backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Mengenal Penyebab dan Gejala Trauma PTSD pada Anak

Ditinjau secara medis oleh Hertha Christabelle Hambalie, M.Psi., Psikolog · Psikologi · Lisa Medical Consultancy


Ditulis oleh Putri Ica Widia Sari · Tanggal diperbarui 21/11/2023

Mengenal Penyebab dan Gejala Trauma PTSD pada Anak

Post-traumatic stress disorder (PTSD) pada anak adalah gangguan mental yang muncul setelah anak mengalami atau melihat sebuah peristiwa yang bersifat traumatis dan berdampak pada emosionalnya. 

Apa penyebab kondisi ini dan bagaimana cara mengatasinya? Simak ulasan berikut untuk mengetahuinya lebih lanjut. 

Apa yang dimaksud trauma PTSD pada anak?

PTSD adalah gangguan psikologis yang terjadi setelah anak mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan. Singkatnya, bisa dikatakan anak mengalami trauma.

Salah satu contoh trauma pada anak yang bisa berubah menjadi PTSD, yaitu adanya bencana, mengalami kecelakaan, kekerasan, atau meninggalnya seseorang yang punya hubungan dekat dengan anak.

Namun perlu diketahui bahwa tidak semua trauma pada anak menyebabkan PTSD. Pasalnya, setiap anak punya faktor-faktor yang membuat ia mampu untuk menghadapi trauma.

Tidak hanya itu, setiap peristiwa yang terjadi pada anak juga punya dampak yang berbeda-beda. Misalnya pada dua anak yang berbeda melihat adanya kecelakaan. 

Pada anak pertama, efeknya mungkin bisa hanya takut dan menangis. Namun, setelah menyaksikan kejadian tersebut, ia dapat kembali ceria tanpa ada keluhan apa pun.

Sementara pada anak kedua, setelah melihat kecelakaan tersebut sikapnya bisa berubah jadi diam dan menunjukkan tanda-tanda PTSD. 

Apa gejala dan tanda anak mengalami trauma yang mengarah ke PTSD?

trauma

Ada beberapa ciri PTSD akibat trauma pada anak yang dapat orangtua perhatikan setelah ia mengalami peristiwa traumatis, di antaranya. 

  • Mengalami tekanan berulang tentang peristiwa itu. Misalnya anak jadi suka bermain tentang kecelakaan yang ia lihat atau anak mengakui bahwa ia memikirkan hal itu terus menerus. 
  • Mengalami mimpi buruk dan berhubungan dengan peristiwa itu. 
  • Mengulang kembali reaksi saat peristiwa itu terjadi, misalnya takut, teriak, menangis.
  • Menghindari apa pun yang mengingatkan tentang peristiwa itu, misalnya kecelakaan menghindari mobil. 
  • Sulit konsentrasi pada suatu hal. 
  • Lebih mudah terkejut. 
  • Lebih sering murung, sedih, marah, atau tidak menikmati hal-hal seperti sebelum kejadian. 
  • Anak-anak dengan PTSD sering kali menjadi sangat waspada. Ia akan terus memperhatikan sekelilingnya untuk mencari kemungkinan bahaya. 

    Pada remaja yang mengalami PTSD sangat rentan terhadap perilaku menyimpang, seperti penggunaan narkoba atau menyakiti diri sendiri. 

    Apa penyebab PTSD pada anak?

    Mengutip Healthy Children, ada beberapa contoh trauma pada anak yang dapat menyebabkan PTSD, beberapa di antaranya adalah. 

    • Kecelakaan, seperti mobil, kereta api, atau pesawat. 
    • Digigit atau diserang oleh hewan, seperti anjing. 
    • Didiagnosis dengan kondisi kesehatan yang mengancam jiwa. 
    • Prosedur medis invasif, terutama pada anak berusia di bawah 6 tahun. 
    • Bencana alam seperti banjir atau gempa bumi. 
    • Bencana akibat ulah manusia, seperti perang atau aksi teroris. 
    • Korban kekerasan, meliputi penculikan, penyekapan, dan penembakan.
    • Pelecehan fisik atau emosional di rumah, sekolah, dan lingkungan masyarakat. 
    • Pelecehan seksual atau penyerangan seksual. 
    • Penindasan atau pelecehan emosional. 
    • Terjebak atau terkunci di ruang kecil. 

    Apa saja faktor risiko PTSD pada anak?

    Pada dasarnya, setiap orang yang memiliki trauma berisiko terserang post-traumatic stress disorder. Namun, PTSD akan lebih berisiko terjadi pada anak dengan beberapa kondisi di bawah ini. 

    • Tidak adanya dukungan dari keluarga atau orang terdekat untuk membantu mengatasi trauma yang dialami. 
    • Kejadian yang dialami terlalu buruk. 
    • Peristiwa terjadi lebih dari satu kali. 
    • Memiliki masalah kesehatan mental lainnya, seperti depersi, kecemasan, atau fobia. 
    • Penyalahgunaan alkohol atau narkoba. 

    Bagaimana cara PTSD pada anak didiagnosis?

    stres pada anak

    Untuk mendiagnosis PTSD, dokter atau ahli tentu akan melakukan wawancara terhadap anak terkait apa yang ia rasakan.

    Informasi ini dapat berupa pertanyaan tentang peristiwa traumatis, perubahan perilaku, mimpi buruk, dan reaksi emosional yang ditunjukkan anak. 

    Nantinya, orangtua juga mungkin akan diminta informasi untuk memberikan perspektif tentang perubahan perilaku dan emosional pada anak. 

    Seorang anak dapat didiagnosis PTSD bila gejala terus terjadi selama lebih dari 1 bulan dan berdampak negatif pada kehidupannya. 

    Bagi anak yang terserang PTSD, gejala paling sering muncul dalam waktu 3 bulan setelah peristiwa traumatis. Namun, bisa juga dimulai beberapa bulan atau tahun kemudian. 

    Oleh karena itu, memahami dengan cermat gejala yang terjadi pada anak adalah langkah utama dalam proses diagnosis post-traumatic stress disorder

    Apa pengobatan untuk mengatasi PTSD pada anak?

    PTSD pada anak biasanya tidak dapat hilang dengan sendirinya. Mendapatkan perawatan dan bantuan dari tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater adalah cara yang tepat untuk mengatasi kondisi ini. 

    Perawatan PTSD dapat mencakup terapi atau obat-obatan untuk mengatasi kecemasan, masalah suasana hati, dan gangguan tidur yang mungkin dialami anak. 

    Terapi yang mungkin akan anak dengan PTSD jalani disebut terapi perilaku kognitif yang berfokus pada trauma (TF-CBT). 

    Sementara untuk anak-anak yang lebih kecil, terapi trauma mencakup aktivitas berbicara, bermain, menggambar, dan bercerita. 

    Untuk remaja, terapi PTSD sering mencakup beberapa hal berikut ini. 

    • Kegiatan terapi pemrosesan kognitif (CPT). Untuk membantu pikiran dan perasaan tentang trauma.
    • Aktivitas pemaparan berkepanjangan (PE). Untuk membantu remaja menurunkan kecemasan dan belajar menghadapi hal-hal yang mereka hindari setelah trauma dengan aman. 
    • Terapi desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata (EMDR). Untuk menggabungkan terapi kognitif dengan gerakan mata terarah untuk mengurangi ketakutan dan rasa sakit akibat trauma. 

    Sementara untuk mengatasi gejala PTSD, mungkin akan membutuhkan obat-obatan, seperti. 

    • Antidepresan, untuk membantu mengatasi depresi. 
    • Anticemas, guna mengatasi gangguan kecemasan yang dialami anak. 

    Apa yang terjadi bila PTSD dibiarkan begitu saja?

    Trauma berujung PTSD pada anak yang tidak diatasi akan memberikan dampak negatif. Misalnya, dapat memunculkan perilaku-perilaku negatif seperti kecemasan dan ketakutan berlebihan pada mereka. Anak juga bisa jadi murung, menarik diri, dan sulit konsentrasi pada pelajar. Hal-hal tersebut dapat berdampak pada prestasi belajar, kemampuan beradaptasi dengan teman, serta sikap anak ke depan nanti.

    Apakah ada yang bisa dilakukan orangtua untuk membantu mengatasi kondisi ini?

    Ada beberapa hal yang dapat orangtua lakukan untuk mencegah trauma peristiwa pada anak tidak sampai menyebabkan PTSD. Berikut aksi yang bisa dilakukan para orangtua. 

    1. Berusaha menanyakan apa yang anak rasakan 

    Untuk mencegah trauma anak agar tidak menjadi PTSD, orangtua dapat menanyakan padanya apa yang ia pikirkan, apa yang ia lihat, dan apa yang mereka rasakan setelah melihat peristiwa traumatis tersebut.

    2. Dengarkan perasaan anak 

    Selain itu, orangtua juga bisa membiarkan anak untuk mengungkapkan perasaan mereka sembari didengarkan baik-baik.

    Bila anak sulit mengungkapkan dengan cerita langsung, Anda dapat mengetahui perasaannya lewat cara lain. Misalnya seperti saat anak menggambar, coba cari tahu apa yang anak ceritakan tentang apa yang digambarnya.

    Lalu, saat anak bermain boneka, orangtua juga dapat menanyakan apa yang bonekanya sedang lakukan. Dengan cara ini, orangtua dapat mengetahui isi perasaan anak

    Pada anak yang berusia di bawah 6 tahun, biasanya lebih mudah mengungkapkan perasaannya dengan ada simbol-simbol dari apa yang mereka gambar dan boneka yang mereka mainkan

    3. Bantu anak ciptakan rasa aman  

    Orang tua juga dapat bantu menciptakan rasa aman pada diri mereka. Misalnya dengan mengatakan “ Tenang ya, Adik, di sini ada Ayah dan Ibu yang menjaga kamu, kamu aman sekarang”.

    Anda juga bisa memberikan pelukan hangat atau membelai lembut anak untuk menambah rasa aman pada mereka. 

    Orangtua juga bisa bertanya langsung kepada psikolog atau psikiater mengenai cara paling tepat yang bisa Anda lakukan untuk kesehatan mental buah hati Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    Hertha Christabelle Hambalie, M.Psi., Psikolog

    Psikologi · Lisa Medical Consultancy


    Ditulis oleh Putri Ica Widia Sari · Tanggal diperbarui 21/11/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan