backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

5

Tanya Dokter
Simpan

Serba-serbi tentang Kejang dan Cara Penanganan yang Tepat

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 10/12/2020

    Serba-serbi tentang Kejang dan Cara Penanganan yang Tepat

    Banyak orang menganggap, kejang adalah kondisi ketika tubuh seseorang bergetar, gemetar, atau menyentak secara cepat dan berirama yang tak terkendali. Padahal, tidak semua kondisi ini menunjukkan tanda-tanda tersebut. Ada kalanya seseorang tidak menyadari bahwa orang di dekatnya sedang mengalami kejang yang berlangsung dalam sekian detik. Lantas, apa sebenarnya kejang itu, dan apa penyebab dari kondisi ini? Berikut ulasannya untuk Anda.

    Apa itu kejang?

    Kejang adalah gangguan listrik yang tiba-tiba dan tidak terkendali di otak. Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan dalam perilaku, gerakan atau perasaan, hingga tingkat kesadaran Anda. Adapun kondisi ini bisa menjadi tanda adanya kelainan di sistem saraf pusat (otak) atau masalah lain yang mengganggu fungsi otak. 

    Tingkat keparahan kejang bisa bervariasi tergantung pada jenis dan gejala yang ditimbulkan. Pada kondisi ringan, Anda mungkin hanya mengalami kebingungan atau bengong dengan tatapan mata yang kosong. Namun pada kondisi tertentu yang lebih parah, Anda bisa mengalami gerakan menyentak yang tak terkendali pada lengan dan kaki, bergetar di seluruh tubuh, hingga kehilangan kesadaran. 

    Adapun gangguan ini umumnya terjadi sekitar 30 detik sampai dua menit. Bila kejang terjadi hingga lima menit atau lebih, Anda butuh pertolongan medis darurat. Sementara itu, jika Anda mengalami dua kali atau lebih kondisi ini, Anda mungkin mengidap epilepsi

    Berbagai penyebab timbulnya kejang

    gejala kejang karena gangguan mental

    Pada dasarnya, penyebab kejang, baik pada orang dewasa maupun anak-anak, adalah aktivitas listrik yang tidak normal di otak. Sebagai informasi, sel-sel saraf (neuron) di otak membuat, mengirim, dan menerima impuls listrik, yang memungkinkan sel saraf otak untuk berkomunikasi. Bila jalur komunikasi ini terganggu, gangguan listrik dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak terkendali di otak. 

    Penyebab paling umum dari kondisi ini adalah epilepsi. Namun, tidak semua orang yang mengalami gangguan tersebut sudah pasti mengidap epilepsi. Terkadang, kondisi ini bisa disebabkan oleh hal-hal lainnya, seperti: 

    • Kadar natrium atau glukosa dalam darah yang tidak normal.
    • Narkoba atau obat-obatan terlarang, seperti amfetamin atau kokain.
    • Penyalahgunaan alkohol.
    • Sengatan listrik.
    • Demam tinggi.
    • Penyakit jantung.
    • Keracunan ekstrem.
    • Penumpukan racun di dalam tubuh karena gagal hati atau ginjal.
    • Tekanan darah yang sangat tinggi (hipertensi maligna).
    • Gigitan atau sengatan hewan berbisa, seperti ular.
    • Kurang tidur.
    • Mengonsumsi obat-obatan, seperti pereda nyeri dan antidepresan tertentu atau terapi untuk berhenti merokok.
    • Toksemia atau preeklampsia kehamilan.
    • Fenilketonuria yang dapat menyebabkan kejang pada bayi.
    • Trauma kepala yang menyebabkan area perdarahan di otak.
    • Infeksi otak, seperti meningitis dan ensefalitis.
    • Cedera otak yang terjadi pada bayi saat persalinan.
    • Masalah otak yang terjadi sebelum lahir (cacat otak bawaan).
    • Tumor otak.
    • Stroke.

    Selain itu, dilansir dari MedlinePlus Medical Encyclopedia, terkadang penyebab gangguan aktivitas listrik ini tidak diketahui. Kondisi ini disebut juga dengan kejang idiopatik, yang biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Adapun riwayat keluarga dengan epilepsi atau kejang diduga menjadi salah satu faktor penyebabnya.

    Cara mengobati kejang

    Tidak semua penderita kejang akan membutuhkan pengobatan. Dilansir dari Mayo Clinic, dokter biasanya memutuskan memulai pengobatan jika Anda sudah mengalami gangguan ini lebih dari satu kali. Adapun pengobatan yang diberikan akan tergantung pada penyebab yang terjadi.

    Jika Anda mengalami kejang akibat demam tinggi, pengobatan akan difokuskan untuk menurunkan demam. Beberapa obat pun mungkin akan diberikan untuk menghindari kejang lanjutan, terutama bila Anda berisiko mengalami kondisi tersebut pada suatu saat. Adapun penderita epilepsi umumnya memerlukan obat untuk mengontrol kejang karena berisiko mengalami kondisi ini secara berulang.

    Namun, secara umum, berikut adalah beberapa bentuk pengobatan yang mungkin diberikan dokter untuk mengobati gangguan aktivitas listrik ini:

    Pemberian obat-obatan

    Pemberian obat anti-kejang adalah cara utama dalam menangani kondisi ini. Beberapa pilihan obat anti-kejang yang biasa diberikan dokter, yaitu lorazepam, pregabalin, gabapentin, diazepam, dan lain-lain. Obat-obatan lain pun mungkin akan diberikan sesuai kondisi Anda. 

    Prosedur operasi dan terapi

    Jika obat anti-kejang tidak bekerja secara efektif, Anda mungkin perlu menjalani perawatan lain, tergantung pada penyebab kondisi Anda. Berikut adalah bentuk pengobatan yang mungkin diberikan:

    • Operasi. Pada prosedur ini, dokter akan mengangkat area otak yang menjadi penyebab kejang. Jenis pengobatan ini biasanya dilakukan pada penderita kondisi ini yang selalu disebabkan oleh gangguan otak di bagian yang sama.
    • Stimulasi saraf vagus. Pada prosedur ini, sebuah alat akan ditanam di bawah kulit dada guna merangsang saraf vagus di leher, yang dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat kejang.
    • Neurostimulasi responsif. Dalam prosedur ini, sebuah alat ditanam di permukaan otak atau di dalam jaringan otak untuk mendeteksi aktivitas gangguan listrik dan memberikan stimulasi listrik ke bagian otak yang terdeteksi untuk menghentikan gangguan tersebut.
    • Deep brain stimulation (DBS). Pada prosedur ini, elektroda akan dipasang di area otak tertentu untuk menghasilkan impuls listrik yang mengatur aktivitas otak yang tidak normal.
    • Terapi diet. Melakukan diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, atau dikenal dengan diet keto, bisa mengurangi kemungkinan berulangnya kondisi ini.

    Perubahan gaya hidup

    Selain pengobatan di atas, Anda pun perlu menerapkan gaya hidup sehat untuk membantu mencegah kejang pada masa berikutnya. Gaya hidup sehat yang perlu diterapkan, seperti istirahat yang cukup serta menghindari stres dan mengonsumsi alkohol. Selain itu, hindari pula kemungkinan pemicu lainnya, seperti lampu berkedip (termasuk flash dari kamera ponsel saat melakukan swafoto atau selfie) atau berhenti mengonsumsi obat kejang.

    Penanganan pertama penderita kejang

    meningitis COVID-19

    Sebagian besar kejang akan berhenti dengan sendirinya selama beberapa detik atau menit. Namun, selama kondisi ini terjadi, seseorang bisa terluka atau mengalami cedera. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk melindungi seseorang yang mengalami kondisi ini untuk mencegahnya dari cedera. Berikut adalah langkah-langkah untuk melindungi penderita tersebut:

    1. Baringkan orang tersebut di tempat yang aman untuk mencegahnya terjatuh.
    2. Singkirkan furnitur atau benda-benda tajam di sekitarnya yang bisa mengenai penderita.
    3. Berikan bantal atau sesuatu yang empuk dan datar di kepalanya.
    4. Kendurkan pakaian penderita yang ketat, terutama di sekitar leher.
    5. Miringkan badan dan kepala penderita ke satu sisi. Jika terjadi muntah, posisi ini dapat mencegah muntahan masuk ke dalam paru-paru.
    6. Tetap bersama penderita hingga pulih atau sampai bantuan medis profesional tiba.
    7. Ketika sentakan atau getaran tubuh berhenti, baringkan peserta ke dalam posisi pemulihan.

    Selain melakukan langkah di atas, ada beberapa hal lainnya yang juga perlu Anda perhatikan saat mengatasi seseorang yang mengalami kejang, yaitu:

    • Jangan menahan gerakan sentakan penderita.
    • Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut atau di antara gigi korban selama kejang, termasuk jari Anda.
    • Jangan mencoba menahan lidah penderita.
    • Jangan memindahkan orang tersebut kecuali berada di tempat yang tidak aman atau di dekatnya terdapat suatu benda yang berbahaya baginya.
    • Jangan menggoncang-goncangkan tubuh korban untuk menyadarkannya.
    • Jangan melakukan CPR atau napas buatan, kecuali sentakan tubuh telah berhenti dan penderita tidak bernapas atau tidak memiliki denyut nadi.
    • Jangan memberi makan atau minum sampai sentakan benar-benar berhenti.

    Apa tandanya kondisi kejang perlu diwaspadai?

    Tanda dan gejala kejang bisa bervariasi pada setiap orang. Beberapa gejala yang umumnya timbul dari kondisi ini adalah: 

    • Kebingungan sementara. 
    • Bengong atau tatapan mata kosong. 
    • Gejala kognitif atau emosional, seperti ketakutan, gelisah, marah secara tiba-tiba, atau deja vu. 
    • Gerakan lengan dan kaki yang menyentak dan tidak terkendali. 
    • Seluruh tubuh gemetar.
    • Kehilangan kesadaran atau kewaspadaan. 
    • Tiba-tiba terjatuh.
    • Keluar air liur atau buih dari mulut.
    • Pergerakan mata atau bola mata berbalik ke atas.
    • Gigi terkatup rapat dan mengepal.

    kejang tonik klonik adalah

    Selain itu, seseorang bisa saja mengalami gejala lain berupa, ketakutan, kecemasan, mual, vertigo, atau gejala visual (seperti terdapat bintik-bintik, garis bergelombang, atau kilatan cahaya di mata), sebelum kejang terjadi.

    Meski demikian, tidak semua penderita kejang akan merasakan seluruh tanda dan gejala di atas. Bahkan, kondisi ini pun bisa tidak disadari dan sulit dideteksi bila seseorang hanya mengalami gejala ringan, seperti bingung atau bengong sementara.

    Meski demikian, ada beberapa gejala dan kondisi kejang yang perlu diwaspadai dan membutuhkan pertolongan medis darurat. Berikut adalah kondisi tersebut:

    • Mengalami kejang lebih dari lima menit.
    • Baru pertama kali mengalami kondisi ini.
    • Tidak bernapas, kehilangan kesadaran, atau bersikap tidak normal setelah sentakan atau getaran tubuh berhenti.
    • Gejala kedua datang dengan cepat.
    • Mengalami demam tinggi.
    • Anda melukai diri Anda sendiri karena kondisi tersebut.
    • Sedang hamil.
    • Memiliki riwayat diabetes.
    • Mengalami kejang di dalam air.
    • Memiliki gejala atau kondisi lain yang tidak umum dan berbeda dengan penderita lainnya.

    Berdasarkan gejala dan kondisi tersebut, dokter akan melakukan diagnosis untuk memastikan penyebab dan pengobatan yang tepat. Dalam membuat diagnosis, dokter akan menanyakan riwayat medis Anda serta melakukan beberapa tes pemeriksaan, seperti pemeriksaan neurologis, tes darah, tes urin, tes pungsi lumbal, elektroensefalografi (EEG), CT scan, MRI, PET scan, atau single-photon emission computerized tomography (SPECT).

    Beberapa tes lainnya mungkin saja dilakukan tergantung kondisi masing-masing penderita. Konsultasikan dengan dokter mengenai tes pemeriksaan yang tepat sesuai kondisi Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 10/12/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan