backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

8

Tanya Dokter
Simpan

Berbagai Obat TBC yang Umum Diresepkan oleh Dokter

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 03/11/2023

    Berbagai Obat TBC yang Umum Diresepkan oleh Dokter

    Meski membutuhkan waktu lama, tuberkulosis (TBC) bisa sembuh total jika pasien minum obat yang tepat dan selalu patuh mengikuti aturan minum obat TBC. Pengobatan TBC sendiri terdiri dari dua tahap yang menggunakan kombinasi beberapa obat antitbiotik.

    Apa saja jenis obat antibiotik yang digunakan untuk TBC dan bagaimana aturan mengonsumsinya? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.

    Dua tahapan pengobatan TBC di Indonesia

    lupa minum obat TBC

    Penyakit tuberkulosis terjadi saat bakteri penyebab TBC, yaitu Mycobacterium tuberculosis, aktif menginfeksi atau berkembang biak di dalam tubuh (TB aktif).

    TBC yang menyerang paru-paru bisa disembuhkan dengan pengobatan selama 6–9 bulan. Bentuk pengobatan TBC di Indonesia terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pengobatan intensif dan pengobatan lanjutan.

    1. Tahap intensif

    Pada tahap pengobatan intensif, pasien perlu minum obat TBC setiap hari dalam kurun dua bulan.

    Pengobatan intensif ditujukan untuk menekan jumlah bakteri penyebab TBC dan menghentikan infeksinya sehingga pasien tidak bisa lagi menularkan penyakit.

    Jenis obat TBC yang digunakan dalam tahap ini bisa berbeda-beda, tergantung dari regimen pengobatan yang disesuaikan dengan kategori pasien.

    Kategori pasien sendiri ditentukan dari riwayat pengobatan dan hasil BTA (pemeriksaan dahak). Secara umum, terdapat 3 katergori pasien TBC.

    • Kategori I kasus baru: pasien dengan BTA positif tapi belum pernah mendapatkan pengobatan antituberkulosis selama kurang dari empat minggu, atau BTA negatif dengan TB ekstra paru (infeksi bakteri menyerang organ selain paru) yang berat.
    • Kategori II relaps: pasien yang telah dinyatakan sembuh setelah menyelesaikan pengobatan, tapi hasil BTA kembali positif.
    • Kategori II kasus gagal: pasien dengan dengan BTA tetap positif atau kembali positif setelah pengobatan selama lima bulan.
    • Kategori II pengobatan terputus: pasien yang telah berobat, tapi berhenti dan kembali dengan keadaan BTA positif atau hasil radiologi menunjukan status TB aktif.
    • Kategori III: pasien dengan hasil rontgen positif dengan kondisi TB ekstra paru ringan.
    • Pasien kasus kronis: pasien dengan BTA tetap positif setelah menjalani pengobatan ulang.

    Pasien dengan BTA negatif dan mengalami TB ekstra paru bisa mendapatkan jumlah obat yang lebih sedikit pada tahap ini.

    2. Tahap lanjutan

    Pada pengobatan tahap lanjutan, jumlah dan dosis obat TBC yang diberikan akan berkurang, yaitu hanya dua jenis obat.

    Namun, durasinya justru lebih lama, yaitu sekitar empat bulan pada pasien dengan kategori kasus baru. 

    Tahap pengobatan lanjutan penting untuk memastikan bahwa bakteri yang sudah tidak aktif menginfeksi (dorman) benar-benar hilang dari tubuh sehingga mencegah gejala TBC kambuh. 

    Pada kasus yang parah (mengalami sesak napas berat atau gejala TB ekstra paru), pasien kemungkinan perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.

    Jenis-jenis obat TBC lini pertama

    Terdapat lima jenis obat TBC yang umum diresepkan. Kelimanya biasanya disebut obat primer atau obat lini pertama.

    Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing obat tersebut.

    1. Isoniazid (INH)

    Isoniazid merupakan jenis antituberkulosis yang paling ampuh untuk membunuh bakteri penyebab tuberkulosis. Obat ini bisa membunuh 90% kuman TB dalam beberapa hari pada tahap pengobatan intensif.

    Isoniazid lebih efektif membunuh bakteri yang sedang aktif berkembang. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu pembuatan mycolic acid, yaitu senyawa yang berperan dalam membangun dinding bakteri.

    Apabila Anda menderita penyakit hati kronis, masalah fungsi ginjal, atau riwayat kejang, informasikan kepada dokter.

    Selain itu, peminum alkohol, penderita berusia di atas 35 tahun, serta wanita hamil harus mendapat pengawasan khusus.

    2. Rifampicin

    Rifampicin dapat membunuh bakteri bersifat setengah aktif yang biasanya tidak bereaksi terhadap isoniazid. Obat ini bekerja dengan cara mengganggu kerja enzim bakteri.

    Rifampicin dapat menimbulkan sejumlah efek samping, tetapi Anda tidak perlu khawatir karena efek samping ini bersifat sementara.

    Kendati umumnya aman dikonsumsi, rifampicin berisiko bagi ibu hamil karena meningkatkan peluang kelahiran dengan masalah tulang belakang (spina bifida).

    3. Pyrazinamide

    Perempuan meminum obat sesusai aturan minum obat TBC

    Pyrazinamide mampu membunuh bakteri yang bertahan setelah dilawan oleh makrofag (bagian dari sel darah putih yang pertama kali melawan infeksi bakteri di dalam tubuh).

    Obat ini juga bisa bekerja membunuh bakteri-bakteri yang berada dalam sel dengan pH asam.

    Efek samping yang khas dalam penggunaan obat TBC ini adalah peningkatan asam urat dalam darah (hiperurisemia).

    Itu sebabnya pengidap TB paru yang diresepkan obat ini harus juga rutin mengontrol kadar asam uratnya.

    Selain itu, kemungkinan efek samping lainnya adalah penderita juga akan mengalami anoreksia, hepatotoksisitas, mual, dan muntah.

    4. Etambutol

    Etambutol adalah antituberkulosis yang bisa menghambat kemampuan bakteri menginfeksi, tapi tidak dapat membunuh bakteri secara langsung.

    Cara kerja etambutol bersifat bakteriostatik, artinya menghambat pertumbuhan bakteri M. tuberculosis yang kebal terhadap obat isoniazid dan streptomisin.

    Obat TBC ini juga menghalangi pembentukan dinding sel oleh mycolic acid, sama seperti isoniazid.

    Penggunaan etambutol tidak direkomendasikan untuk TBC pada anak di bawah 8 tahun karena dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan efek sampingnya sangat sulit dikendalikan.

    5. Streptomisin

    Streptomisin adalah antibiotik pertama yang dibuat khusus untuk melawan bakteri penyebab tuberkulosis.

    Cara kerja obat TBC ini adalah dengan membunuh bakteri yang sedang membelah diri, yaitu dengan menghambat proses pembuatan protein bakteri.

    Biasanya, obat TBC yang disuntikkan ke jaringan otot ini dipilih jika Anda sudah mengalami penyakit TB untuk kedua kali atau penggunaan obat minum streptomisin tidak efektif lagi.

    Pemberian obat TBC ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan apakah pasien memiliki gangguan ginjal, sedang hamil, atau gangguan pendengaran.

    Mengapa pengobatan TBC membutuhkan waktu lama?

    Bakteri penyebab TBC bisa berkembang biak dengan kecepatan yang berbeda, memiliki ukuran yang bervariasi, dan memiliki ketahanan yang berbeda-beda pada tiap jenis antibiotik. Jika tidak ditangani hingga tuntas, bakteri TBC yang tersisa di dalam tubuh bisa bertahan dan nantinya menjadi aktif.

    Regimen pengobatan TBC berdasarkan kategori pasien

    Menggunakan kotak obat sebagai aturan minum obat TBC

    Mengutip laman TB Facts, regimen pengobatan merupakan kesatuan kombinasi obat-obatan yang digunakan untuk penderita TB dengan kode standar tertentu.

    Kode ini biasanya berupa angka dan huruf kapital yang menentukan tahap, lama pengobatan, dan jenis obat.

    Di Indonesia, kombinasi obat TBC bisa disediakan dalam bentuk paket obat lepas kombipak ataupun bentuk obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap (OAT-KDT).

    Paket kombipak inilah yang menunjukan regimen pengobatan TBC di Indonesia. Satu paket kombipak ditujukan untuk satu kategori pasien dalam satu masa pengobatan.

    Kode-kode yang digunakan dalam regimen pengobatan tuberkulosis adalah sebagai berikut.

    1. Kombipak kategori I

    (Tahap intensif/tahap lanjutan)

    • 2HRZE/4H3R3

    • 2HRZE/4HR

    • 2HRZE/6HE

    2. Kombipak kategori II

    (Tahap intensif/ tahap lanjutan)

    • 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

    • 2HRZES/HRZE/5HRE

    3. Kombipak kategori III

    (Tahap intensif/ tahap lanjutan)

    • 2HRZ/4H3R3

    • 2HRZ/4HR

    • 2HRZ/6HE

    Dengan keterangan yang menunjukan H = Isoniazid, R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, E = Etambutol, S = Streptomisin. Sementara itu, angka dalam kode menunjukkan waktu dan frekuensi.

    Angka yang terdapat di depan menunjukan durasi konsumsi, misalnya pada 2HRZES, artinya obat digunakan selama dua bulan setiap hari.

    Sementara itu, angka di belakang huruf menandakan berapa kali pemakaian obat, seperti dalam 4H3R3 berarti tiga kali pemakaian dalam seminggu selama empat bulan.

    Saat berkonsultasi, dokter biasanya akan memberikan panduan mengenai aturan penggunaan kombipak ini.

    4. OAT-KDT

    Sementara itu, OAT-KDT atau dalam istilah umumnya adalah Fix Dose Combination (FDC) merupakan campuran 2–4 obat anti-TBC yang telah dimasukkan ke dalam satu tablet.

    Penggunaan obat ini sangat menguntungkan karena bisa menghindari risiko kesalahan peresepan dosis dan memudahkan pasien mematuhi aturan pengobatan.

    Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit, pasien pun jadi lebih mudah mengelola dan mengingat pemakaian obat.

    Terdapat juga jenis obat tuberkulosis sisipan yang diberikan setiap hari selama satu bulan jika pada akhir tahap intensif, pasien kategori I dan pasien pengobatan ulang (kategori II) menunjukan BTA positif.

    Jika Anda memiliki TBC laten, Anda juga perlu mendapatkan obat TBC meskipun tidak menunjukkan gejala TB paru aktif.

    TB laten merupakan kondisi ketika tubuh Anda telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis, tapi bakteri tidak aktif memperbanyak diri.

    Biasanya, TBC laten akan ditangani dengan kombinasi obat rifampicin dan isoniazid selama 3 bulan. 

    Obat lini kedua untuk TB resistan obat

    resistensi antibiotik

    Saat ini, semakin banyak bakteri yang kebal terhadap obat TBC lini pertama akibat pengobatan yang terputus, jadwal minum obat yang tidak teratur, atau sifat bakteri yang resistan terhadap jenis antibiotik tertentu. 

    Kondisi tersebut dikenal dengan TB MDR (Multidrug Resistance). Biasanya, bakteri penyebab TBC resistan terhadap dua jenis obat TB, yaitu rifampicin dan isoniazid.

    Orang yang mengalami TB MDR akan menjalani pengobatan TBC menggunakan obat lini kedua.

    Pada studi berjudul Tuberculosis Treatment and Drug Regimens, penggunaan obat yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pasien tuberkulosis resistan obat, yakni:

    • pyrazinamide,
    • amikacin (bisa diganti dengan kanamycin),
    • ethionamide atau prothionamide, dan
    • cycloserine atau PAS.

    Beberapa obat TB lini kedua lainnya yang juga diperbolehkan oleh WHO adalah:

    • capreomycin,
    • para-aminosalicylic acid (PAS),
    • ciprofloxacin,
    • ofloxacin, dan
    • levofloxacin.

    Pasien TB resistan obat juga harus mengulang kembali tahap pengobatan TBC dari awal sehingga secara total memerlukan lebih panjang, yaitu minimal 8–12 bulan.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 03/11/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan