backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Dermatitis Kontak

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Novita Joseph · Tanggal diperbarui 08/03/2023

Dermatitis Kontak

Kontak dengan bahan atau zat kimia tertentu bisa menyebabkan dermatitis kontak. Peradangan kulit ini bisa terjadi pada siapa saja. Anda tidak harus memiliki riwayat alergi tertentu untuk mengalami dermatitis ini.

Apa itu dermatitis kontak?

Dermatitis kontak adalah suatu kondisi yang membuat kulit merah meradang setelah kontak langsung dengan alergen (zat pemicu alergi) atau iritan (zat pemicu iritasi) dari lingkungan.

Zat penyebab peradangan kulit bisa berupa bahan kimia pada kosmetik dan produk perawatan tubuh, paparan dengan tanaman beracun, atau kontak antara kulit dengan pemicu alergi.

Penyebab iritasi dan peradangan dapat berbeda-beda pada tiap orang.

Dermatitis kontak merupakan jenis dermatitis yang umum di dunia, termasuk Indonesia.

Jenis dermatitis kontak

Berdasarkan mekanisme penyebab dan pemicunya, terdapat dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan.

1. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi adalah peradangan kulit akibat kontak langsung antara kulit dengan suatu alergen.

Alergen merupakan zat penyebab alergi yang sebenarnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tapi dianggap oleh sistem imun sebagai ancaman.

Anda dapat terpapar ribuan zat asing setiap hari dan kebanyakan tidak memicu reaksi pada sistem imun. Namun, sistem imun sejumlah orang bisa saja bereaksi berlebihan terhadap zat-zat tersebut. Respons ini disebut sebagai reaksi alergi.

Menurut laporan yang dirilis oleh Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG), kurang lebih ada 8% orang dewasa di dunia yang mengidap dermatitis alergi.

Laki-laki lebih rentan terjangkit penyakit kulit ini daripada perempuan.

2. Dermatitis kontak iritan

Dermatitis kontak iritan adalah jenis dermatitis yang diakibatkan oleh kontak antara kulit dengan suatu iritan.

Berbeda dengan alergen, iritan merupakan zat yang memicu peradangan atau gejala iritasi lainnya pada tubuh.

Zat-zat yang paling sering menjadi iritan adalah bahan kimia dalam produk pembersih tubuh, parfum, dan komposisi kosmetik. Namun, tidak menutup kemungkinan bahan lain yang biasa ditemukan di lingkungan sekitar juga bisa menjadi pemicunya.

Siapa pun dapat mengalami kondisi ini, tapi orang yang memiliki dermatitis atopik (eksim) biasanya lebih rentan.

Kulit yang meradang membuat zat iritan lebih mudah masuk ke dalam kulit sehingga memperparah gejala yang berlangsung.

Tanda dan gejala dermatitis kontak

penyebab dermatitis kontak

Dermatitis ini memiliki ciri umum berupa gatal, kulit kering, dan ruam kemerahan. Berikut deretan gejala berdasarkan jenisnya.

1. Dermatitis kontak alergi

Gejala biasanya muncul dalam 24 – 48 jam setelah kulit berkontak langsung dengan alergen.

Pada beberapa orang, gejala mungkin baru muncul setelah kulit berulang kali mengalami kontak dengan alergi.

Di bawah ini adalah tanda-tandanya.

  • Gatal-gatal.
  • Sakit, nyeri, atau perih pada bagian kulit yang bermasalah.
  • Benjolan dan luka lenting yang terlihat lembap, berair, atau bernanah. Benjolan kadang juga bisa tampak kering atau berkerak.
  • Kulit terasa panas atau seperti terbakar.
  • Kulit kering, kemerahan, menebal, dan kasar bersisik.
  • Luka mirip sayatan pada kulit.

Reaksi alergi yang cukup parah juga bisa membuat kulit terasa kencang dan melepuh. Luka lepuh tersebut dapat mengeluarkan cairan, kemudian berubah menjadi borok dan mengelupas.

Gejala umumnya hanya muncul pada area kulit yang terkena alergen. Namun, pada kasus yang langka, gejala dapat menyebar ke area kulit lainnya seperti tangan, wajah, leher, dan kaki.

2. Dermatitis kontak iritan

Gejala dermatitis ini biasanya langsung muncul setelah kulit terkena iritan, baik secara sengaja maupun tidak.

Pada kasus tertentu, bisa saja muncul gejala baru setelah kulit berulang kali mengalami kontak dengan iritan.

Setiap orang mungkin mengalami gejala yang beragam karena satu iritan bisa memicu reaksi yang berbeda dari iritan lainnya. Namun, penderita umumnya mengalami gejala sebagai berikut:

  • Ruam kemerahan.
  • Kulit kering.
  • Rasa gatal dan perih.
  • Kulit membengkak.
  • Kulit mengelupas.

Gejala kondisi ini kadang sangat mirip dengan gejala eksim. Oleh sebab itu, diperlukan diagnosis medis untuk menentukan penyebab dari gejalanya.

Kapan saya harus periksa ke dokter?

Dermatitis kontak adalah penyakit kulit yang tidak menular dan biasanya akan hilang sendiri setelah Anda menghindari pemicunya.

Akan tetapi, reaksi yang parah mungkin akan mengganggu kehidupan sehari-hari atau berujung menyebabkan infeksi.

Maka dari itu, Anda disarankan untuk memeriksakan diri dokter spesialis kulit bila gejala tidak juga membaik dan terdapat kondisi berikut.

  • Ada bercak-bercak merah yang membuat Anda tidak bisa tidur atau melakukan kegiatan sehari-hari.
  • Bercak merah terasa sakit dan meluas.
  • Kemerahan tidak membaik dalam beberapa minggu.
  • Bercak merah mengganggu wajah atau alat kelamin Anda.
  • Penghentian penggunaan steroid dapat menyebabkan peradangan kulit lebih buruk.
  • Penggunaan obat secara keliru sehingga kulit justru mengalami efek samping atau gejala yang lebih parah.

Penyebab dermatitis kontak

Berikut penyebab dermatitis kontak berdasarkan jenisnya.

1. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi terjadi ketika Anda mengalami kontak langsung dengan zat asing yang berpotensi memicu alergi.

Zat tersebut sebenarnya tidak berbahaya, tapi sistem imun justru menganggapnya sebagai ancaman.

Sistem imun lalu melepaskan antibodi, histamin, serta berbagai zat kimia lain untuk melawannya. Padahal, respons ini seharusnya hanya ditujukan untuk membasmi bibit penyakit atau zat yang betul-betul dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh.

Pelepasan antibodi dan histamin menyebabkan peradangan, terutama pada bagian tubuh yang mengalami kontak langsung dengan alergen.

Akibatnya, muncul gejala ruam, gatal-gatal, dan kemerahan yang merupakan ciri khas reaksi alergi.

Zat atau produk yang paling sering menjadi pemicunya antara lain:

  • logam (nikel dan kobalt),
  • karet lateks,
  • perekat (zat lengket pada plester),
  • tumbuhan (chamomile dan arnica),
  • parfum pada kosmetik dan produk kebersihan,
  • pewarna pakaian tertentu,
  • zat kimia pada produk rambut,
  • agen pembersih (deterjen) dan pelarut,
  • minyak esensial, dan
  • beberapa obat yang dioleskan ke kulit.

2. Dermatitis kontak iritan

Penyebab dermatitis kontak iritan adalah adanya kontak antara kulit dengan zat iritan.

Paparan iritan yang berlangsung sekali atau terus-menerus memicu peradangan pada lapisan kulit terluar. Peradangan akhirnya merusak lapisan kulit pelindung.

Iritan dapat berasal dari bahan kimia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

  • produk perawatan diri seperti sabun dan sampo,
  • detergen,
  • parfum,
  • larutan asam atau basa,
  • semen, serta
  • resin dalam tanaman poison ivy.

Selain itu, National Eczema Association mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan seperti perubahan cuaca yang ekstrem mungkin turut berperan menjadi pemicunya.

Faktor risiko dermatitis kontak

Anda berisiko terkena dermatitis kontak alergi jika sering berkontak langsung dengan alergen. Peluang kemunculan gejala akan lebih tinggi jika Anda memiliki riwayat alergi makanan, rinitis alergi, dan asma.

Sementara itu, dermatitis kontak iritan lebih banyak dialami orang-orang yang sering terkena zat iritan. Risiko ini biasanya dihadapi oleh:

  • petugas kesehatan di rumah sakit atau klinik gigi,
  • pekerja konstruksi,
  • pekerja bahan logam,
  • penata rambut,
  • penata rias, dan
  • petugas kebersihan.

Beberapa bahan kimia tanpa peringatan efek samping juga dapat memicu peradangan kulit.

Bahan ini biasanya terdapat pada produk yang digunakan dalam jangka panjang seperti cat kuku, cairan lensa kontak, anting, atau jam tangan dengan kawat logam.

Tidak memiliki faktor risiko di atas bukan berarti Anda tidak bisa mengalami dermatitis.

Jika Anda mengalami gejala dermatitis setelah berkontak dengan zat yang tidak disebutkan di atas, periksakan diri Anda ke dokter untuk memastikan penyebabnya.

Diagnosis dermatitis kontak

Tes Tempel ( Skin Patch Test)

Dermatitis ini tidak bisa didiagnosis hanya melalui pengamatan gejala dan riwayat penyakit kulit semata.

Tes lebih lanjut perlu dilakukan untuk menyempurnakan hasil diagnosis terhadap beberapa gejala mirip penyakit dermatitis.

Dokter biasanya menyarankan setiap orang yang mengalami masalah kulit seperti peradangan, kulit kering, atau gatal untuk menjalani tes dermatitis kontak. Pasalnya, dermatitis kontak bisa dipengaruhi oleh paparan berbagai zat alergen atau iritan.

Hal yang biasanya dilakukan adalah tes alergi bernama skin patch test untuk mengetahui secara spesifik jenis alergen atau iritan yang memicu reaksi abnormal pada kulit.

Tes ini juga dapat disertai dengan pengambilan jaringan kulit alias biopsi. Berikut perbedaan keduanya.

1. Skin patch test

Skin patch test dapat digunakan untuk mendiagnosis dermatitis kontak alergi dengan menentukan alergen atau iritan yang menyebabkan reaksi. Biasanya diperlukan waktu 5 – 7 hari untuk skin patch test.

Pada tes ini, dokter akan mengoleskan beberapa jenis alergen/iritan dosis kecil pada punggung pasien.

Area punggung yang ditetesi kemudian ditutup dengan balutan yang kedap udara atau aluminium yang ditempelkan langsung.

Tempelan punggung akan dilepas setelah 2 hari, lalu dipasang dan dilepas kembali setelah 5 – 7 hari.

Dokter lalu mengamati reaksi pada kulit untuk menentukan zat yang menjadi pemicunya. Reaksi dapat meliputi ruam kulit, benjolan, atau lepuhan.

2. Biopsi kulit

Biopsi kulit bukanlah tes untuk mendiagnosis dermatitis kontak, tapi bisa digunakan untuk menghilangkan kemungkinan penyakit lain seperti infeksi jamur.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan kulit.

Sampel biasanya diambil dengan cara sebagai berikut.

  • Biopsi shave. Sampel kulit diambil dari lapisan terluar sehingga tidak diperlukan jahitan.
  • Biopsi punch. Sampel kulit sebesar penghapus pensil diambil menggunakan alat khusus. Bekas pengambilan sampel yang besar mungkin akan dijahit.
  • Biopsi eksisional. Sampel berukuran besar diambil dengan operasi, lalu ditutup dengan jahitan.

Pengobatan dermatitis kontak

Pengobatan terbaik untuk dermatitis kontak adalah dengan menghindari berbagai zat pemicu reaksi alergi atau iritasi.

Ambil contoh, Anda dapat menghindari pakaian berbahan wol, belajar mengenali tanaman poison ivy, dan sebagainya.

Anda juga bisa melindungi diri dengan memakai sarung tangan, baju lengan panjang, dan celana panjang sebelum berkontak dengan alergen maupun iritan.

Apa pun yang Anda kenakan harus sudah dipastikan tidak memicu gejala.

Jika gejala sering muncul dan mengganggu, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan resep obat kortikosteroid atau antihistamin.

Bawalah obat-obatan ini ke mana pun Anda pergi untuk berjaga-jaga.

Perawatan rumahan dermatitis kontak

Perawatan dermatitis kontak

Di bawah ini adalah beberapa gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat mengurangi keparahan gejala serta mencegah kekambuhan.

  • Gunakan losion pengobatan jika diperlukan, tapi jangan menggaruk kulit pada satu jam pertama setelah penggunaan agar obat dapat meresap.
  • Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
  • Segera membersihkan kulit dan mendinginkan tubuh setelah berkeringat.
  • Menggunakan sabun berbahan ringan untuk membersihkan kulit. Hindari produk kebersihan yang mengandung alkohol, parfum, dan zat kimia tambahan lain.
  • Membilas kulit menggunakan sabun dan air dengan segera setelah terkena zat pemicu alergi/iritasi.
  • Menggunakan pelindung diri saat akan berkontak dengan alergen atau iritan.
  • Menggunakan pelembap secara rutin.

Rangkuman

Dermatitis kontak merupakan reaksi peradangan pada kulit setelah terpapar pemicu alergi atau iritasi. Gejalanya sering kali mirip dengan jenis dermatitis lain. Cara terbaik untuk mengatasi dermatitis ini adalah menghindari pemicunya.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Novita Joseph · Tanggal diperbarui 08/03/2023

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan