backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Postcoital Dysphoria, Rasa Sedih Usai Hubungan Intim

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 09/01/2023

Postcoital Dysphoria, Rasa Sedih Usai Hubungan Intim

Meski selama ini identik dengan kemesraan dan kebahagiaan, rupanya tidak sedikit orang yang justru menangis usai berhubungan intim. Dalam istilah medis, kondisi ini disebut postcoital dysphoria.

Bagaimana seseorang bisa menangis setelah berhubungan intim? Apakah itu merupakan hal yang normal?

Apa itu postcoital dysphoria?

Postcoital dysphoria (PCD) adalah kondisi ketika seseorang merasakan kesedihan yang meluap-luap usai berhubungan seksual.

Saat Anda mencapai titik klimaks atau orgasme, menangis menjadi salah satu bentuk penyaluran emosi yang tak terbendung.

Baik pria maupun wanita sama-sama berpeluang mengalami postcoital dysphoria setelah bercinta. Meski begitu, berdasarkan berbagai penelitian yang ada, wanita lebih sering mengalaminya.

Menangis setelah berhubungan intim merupakan hal yang wajar. Menurut studi terbitan jurnal Sexual Medicine (2015), sebanyak 46% wanita yang melakukan hubungan intim mengalami postcoital dysphoria.

Penelitian terhadap pria dalam Journal of Sex & Marital Therapy (2019) juga membuktikan bahwa dari 1.208 pria yang berpartisipasi, sebanyak 20% di antaranya mengaku pernah mengalami postcoital dysphoria.

Namun, tangisan setelah bercinta tidak selalu berkaitan dengan kebahagiaan saat berhubungan seksual.

Tidak sedikit juga wanita yang menangis karena masalah lain. Air mata tersebut bisa diakibatkan oleh kemarahan, kesedihan, kecemasan pasangan, hingga depresi.

Penyebab postcoital dysphoria

Cara meningkatkan gairah seksual wanita

Luapan emosi selama dan setelah berhubungan seksual memang merupakan penyebab utama postcoital dysphoria. Namun, bisa juga ada alasan lain yang mendasarinya.

Berikut beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menangis setelah berhubungan intim.

1. Trauma

Beberapa orang menangis setelah berhubungan seksual karena trauma akan masa lalunya. Ini bisa terjadi pada wanita yang teringat akan pengalaman keguguran sehingga ketakutan saat bercinta.

Trauma juga bisa muncul pada korban pelecehan seksual. Ia bisa tiba-tiba mengingat kejadian yang menimpanya saat berhubungan seksual meski kali ini melakukannya atas persetujuan bersama orang tersayang.

2. Emosi yang meluap-luap

Bukan sekedar nafsu, seks juga melibatkan kepercayaan dan ikatan antar pasangan. Bagi beberapa orang yang perasaannya peka, bercinta bisa menimbulkan emosi yang meluap sampai membuatnya menangis.

Tangisan yang terjadi usai berhubungan seksual ini bisa dikaitkan dengan perasaan rapuh dan takut kehilangan.

3. Perasaan bersalah

Wanita seringkali mendapat tuntutan untuk bisa menekan nafsu atas dorongan seksualnya. Maka, tidak heran jika kepuasan seksual justru membuatnya menangis karena merasa malu dan bersalah.

Selain itu, perasaan bersalah juga bisa muncul jika Anda sebelumnya memiliki permasalahan dengan pasangan dan sudah berjanji tidak akan berhubungan kembali.

4. Perubahan hormon

Saat berhubungan seksual dan merasakan kebahagiaan, produksi beberapa hormon seperti dopamin, oksitosin, dan serotonin akan meningkat.

Bagi beberapa orang, produksi hormon-hormon kebahagiaan tersebut bisa membuat mereka menangis setelah berhubungan intim.

Cara mengatasi postcoital dysphoria

pasangan manipulatif

Meskipun postcoital dysphoria termasuk hal yang normal, Anda bisa melakukan beberapa hal berikut untuk mengatasi tangisan dan menjaganya agar tidak berlarut-larut.

1. Jangan menyalahkan diri sendiri

Perlu Anda ingat bahwa menangis setelah berhubungan intim merupakan hal yang normal, kecuali jika Anda melakukannya di luar persetujuan dalam hubungan yang abusif.

Oleh karena itu, jangan pernah menyalahkan diri Anda sendiri saat mengalaminya.

Anda juga tidak perlu menahannya. Biarkan luapan emosi tersebut tersalurkan sehingga Anda bisa merasa lebih lega.

2. Meminta waktu jeda

Saat Anda menangis di tengah-tengah aktivitas berhubungan seksual, tidak ada salahnya meminta pasangan untuk berhenti.

Anda tidak perlu langsung menjelaskan penyebab tangisan tersebut, sebab Anda sendiri mungkin tidak tahu alasan yang sebenarnya.

Jika sudah membaik, lanjutkan aktivitas Anda bersama pasangan. Namun, jika gairah seksual sudah hilang, jangan paksakan diri Anda.

Supaya pasangan Anda tenang, cukup sampaikan bahwa tangisan tersebut bukan karena kesalahannya.

3. Bersikap lebih terbuka

Jika kondisinya memungkinkan, Anda bisa menceritakan alasan Anda menangis kepada pasangan. Namun, hanya lakukan ini bila Anda merasa aman dan nyaman.

Pasalnya, Anda mungkin perlu membahas hal-hal yang memicu rasa tidak nyaman, seperti trauma masa kecil atau pengalaman yang tidak menyenangkan akhir-akhir ini.

Jika tangisan setelah berhubungan seksual diakibatkan oleh trauma, akan lebih baik jika Anda melakukan konsultasi dengan psikolog. Cara ini juga bisa memperbaiki hubungan seksual Anda ke depannya.

4. Berikan dukungan

Saat melihat pasangan menangis, hentikan terlebih dahulu aktivitas intim yang sedang Anda lakukan. Setelah ia cukup tenang, cobalah untuk menanyakan alasannya.

Jika pasangan Anda menolak memberikan alasannya, biarkan saja dan jangan mencecarnya dengan pertanyaan lainnya.

Selain itu, Anda juga bisa memberikan pelukan atau pijatan ringan di bahu. Namun, jika pasangan menolak, jangan memaksanya.

Mereka mungkin memerlukan waktu untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Semua tentang postcoital dysphoria

  • Postycoital dysphoria adalah emosi yang meluap usai berhubungan seksual.
  • Hal yang normal dan lebih sering terjadi pada wanita.
  • Disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari luapan emosi hingga trauma sebagai korban pelecehan seksual.
  • Dukungan dari pasangan akan sangat berarti untuk menanganinya.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Hillary Sekar Pawestri · Tanggal diperbarui 09/01/2023

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan