backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan

Mengenal Jenis-Jenis Penyakit Diabetes

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 29/04/2021

    Mengenal Jenis-Jenis Penyakit Diabetes

    Diabetes atau dikenal dengan diabetes melitus adalah salah satu penyakit kronis paling umum di Indonesia. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi jika kondisinya terus bertambah parah sehingga penting untuk segera mendapatkan penanganan yang tepat. Terdapat beberapa jenis diabetes yang mungkin terjadi. Beda jenisnya, beda pula penanganannya. Apa saja tipe diabetes yang ada?

    4 Tipe diabetes yang perlu Anda ketahui

    Ada beberapa klasifikasi diabetes, di antaranya yang mungkin paling Anda hafal adalah diabetes melitus (DM) tipe satu dan dua.

    Ada juga jenis diabetes yang dialami dalam masa kehamilan yang dikenal dengan istilah diabetes gestasional.

    Tidak mudah membedakan diabetes tipe 1 dan 2 karena secara umum gejala kedua jenis diabetes ini serupa.

    Perbedaan keduanya terdapat pada penyebabnya. Diabetes tipe 1 berhubungan dengan keturunan, sementara DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang kurang sehat.

    Namun, penelitian beberapa tahun terakhir turut menunjukkan bahwa masalah fungsi hormon insulin tubuh akibat diabetes juga memengaruhi otak sehingga menyebabkan penyakit Alzheimer.

    Kondisi ini kemudian diperkenalkan sebagai diabetes tipe 3.

    Berikut adalah ulasan masing-masing klasifikasi diabetes melitus:

    1. Diabetes tipe 1

    diabetes pada anak

    Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang terjadi ketika tubuh kurang atau sama sekali tidak dapat menghasilkan hormon insulin.

    Padahal, insulin dibutuhkan untuk menjaga kadar gula darah tetap normal. Kondisi ini lebih jarang terjadi dibandingkan DM tipe 2.

    Umumnya, diabetes tipe 1 terjadi dan ditemukan pada anak-anak, remaja, atau dewasa muda, meski bisa terjadi pada usia berapa pun.

    Diabetes tipe 1 kemungkinan besar disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan patogen (bibit penyakit) malah keliru sehingga menyerang sel-sel penghasil insulin di pankreas (autoimun).

    Kekeliruan sistem imun pada tersebut bisa dipengaruhi oleh faktor genetik dan paparan virus di lingkungan.

    Oleh karena itu, orang yang memiliki riwayat keluarga dengan jenis diabetes ini berisiko tinggi terkena penyakit ini.

    Sering kali penderita DM tipe 1 memerlukan terapi insulin seumur hidup untuk mengendalikan gula darahnya.

    2. Diabetes tipe 2

    Jenis diabetes ini lebih umum terjadi dibandingkan tipe 1. Mengutip dalam laman CDC, diperkirakan sekitar 95 persen kasus kencing manis adalah diabetes tipe 2.

    Secara umum, jenis diabetes ini dapat menyerang siapa saja pada semua kalangan usia.

    Namun, diabetes tipe 2 biasanya lebih mungkin terjadi pada orang dewasa dan lansia karena faktor gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang gerak dan kelebihan berat badan.

    Gaya hidup tak sehat menyebabkan sel-sel tubuh kebal atau kurang sensitif merespons hormon insulin. Kondisi ini disebut juga dengan resistensi insulin.

    Akibatnya, sel-sel tubuh tidak dapat memproses glukosa dalam darah menjadi energi dan glukosa pun akhirnya menumpuk di dalam darah.

    Untuk mengatasi gejala diabetes tipe 2, pasien perlu menjalani polah hidup diabetes yang lebih sehat, seperti mengatur pola makan dan memperbanyak aktivitas fisik.

    Dokter juga mungkin akan memberikan obat diabetes untuk menurunkan gula darah yang tinggi dalam perawatan DM tipe 2.

    Tidak seperti DM tipe 1 yang memerlukan tambahan insulin, pengobatan melalui terapi insulin tidak umum dilakukan untuk mengendalikan gula darah pada DM tipe 2.

    3. Diabetes tipe 3

    penyakit Alzheimer

    Diabetes tipe 3 adalah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya suplai insulin ke dalam otak.

    Minimnya kadar insulin dalam otak dapat menurunkan kerja dan regenerasi sel otak sehingga memicu terjadinya penyakit Alzheimer.

    Penyakit Alzheimer sendiri termasuk ke dalam penyakit neurodegeneratif atau penurunan fungsi otak yang terjadi secara perlahan akibat berkurangnya jumlah sel-sel otak yang sehat.

    Kerusakan sel otak tersebut ditandai dengan penurunan kemampuan berpikir dan mengingat.

    Suatu studi dari jurnal Neurology menunjukkan risiko Alzheimer dan demensia bisa berkali lipat lebih tinggi pada penderita diabetes dibandingkan dengan individu yang sehat.

    Dijelaskan dalam studi tersebut hubungan antara diabetes dan Alzheimer sebenarnya merupakan hal yang kompleks.

    Penyakit Alzheimer pada penderita diabetes kemungkinan disebabkan oleh resistensi hormon insulin dan tingginya kadar gula dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan dalam tubuh, termasuk kerusakan dan kematian sel-sel otak.

    Kematian sel-sel otak tersebut disebabkan otak tidak memperoleh glukosa yang cukup. Padahal otak adalah organ vital tubuh yang paling banyak memerlukan gula darah (glukosa).

    Sementara itu, otak sangat bergantung pada hormon insulin untuk dapat menyerap glukosa.

    Saat otak tidak memiliki cukup insulin, asupan glukosa ke otak akan berkurang.

    Akibatnya distribusi glukosa menuju otak tidak merata dan sel otak yang tidak mendapatkan glukosa akan mengalami kematian dan memicu munculnya Alzheimer.

    Meskipun demikian, terdapat mekanisme lain yang menjelaskan bahwa Alzheimer bisa saja terjadi dengan sendirinya tanpa mengikut penyakit diabetes.

    Namun, keduanya dipicu oleh faktor risiko yang serupa, yaitu pola konsumsi tinggi karbohidrat dan glukosa.

    Terlebih lagi pengobatan diabetes tipe 1 dan  2 tidak mempengaruhi kadar insulin otak sehingga tidak memiliki dampak positif terhadap penanganan penyakit Alzheimer.

    Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami mekanisme kondisi diabetes memicu terjadinya Alzheimer.

    4. Diabetes gestasional

    risiko diabetes gestasional

    Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang terjadi pada ibu hamil. Tipe diabetes ini terjadi selama kehamilan bisa menyerang ibu hamil, walau tidak memiliki riwayat diabetes.

    Menurut American Pregnancy Association, klasifikasi diabetes ini muncul karena plasenta ibu hamil akan terus menghasilkan sebuah hormon khusus.

    Nah, hormon inilah yang menghambat insulin bekerja dengan efektif. Akibatnya, kadar gula darah Anda pun menjadi tidak stabil selama kehamilan.

    Sebagian besar wanita tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami diabetes jenis ini karena seringnya diabetes gestasional tidak memunculkan gejala dan tanda yang spesifik.

    Kabar baiknya, kebanyakan wanita yang mengalami jenis diabetes ini akan sembuh selepas melahirkan.

    Agar tidak menimbulkan komplikasi, ibu hamil yang mengalami tipe diabetes melitus ini perlu mengecek kesehatan dan kehamilannya pada dokter secara rutin. Selain itu, gaya hidup juga perlu diubah jadi lebih sehat.

    Wanita yang hamil di usia 30 tahun, memiliki berat badan berlebih, pernah mengalami keguguran atau bayi lahir mati (stillbirth), atau punya riwayat penyakit hipertensi dan PCOS, berisiko tinggi mengalami diabetes gestasional.

    Jenis diabetes mana yang lebih membahayakan?

    Masing-masing tipe diabetes melitus memiliki gejala dan komplikasi yang berbahaya. Terlebih, tubuh setiap orang berbeda-beda sehingga respons terhadap pengobatan pun bisa berbeda.

    Belum lagi gaya hidup pasien sangat menentukan tingkat keberhasilan pengobatan diabetes.

    Bila setelah terdiagnosis Anda tidak menjaga pola makan, jarang berolahraga, kurang tidur, tetap merokok, dan tidak rutin cek gula darah, Anda lebih berisiko tinggi mengalami berbagai komplikasi diabetes.

    Diabetes bisa mengarah pada penyakit berbahaya lainnya seperti stroke, hipertensi, hingga gagal ginjal.

    Dengan menjalani pengobatan diabetes dengan benar dan mengikuti pola hidup sehat dan, Anda masih bisa mengendalikan diabetes Anda, apa pun jenisnya.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

    General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


    Ditulis oleh Aprinda Puji · Tanggal diperbarui 29/04/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan