Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat terjadi pada siapa saja, termasuk ibu hamil. Apabila dibiarkan, kondisi ini bisa membahayakan ibu dan calon bayi dalam kandungannya.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat terjadi pada siapa saja, termasuk ibu hamil. Apabila dibiarkan, kondisi ini bisa membahayakan ibu dan calon bayi dalam kandungannya.
Perlu dipahami bahwa ada beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan yang dapat Anda alami. Lantas, apa saja dampaknya? Simak penjelasannya di bawah ini.
Hipertensi adalah suatu kondisi ketika aliran darah dari jantung yang melalui dinding pembuluh darah arteri terjadi sangat kuat.
Seseorang didiagnosa memiliki hipertensi bila tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih. Sementara itu, tekanan darah normal berada di bawah 120/80 mmHg.
Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah salah satu komplikasi yang paling umum ditemukan, di mana hal ini memengaruhi 10% dari keseluruhan ibu hamil.
Untuk mengetahui kondisi ini lebih lanjut, berikut ini ialah penjelasan dari masing-masing jenis hipertensi dalam kehamilan.
Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi yang terjadi saat hamil. Kondisi ini biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dan bisa hilang setelah melahirkan.
Dikutip dari laman University of Rochester Medical Center, hipertensi gestasional tidak diketahui penyebab pastinya.
Pasalnya, hipertensi gestasional bisa dialami oleh wanita yang tidak pernah memiliki tekanan darah tinggi sebelum masa kehamilan.
Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko hipertensi gestasional, meliputi:
Hipertensi kronis adalah kondisi tekanan darah tinggi yang terjadi sejak sebelum kehamilan dan berlanjut dalam masa kehamilan.
Terkadang, seorang wanita tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami hipertensi kronis karena tekanan darah tinggi memang tidak menunjukkan gejala.
Oleh karena itu, dokter menganggap ibu hamil yang memiliki tekanan darah tinggi sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu disebut dengan hipertensi kronis.
Berbeda dengan hipertensi gestasional, umumnya hipertensi kronis tidak akan hilang walaupun ibu sudah melahirkan bayinya.
Apabila Anda mengidap hipertensi kronis sebelum hamil, kondisi ini secara tidak langsung bisa meningkatkan risiko Anda terkena preeklampsia.
Preeklampsia yang berkembang ketika sudah memiliki hipertensi kronis disebut “superimposed preeclampsia“.
Tak hanya ditandai dengan tekanan darah tinggi saja, kondisi ini juga bisa menyebabkan kadar protein dalam urine yang tinggi dan komplikasi terkait hipertensi kronis lainnya.
Jika Anda menunjukkan tanda-tanda tersebut pada usia kehamilan di bawah 20 minggu, Anda mungkin memiliki hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia.
Preeklampsia ditandai dengan tekanan darah tinggi dan proteinuria, yakni adanya protein dalam urine. Jenis hipertensi dalam kehamilan ini terbilang cukup serius.
Kondisi ini disebabkan oleh plasenta yang tidak berfungsi dengan baik. Jika tidak ditangani, hal ini bisa membuat janin sulit memperoleh oksigen dan gizi untuk perkembangannya.
Selain itu, preeklampsia juga bisa memengaruhi kesehatan organ, seperti hati, ginjal, paru-paru, mata, dan otak ibu hamil.
Anda perlu memperhatikan gejala preeklampsia yang biasanya muncul pada usia kehamilan 20 minggu. Beberapa gejala tersebut, meliputi:
Preeklampsia yang tidak cepat terdeteksi dapat berkembang jadi eklampsia. Kondisi ini jarang terjadi, di mana hanya menyerang satu dari 200 ibu hamil dengan preeklampsia.
Pada kondisi ini, hipertensi atau tekanan darah tinggi yang terjadi bisa memengaruhi otak dan menyebabkan kejang atau koma dalam kehamilan.
Eklampsia dapat berdampak serius dan berakibat fatal bagi ibu dan janin di dalam kandungan. Jenis hipertensi dalam kehamilan ini menyebabkan terganggunya fungsi plasenta.
Selanjutnya, hal inilah yang bisa mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), kelahiran prematur, bayi lahir mati, dan bahkan kematian pada ibu atau janin.
American College of Obstetricians and Gynecologists menyebutkan hipertensi dalam kehamilan atau HDK bisa memberikan tekanan ekstra serta mengganggu kerja jantung dan ginjal.
Dengan demikian, risiko Anda untuk terkena penyakit jantung, gangguan ginjal, dan stroke, pun menjadi lebih tinggi pada kemudian hari.
Kondisi ini juga dapat menyebabkan cedera pada organ-organ lain, seperti paru-paru, otak, dan hati, yang mengancam jiwa.
Selain itu, beberapa komplikasi kehamilan yang dapat ikut muncul terkait HDK sebagai berikut.
Hipertensi dapat menurunkan aliran gizi dari tubuh ibu ke janin melalui plasenta. Apabila hal ini terjadi, bayi di dalam kandungan mungkin akan kekurangan asupan gizi.
Komplikasi ini dapat berakibat pada pertumbuhan janin yang terhambat atau intrauterine growth restriction (IUGR) yang berujung pada berat lahir bayi yang rendah.
Preeklampsia meningkatkan risiko abruptio plasenta, yaitu kondisi saat sebagian atau seluruh plasenta terpisah dari dinding dalam rahim sebelum persalinan.
Plasenta yang sudah terlepas tidak dapat menempel kembali pada dinding rahim. Hal ini bisa memutus pasokan oksigen dan gizi yang berakibat fatal bagi ibu dan janin.
Saat hipertensi terjadi dalam kehamilan, dokter Anda mungkin memutuskan untuk melakukan persalinan sebelum waktunya. Hal ini diperlukan untuk mencegah komplikasi yang fatal.
Adapun kelahiran prematur dapat menyebabkan masalah pernapasan serta peningkatan risiko infeksi dan komplikasi lain pada bayi Anda.
Obat apa pun yang digunakan saat hamil bisa memengaruhi Anda dan janin dalam kandungan.
Tidak semua obat untuk menurunkan tekanan darah aman bagi ibu hamil. Beberapa jenis obat, seperti ARB, ACE inhibitor, dan renin inhibitor, perlu dihindari pada masa kehamilan.
Apabila hipertensi dalam kehamilan tidak terlalu parah atau janin belum cukup usia untuk lahir, dokter akan menyarankan Anda untuk memperbanyak istirahat.
Namun bila Anda membutuhkan obat untuk mengontrol tekanan darah saat hamil, dokter akan meresepkan obat-obatan yang paling aman dan dalam dosis yang tepat.
Gunakan obat-obatan ini seperti yang telah diresepkan. Jangan menghentikan atau mengganti dosis obat tanpa sepengetahuan dokter Anda.
Jika Anda punya hipertensi dan sedang merencanakan kehamilan, ada baiknya konsultasi dan periksakan kondisi Anda selalu dengan dokter.
Hal ini juga berlaku bila Anda punya kondisi lain, meliputi kelebihan berat badan, obesitas, atau diabetes melitus, yang dapat meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.
Apabila mulai merasakan gejala preeklampsia pada pertengahan trimester kedua, Anda harus menjaga tekanan darah supaya tetap stabil.
Dokter Anda mungkin akan meresepkan obat untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mencegah kejang, agar preeklampsia tidak berkembang menjadi eklampsia.
Jika preeklampsia terjadi, dokter akan mempertimbangkan persalinan sesegera mungkin ketika kondisi janin sudah cukup kuat, umumnya pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih.
Terkadang, prosedur melahirkan dini perlu dilakukan untuk menjaga keselamatan ibu dan bayi.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar