backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Kusta (Lepra)

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Risky Candra Swari · Tanggal diperbarui 26/05/2023

Kusta (Lepra)

Definisi kusta (lepra)

Kusta alias lepra atau penyakit Morbus Hansen adalah infeksi menular kronis yang menyerang sistem saraf, kulit, selaput lendir hidung, dan mata.

Penyakit kulit ini merupakan penyakit tertua di dunia, kemunculannya sudah ada sejak tahun 600 sebelum Masehi. Dahulu, penyakit ini dipercaya sebagai kutukan dari Tuhan dan sering dihubungkan dengan dosa.

Karena dapat menyebabkan kecacatan, mutilasi (terputusnya salah satu anggota gerak seperti jari), luka borok, dan kerusakan lainnya, kusta menjadi salah satu penyakit yang paling ditakuti terutama pada zaman kuno.

Lepra bisa sembuh total jika penderitanya mendapatkan pengobatan yang tepat. Pasien juga bisa menjalankan kembali kehidupan normalnya, seperti bekerja, bersekolah, dan melakukan berbagai aktivitas lainnya.

Jenis kusta

Di Indonesia, ada dua jenis penyakit lepra yang umum ditemukan.

  • Pausi basiler (PB). Penyakit lepra jenis ini ditandai dengan kemunculan sekitar 1-5 bercak putih di kulit. Bercak putih yang muncul tampak mirip sekali dengan panu.
  • Multi basiler (MB). Gejala yang paling terlihat dari kondisi ini adalah munculnya bercak kemerahan dan disertai penebalan pada kulit yang mirip dengan kadas. Bercak kemerahan ini bisa muncul dan menyebar lebih dari lima buah.

Seberapa umumkah kusta (lepra)?

Setiap dua menit seseorang terdiagnosis penyakit lepra. Menurut laporan organisasi kesehatan dunia WHO pada akhir 2015, tercatat 176 ribu kasus penyakit kusta di 138 negara termasuk Indonesia.

Kusta termasuk penyakit yang umum di banyak negara, terutama yang beriklim tropis atau subtropis. 

Tanda dan gejala kusta

cacat kusta

Secara umum, gejala lepra paling khas dari penyakit ini adalah sensasi mati rasa atau baal pada area kulit yang menampakkan bercak.

Sensasi mati rasa ini menyebabkan penderitanya tidak bisa merasakan perubahan suhu.

Akibatnya, mereka yang mengalami penyakit ini kehilangan sensasi sentuhan dan rasa sakit pada kulitnya. Hal ini juga yang membuat penderita tidak merasakan sakit sekalipun jari mereka putus.

Selain yang sudah disebutkan di atas, berikut beberapa tanda dan gejala kusta lainnya yang harus Anda waspadai.

  • Kulit kering dan bersisik.
  • Area yang sebelumnya ditumbuhi rambut atau bulu bisa rontok.
  • Kelemahan atau kelumpuhan otot di tangan atau kaki.
  • Mutilasi, atau sensasi mati rasa yang menyebabkan penderita tidak menyadari ketika memiliki luka di bagian tubuhnya.
  • Muncul lepuhan atau ruam kemerahan pada kulit.
  • Pembesaran saraf tepi, biasanya di sekitar siku dan lutut.
  • Muncul benjolan seperti bisul tapi tidak sakit ketika disentuh.
  • Penurunan berat badan secara drastis.
  • Ginekomastia (payudara yang tumbuh membesar pada pria), akibat gangguan keseimbangan hormon.

Seringnya, gejala penyakit ini menyerupai penyakit lain sehingga menyebabkan terlambatnya mendapatkan pengobatan yang tepat.

Beberapa penyakit yang gejalanya mirip dengan kusta adalah psoriasis, panu, kadas, vitiligo, dan masih banyak lagi.

Kapan saya harus periksa ke dokter?

Jika Anda merasa memiliki salah satu atau beberapa gejala kusta seperti yang sudah tercantum di atas, segeralah memeriksakan diri ke dokter.

Penyebab kusta

Penyakit kulit menular ini disebabkan oleh infeksi bakteri basilus, Mycobacterium leprae (M. leprae). Bakteri M. leprae sendiri berkembang biak dengan sangat lambat dan periode inkubasi penyakit diperkirakan sekitar 5 tahun.

Hingga saat ini, para ahli belum begitu mengerti bagaimana kusta menyebar. Namun, para ahli menduga bahwa penyakit ini dapat ditularkan dari percikan air liur orang yang terinfeksi saat sedang bersin, batuk, atau berbicara.

Bakteri yang terkandung dalam percikan ini akan masuk ke dalam hidung dan organ pernapasan lainnya. Kemudian, bakteri bergerak masuk ke dalam sel-sel saraf.

Karena senang dengan tempat yang bersuhu dingin, bakteri akan masuk ke sel-sel saraf kulit di sekitar selangkangan atau kulit kepala yang bersuhu lebih rendah.

Sel saraf tersebut pun akan menjadi rumah bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini biasanya memerlukan waktu 12 – 14 hari untuk membelah diri. Pada tahap ini, seseorang yang terinfeksi belum memunculkan gejala kusta.

Nantinya, ketika bakteri lepra berkembang dan merusak sel saraf dan tepi mata, sistem kekebalan tubuh akan bereaksi dengan mengeluarkan sel darah putih untuk melawan bakteri. Barulah tubuh mulai merasakan gejala seperti mati rasa pada kulit.

Kekebalan infeksi kusta

  • Beberapa orang mungkin tidak pernah terkena lepra sekalipun mereka terpapar bakteri penyebab.
  • Sekitar 95% populasi dunia memiliki kekebalan alami terhadap kusta. Hanya 5% yang memiliki kemungkinan tertular kusta.
  • Dari 5% orang, sebanyak 70 persen orang akan sembuh sendiri. Hanya sisa 30% yang benar-benar terkena penyakit kusta dan harus mendapat penanganan medis.

Faktor risiko lepra

Penyakit ini memang bisa menyerang siapa saja. Namun, faktor risiko terbesar untuk tertular penyakit ini adalah melakukan kontak langsung dalam waktu lama dengan orang yang terinfeksi.

Mereka yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk, seperti rumah yang tidak memadai dan tidak memiliki sumber air bersih juga berisiko terkena penyakit ini.

Selain itu, asupan gizi yang buruk (malnutrisi) serta sistem imun yang lemah akibat kondisi medis tertentu seperti HIV juga bisa meningkatkan risiko Anda terkena penyakit ini.

Komplikasi kusta

Lepra yang dibiarkan tanpa pengobatan atau bahkan terlambat terdeteksi bisa menyebabkan cacat fisik yang bersifat sementara maupun selamanya.

Menurut Pedoman Nasional Program Pengendalian Kusta yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, cacat fisik kusta terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

Cacat primer

Dapat membuat penderitanya mati rasa. Cacat primer menimbulkan bercak kulit mirip panu yang biasanya muncul dengan cepat dan dalam waktu yang singkat.

Bercak dapat meradang, membengkak dan menyebabkan demam. Selain itu, claw hand alias tangan dan jari yang membengkok juga bisa terjadi.

Cacat sekunder

Merupakan tahap lanjutan dari cacat primer, jika bakteri yang menyebar sudah mengakibatkan kerusakan saraf.

Pasien akan mengalami kelumpuhan di bagian tangan, kaki, jari-jari tangan, atau refleks kedip yang berkurang. Kulit juga bisa menjadi kering dan bersisik.

Selain cacat fisik, orang-orang dengan penyakit ini juga berisiko tinggi terhadap:

Diagnosis lepra

Hal pertama yang bisa dilakukan dokter untuk mendiagnosis penyakit ini adalah dengan menanyakan seputar riwayat medis dan mengecek kondisi kesehatan Anda secara menyeluruh.

Pemeriksaan fisik maupun laboratorium juga diperlukan untuk memastikan diagnosis.

Bila kemungkinan Anda menderita kusta tinggi, dokter akan melakukan pemeriksaan bakterioskopik. Itu adalah prosedur mengambil dan memeriksa sampel jaringan kulit di bawah mikroskop untuk melihat adanya bakteri M. Lepra.

Pemeriksaan lainnya meliputi histopatologis yang merupakan prosedur dengan tujuan melihat perubahan jaringan karena infeksi dan pemeriksaan serologis untuk mengetahui reaksi antibodi pada infeksi.

Pada kusta pausi basiler, tidak ada bakteri yang akan terdeteksi. Sebaliknya, bakteri mungkin akan ditemukan di tes hapusan kulit dari orang dengan kusta multi basiler.

Pengobatan kusta

mitos penyakit kusta

Guna mengatasi penyakit lepra, dokter biasanya akan melakukan terapi obat kombinasi atau multi-drug therapy (MDT).

Pengobatan ini umumnya dilakukan dalam kurung waktu enam bulan hingga 1 – 2 tahun tergantung jenis lepra dan keparahannya.

Beberapa obat-obatan yang sering diresepkan dokter dalam melakukan terapi MDT di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Rifampisin: antibiotik yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri kusta di dalam tubuh.
  • Clofazimine: obat antibiotik ini terkadang diresepkan bersama dengan obat lain seperti kortison untuk mengobati luka dari penyakit kusta.
  • Dapsone: antibiotik golongan sulfona, obat ini bekerja untuk mengurangi peradangan dan menghentikan pertumbuhan bakteri

Dalam kasus tertentu, pembedahan juga bisa dilakukan sebagai proses lanjutan setelah pengobatan antibiotik.

Pembedahan ini dilakukan untuk membantu memperbaiki saraf yang rusak atau bentuk tubuh penderita yang cacat, supaya penderita bisa beraktivitas normal seperti sedia kala.

Bisakah kusta sembuh total?

Ya, penyakit kusta bisa sembuh total. Asalkan Anda selalu mengingat dua kunci utama dalam pengobatan penyakit ini, yaitu tidak terlambat memeriksakan diri ke dokter dan disiplin saat menjalani pengobatan.

Selain mencegah komplikasi, penanganan lebih dini juga akan mencegah kerusakan jaringan dalam tubuh.

Oleh karena itu, selalu perhatikan kondisi tubuh Anda. Bila mulai merasakan gejala kusta, segera periksa ke dokter.

Setelah didiagnosis dan mendapatkan obat pun Anda harus benar-benar mematuhi aturan yang diberikan dokter. Minumlah obat kusta di waktu yang tepat secara rutin dan jangan menghentikan konsumsinya tanpa izin dari dokter.

Perawatan rumahan kusta

Selain harus minum obat secara teratur, orang dengan kusta juga harus memperhatikan asupan nutrisinya.

Di bawah ini adalah beberapa pilihan nutrisi yang harus dipenuhi oleh orang dengan penyakit lepra.

  • Vitamin E: konsumsi kacang-kacangan dan biji-bijian mentah, seperti almond, kuaci, dan kacang tanah.
  • Vitamin A: asupan vitamin A dari wortel, ubi jalar, bayam, pepaya, hati sapi, serta produk olahan susu dan telur.
  • Vitamin D: selain dari paparan sinar matahari langsung, Anda juga bisa mendapatkan asupan vitamin ini dari minyak ikan cod, salmon, sarden, makarel, telur, dan sereal yang diperkaya vitamin D.
  • Vitamin C: vitamin ini bisa ditemukan pada buah jeruk, lemon, mangga, stroberi, hingga sayuran seperti tomat, dan brokoli.
  • Vitamin B: konsumsi ayam, pisang, kentang, dan jamur.
  • Zinc: konsumsi tiram, keju, kacang mete, dan oatmeal.

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah penyakit kulit Anda.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Risky Candra Swari · Tanggal diperbarui 26/05/2023

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan