backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Bahaya Obesitas pada Anak yang Picu Penyakit Kronis saat Dewasa

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None


Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 30/06/2022

    Bahaya Obesitas pada Anak yang Picu Penyakit Kronis saat Dewasa

    Buat sebagian orang, anak yang gemuk memang tampak lucu dan menarik. Namun, kegemukan lama-lama bisa mengarah pada obesitas dan berdampak pada perkembangan anak hingga dewasa. Ketahui apa saja bahaya yang mengintai dari obesitas pada anak. 

    Bahaya obesitas pada anak

    diabetes sebagai bahaya obesitas pada anak

    Untuk mengetahui anak obesitas atau tidak, orang tua tidak hanya mengukur berat dan tinggi anak, tetapi juga indeks massa tubuh (IMT).

    IMT adalah ukuran lemak tubuh berdasarkan berat dan tinggi badan seseorang.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa anak dikatakan obesitas ketika berat badannya lebih dari +3 SD grafik pertumbuhan yang dibuat WHO.

    Sementara untuk anak overweight ketika berat badan lebih dari +2 SD grafik pertumbuhan.

    SD adalah standar deviasi yang menjadi satuan untuk mengukur pertumbuhan anak. Anda bisa melihat grafik pertumbuhan anak dari IDAI di sini

    Berikut bahaya obesitas pada anak yang perlu diperhatikan oleh orang tua.

    1. Penyakit jantung

    Obesitas pada anak bisa ditandai dengan menumpuknya jaringan lemak di seluruh atau beberapa bagian tubuh. 

    Tanpa sadar, penyakit jantung akibat obesitas pun terjadi pada anak di kemudian hari. Bagaimana bisa?

    Anak yang mengalami obesitas memerlukan darah dalam jumlah yang lebih banyak. Secara otomatis, beban kerja jantung pun akan jauh lebih keras untuk memompa darah.

    Kondisi ini lama-lama akan membuat jantung semakin membesar agar bisa mengalirkan banyak pasokan darah ke seluruh tubuh.

    Peningkatan aliran darah ini juga meningkatkan risiko obesitas berupa hipertensi pada anak. Kondisi inilah yang menjadi penyebab awal berbagai penyakit jantung.

    Selain itu, lemak yang menumpuk menyebabkan peningkatan kadar kolesterol jahat. Lama-kelamaan, kolesterol ini akan mempersempit dan menyumbat pembuluh darah.

    Kondisi ini membuat anak rentan terkena jantung koroner hingga stroke saat dewasa nanti.

    2. Diabetes melitus tipe 2

    Risiko obesitas pada anak yang harus diwaspadai adalah peningkatan kadar gula darah.

    Pasalnya, tubuh anak akan kesulitan untuk mencerna asupan glukosa dengan optimal.

    Akibatnya, kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Lalu, timbullah bahaya obesitas berupa penyakit diabetes pada anak dengan tipe 2. Kondisi ini pun bisa berlanjut hingga dewasa.

    Saat anak memiliki lemak perut berlebih, lemak-lemak ini akan melepaskan senyawa yang memicu peradangan. 

    Radang inilah yang membuat tubuh tidak bisa merespon terhadap hormon insulin. Akibatnya, gula darah tak terkendali sehingga memicu diabetes tipe 2.

    3. Sleep apnea

    Sleep apnea pada anak adalah gangguan tidur yang terjadi ketika pernapasan mendadak berhenti saat sedang tidur. 

    Penderita obesitas, termasuk anak-anak, rentan mengalami sleep apnea.

    Risiko obesitas pada anak ini muncul karena adanya penimbunan lemak tubuh yang menghalangi saluran udara. Jadi, pernapasan pun terhambat. 

    Lagi-lagi, lemak tubuh ini memicu peradangan yang bisa menyebabkan sleep apnea. Akhirnya, kualitas tidur si kecil memburuk dan mudah merasa kelelahan keesokan harinya.

    4. Asma

    Berdasarkan penelitian yang dimuat dalam Nutrients (2018), anak dengan obesitas dua kali lebih berisiko terkena asma. 

    Kejadian asma pun meningkat sebanyak 20% pada anak-anak dengan berat badan berlebih.

    Salah satu penyebabnya adalah karena paru dikelilingi oleh jaringan lemak berlebih yang membuatnya jadi lebih sensitif terhadap udara dari luar.

    Lama-lama, kondisi ini mengakibatkan peradangan pada sistem pernapasan yang kemudian menyebabkan asma.

    5. Masalah hormonal

    Semakin bertambah berat badan anak, tubuh akan semakin sulit mengatur produksi hormon. Tak heran bila bahaya anak obesitas menyebabkan jumlah hormon menjadi abnormal.

    Bukannya baik, hal ini justru bisa mengakibatkan berbagai masalah kesehatan.

    Ambil contoh, pada anak perempuan masalah hormonal bisa menyebabkan menstruasi jadi tidak teratur. 

    Sementara pada anak laki-laki bisa berakibat pada ginekomastia, yakni pertumbuhan payudara yang abnormal.

    Selain itu, masalah hormonal juga menyebabkan pubertas dini. Ini lebih banyak dialami oleh perempuan. Salah satu tandanya adalah menstruasi dini.

    Kondisi menstruasi lebih awal menandakan ketidakseimbangan hormonal. Nantinya, bahaya anak obesitas ini menimbulkan masalah kesehatan lainnya setelah dewasa.

    6. Masalah pada otot dan tulang

    Berat badan yang melebihi batas normal akan memberikan beban besar pada otot dan tulang karena harus bekerja ekstra untuk menopang berat tubuh.

    Itu sebabnya, obesitas bisa menimbulkan keluhan mengeluhkan tulang dan otot sakit, serta nyeri sendi pada anak

    Kondisi in lebih jarang dialami teman-teman seusianya dengan berat badan normal.

    Berat badan berlebihan pun mengganggu pertumbuhan tulang, sendi, dan otot pada anak.

    Pada masa anak-anak, tulang dan sendi sedang mengalami pertumbuhan sehingga belum memiliki bentuk dan kekuatan yang optimal.

    Berat badan berlebih pada anak akan meningkatkan risiko kerusakan tulang dan mencederai tulang.

    Berikut beberapa gangguan kesehatan tulang yang berisiko dialami oleh anak dengan obesitas.

    Slipped capital femoral epiphysis (SCFE)

    Studi terbitan Pediatrics (2018) menyatakan bahwa obesitas pada anak menimbulkan bahaya berupa lepasnya pangkal tulang paha (femur) ke arah belakang. 

    Ini terjadi akibat area pertumbuhan tulang tidak dapat menahan berat badan sehingga pinggul nyeri, kaku, dan tidak stabil. 

    Pada kasus yang serius, kaki bahkan tidak dapat menahan berat badan sedikit pun.

    Penyakit Blount

    Dampak obesitas pada tulang menyebabkan tulang betis bengkok. Beban berlebih menekan jaringan tulang tibia (tulang betis) bagian atas yang sedang tumbuh.

    Hal ini membuat bagian luar tibia bisa tumbuh, tetapi bagian dalamnya tidak. Efeknya, tulang tampak bengkok seperti O.

    Patah tulang

    Bahaya obesitas pada anak meningkatkan berisiko mengalami patah tulang akibat tulang tidak kuat menopang berat badan berlebih.

    Selain itu, obesitas melemahkan kekuatan tulang akibat jarang beraktivitas fisik.

    Flat feet

    Telapak kaki yang mendatar tanpa lengkungan akibat menopang berat badan berlebih. Kondisi ini membuat berjalan terasa melelahkan, bahkan nyeri dan bengkak.

    Gangguan koordinasi

    Anak yang mengalami obesitas cenderung sulit untuk menggerakan anggota tubuh dan memiliki kemampuan keseimbangan tubuh yang buruk seperti tidak dapat melompat dan berdiri dengan satu kaki.

    Rangkuman

    Beban berlebih memberi tekanan pada sendi dan tulang. Anak pun rentan alami nyeri, kelainan bentuk tulang, hingga patah tulang. Ini semakin mempersulit si kecil dalam melakukan aktivitas fisik.

    7. Masalah pada hati

    Bahaya obesitas pada anak bisa menimbulkan hepatic steatosis. Ini adalah kondisi hati  berlemak atau yang dikenal juga sebagai fatty liver disease.

    Meskipun tidak menimbulkan gejala yang serius pada anak, tapi dapat menimbulkan kerusakan hati di kemudian hari. Pasalnya, hati menganggap lemak merupakan benda asing yang berbahaya.

    Akhirnya, peradangan atau inflamasi pun muncul. Kondisi ini bisa menyebabkan hati mengalami hepatitis. 

    Dalam kasus yang lebih parah, hepatitis bisa menyebabkan jaringan parut pada hati atau sirosis. Lagi-lagi, sirosis yang tidak segera diatasi bisa memicu kanker hati.

    8. Gangguan psikologis

    Gangguan psikologis dari anak dengan obesitas merupakan hasil dari stigma dan diskriminasi sosial. 

    Ada pula temuan menunjukkan bahwa ada dampak obesitas terhadap otak yang bisa memengaruhi kondisi psikologis.

    Inilah gangguan yang mungkin muncul.

    Tidak percaya diri

    Ini merupakan kecenderungan merasa rendah diri bahkan kehilangan rasa percaya diri akibat body image yang dimiliki.

    Bahaya obesitas pada anak bisa menyebabkan minder. Hal ini muncul akibat anak merasa tubuhnya berbeda dengan yang lain. Tentu, orang tua perlu melatih kepercayaan diri anak

    Masalah perilaku dan gangguan belajar

    Anak yang overweight cenderung memiliki kemampuan berinteraksi dan mengalami kecemasan dan cenderung menarik diri di lingkungan sosial, misalnya lingkungan sekolah.

    Hal ini dapat berdampak kepada kemampuan akademik di sekolah yang menjadi bahaya dari obesitas pada anak.

    Depresi

    Kondisi ini disebabkan oleh akumulasi dari masalah psikologis yang dipicu oleh interaksi sosial.

    Tidak hanya menarik diri, bahaya obesitas menyebabkan depresi pada anak, lalu ia kehilangan semangat dalam beraktivitas.

    Masalah depresi pada anak sama beratnya dengan depresi pada orang dewasa.

    9. Masalah dalam interaksi sosial

    Anak yang mengalami obesitas cenderung mendapat stigma dan kurang diterima di lingkungan sosial seusianya. 

    Mereka juga cenderung mengalami pandangan negatif, diskriminasi, hingga menjadi korban bully karena kondisi badan mereka.

    Anak yang obesitas juga cenderung terpinggirkan dalam permainan yang membutuhkan kekuatan fisik. Ini karena mereka bergerak cenderung lambat dibandingkan anak lain seusianya.

    Kondisi sosial yang buruk seperti ini juga berpotensi mendorong mereka untuk menarik diri dari lingkungan dan lebih memilih untuk tinggal di rumah.

    Jumlah teman yang lebih sedikit bisa membuatnya jadi jarang beraktivitas di luar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu sendirian. Hal ini bisa mengurangi waktu mereka untuk beraktivitas fisik.

    Obesitas bisa mengganggu tumbuh kembang dan meningkatkan risiko penyakit kronis di masa depan pada anak.

    Orang tua perlu terus mendampingi anak dalam menerapkan gaya hidup yang lebih sehat untuk  mengatasi obesitas. 

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Andreas Wilson Setiawan

    General Practitioner · None


    Ditulis oleh Karinta Ariani Setiaputri · Tanggal diperbarui 30/06/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan