to Baby, disebutkan bahwa atenolol bisa terbawa ke dalam plasenta sehingga menyebabkan bayi lahir berat rendah.

    Sementara itu, efeknya pada ibu hamil adalah menimbulkan rasa gugup, lelah, dan gangguan tidur.

    Penting untuk diketahui!

    Efek samping atenolol dan obat-obatan beta blocker lainnya dalam menyebabkan berat badan lahir rendah masih perlu diteliti lebih lanjut.
    Pasalnya, belum diketahui secara pasti apakah efek samping itu disebabkan oleh obat atau kondisi kesehatan yang mendasarinya (tekanan darah tinggi).

    5. Nifedipine

    Pilihan obat untuk mengatasi darah tinggi pada ibu hamil selanjutnya adalah nifedipine. Obat ini akan bekerja dengan cara menghambat aliran kalsium yang masuk ke dalam sel pembuluh darah dan jantung.

    Selain digunakan untuk mengobati hipertensi, nifedipine juga dapat mengatasi angina dan mencegah kelahiran prematur sebelum 37 minggu.

    Dengan dosis awal 30 mg, obat ini dapat menimbulkan efek samping pada beberapa ibu hamil berupa pusing, sembelit, dan mual.

    6. Magnesium sulfat

    Obat ini biasanya digunakan dalam pengobatan hipertensi yang sudah parah pada ibu dengan eklamsia (kondisi lanjutan preeklamsia).

    Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) sebenarnya tidak secara langsung menurunkan darah tinggi.

    Obat ini bekerja dengan cara memengaruhi sinyal saraf ke otot untuk mencegah kejang yang sering kali dialami ibu hamil dengan eklampsia.

    Magnesium sulfat diberikan dalam bentuk cairan suntikan atau infus. Beberapa ibu hamil mengeluhkan sakit perut dan keringat berlebih sebagai efek samping obat.

    7. Hydralazine

    Untuk mengontrol kadar gula darah pada ibu hamil dengan preeklamsia atau eklamsia, dokter dapat meresepkan hydralazine.

    Obat yang tersedia dalam bentuk tablet tersebut akan bekerja dengan cara merelaksasi pembuluh darah sehingga aliran darah dan oksigen menjadi lebih lancar.

    Dosis awal hydralazine umumnya adalah 10 mg, empat kali sehari. Dosis mungkin ditingkatkan sampai jumlah maksimal 200 mg per hari.

    Meski bisa digunakan sepanjang kehamilan, hydralazine dapat memberikan efek samping berupa sakit kepala atau pusing pada ibu hamil.

    Selama mengonsumsi obat-obatan di atas, ibu mungkin dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan secara rutin untuk melihat reaksi obat. Jika kondisi tidak juga membaik, ikuti saran tindakan lain dari dokter.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

    General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


    Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 28/06/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan