backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Cara Menghadapi Konflik Orangtua Dengan Anak Tanpa Drama

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Novi Sulistia Wati · Tanggal diperbarui 03/06/2021

    Cara Menghadapi Konflik Orangtua Dengan Anak Tanpa Drama

    Hubungan anak dan orangtua tidak akan terlepas dari pertengkaran atau konflik. Konflik dengan anak biasanya muncul karena perbedaan pandangan atau pendapat antara anak dan orangtua. Konflik juga dipengaruhi oleh cara keduanya menanggapi dan mengelola interaksi yang sedang berlangsung.

    Konflik dengan anak yang tidak terselesaikan dan berujung pada drama bisa mengganggu komunikasi dan keintiman keluarga. Oleh karena itu, sebagai orangtua Anda harus bisa mengatasi konflik dengan anak sebaik-baiknya.

    Cara tepat mengatasi konflik dengan anak

    1. Kendalikan emosi Anda

    Perilaku anak yang sulit diatur atau melawan perkataan Anda tentu bikin kesal. Namun, Anda harus tetap tenang. Melampiaskan emosi justru akan membuat konflik menjadi lebih rumit dan berujung drama yang sebenarnya tidak perlu.

    Dengan bersikap tenang, Anda akan lebih mudah berkomunikasi dengan anak, mencari tahu penyebab timbulnya konflik dari kedua sisi, dan anak juga akan melunak.

    Bila Anda sudah benar-benar emosi, suruh anak untuk ke kamarnya dulu untuk merenung sambil Anda menenangkan diri di ruangan yang berbeda.

    2. Berkomunikasi dengan baik

    Saat terjadi konflik, berkomunikasi bukanlah hal yang mudak dilakukan; terlebih jika Anda sedang marah. Namun, untuk mengatasi konflik antara Anda dan anak, Anda tetap perlu melakukan komunikasi yang baik dengan anak Anda, dengan :

    • Jangan cuma menuntut anak untuk menebak dan mengerti apa yang Anda inginkan. Konflik justru menjadi saat yang tepat untuk menyampaikan pada anak tentang pandangan dan ekspektasi Anda. Jelaskan mengapa Anda punya pandangan yang berbeda.
    • Pastikan anak Anda paham tentang apa yang Anda sampaikan, juga tentang mengapa Anda tidak setuju dengan sikap mereka. Ingat, langkah ini mungkin perlu Anda lakukan hingga ratusan kali. Namun, tetap sabar dan jangan menyerah.
    • Dengarkan anak Anda, hargai pendapat atau pandangan mereka. Jangan memotong perkataan anak, meskipun dalam hati Anda sudah bisa menebak apa yang akan dikatakannya.

    3. Biarkan anak merasakan konsekuensi dari pilihannya sendiri

    Sebagai orangtua, Anda mungkin merasa berhak untuk menentukan kapan mereka harus bangun, apa yang mereka makan, kapan mereka tidur, atau bagaimana mereka harus berpakaian.

    Sayangnya, hal tersebut sering kali jadi pemicu konflik dengan anak. Pasalnya, anak merasa kehilangan kebebasan untuk memilih. Karena itu, jika suatu saat anak Anda tidak menuruti perkataan Anda, coba dengarkan apa yang mereka rasakan atau inginkan, dan biarkan anak merasakan sendiri konsekuensinya (meski tidak mudah buat Anda).

    Misalnya anak tidak bisa bangun pagi. Tak usah berteriak-teriak membangunkan anak sampai akhirnya jadi drama pertengkaran di pagi hari. Biarkan saja anak bangun siang sehingga terlambat ke sekolah. Dengan begitu, anak akan belajar sendiri bahwa pilihannya bangun siang tidak tepat, tanpa menimbulkan drama yang berlebihan di rumah.

    4. Cari solusi bersama

    Konflik dengan anak harus diselesaikan bersama-sama. Solusinya bisa berupa kesepakatan antara Anda dan anak, misalnya, “Kamu boleh main sekarang sampai sore, tapi Ibu tidak akan mengurangi jam belajarmu malam ini kalau kamu kecapekan. Kamu tetap harus kerjakan PR dan belajar selama dua jam. Setuju?”.

    5. Belajar saling memaafkan

    Orangtua dan anak tidak ada yang sempurna. Keduanya pasti pernah melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Karena itu, Anda sebagai orang tua juga perlu belajar ikhlas dan terbuka untuk memaafkan setiap kesalahan anak Anda.

    Begitu juga dengan anak. Anda harus mengajarkan anak bagaimana caranya memaafkan orang lain, termasuk Anda sebagai orangtua.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Novi Sulistia Wati · Tanggal diperbarui 03/06/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan