backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

4

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Ranitidine

Ditinjau secara medis oleh Apt. Seruni Puspa Rahadianti, S.Farm. · Farmasi · Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 13/12/2022

Ranitidine

Asam lambung dibutuhkan untuk proses penyerapan makanan. Namun, jika kadarnya terlalu tinggi, asam lambung bisa menimbulkan sejumlah gejala, seperti sensasi panas di perut dan sakit perut. Untuk mengatasi kondisi ini, salah satu obat yang bisa digunakan adalah ranitidine. Ketahui penjelasan selengkapnya terkait penggunaan obat ranitidine di bawah ini.

Golongan obat: Antasida, agen antirefluks dan antiulceran, penghambat H2

Merek obat: Acran, Anitid, Bloxer, Gastridin, Radin, Ranival, Ratinal, Tyran, Tricker, Zenti 150, Zantifar

Apa itu ranitidine?

caffeine

Ranitidine (ranitidin) adalah obat untuk mengurangi jumlah asam lambung dalam perut.

Fungsi ranitidine, yaitu untuk mengatasi dan mencegah rasa panas pada perut (heartburn), sakit perut, dan maag yang disebabkan oleh tukak lambung.

Selain kegunaan tersebut, obat ranitidine juga digunakan untuk mengobati dan mencegah berbagai penyakit perut dan kerongkongan yang disebabkan oleh terlalu banyak asam lambung.

Misalnya sindrom Zollinger-Ellison, erosive esophagitis, dan refluks asam lambung (gastroesophageal reflux disease/GERD).

Ranitidine termasuk ke dalam golongan obat H2 blocker. Obat ini bekerja dengan menghambat produksi asam lambung dan mengurangi kadar ion hidrogen.

Meski ampuh, U.S. Food and Drug Administration (FDA), setara dengan BPOM Indonesia, telah melarang penggunaan obat ini di Amerika karena adanya temuan bahwa obat ini berisiko memicu kanker.

Oleh karena itu, penggunaan ranitidine harus sesuai dengan resep dokter atau anjuran pemakaian obat.

Dosis obat ranitidine

Ketersediaan obat ranitidin adalah sebagai berikut. 

  • Tablet oral: 150 mg dan 300 mg.
  • Sirup: 75mg/5mL.
  • Injeksi: 50mg/2mL.

Melansir dari MIMS, berikut ini pembagian dosis ranitidine sesuai kondisi yang ditangani.

1. Ulkus duodenal dan lambung ringan

  • Dewasa

    Oral: 150 mg dua kali sehari, atau 300 mg sekali sebelum tidur selama 4 minggu.

Parenteral: 50 mg, injeksi intravena (IV) atau intramuskular (IM), selama 2 menit. Alternatifnya, infus intravena bisa diberikan dengan rate 25 mg/jam. Dosis dapat diberikan setiap 6 – 8 jam.

  • Anak-anak

    Oral: untuk usia 3 – 11 tahun, yaitu 4 – 8 mg/kg dua kali sehari setiap 12 jam, dengan dosis maksimum 300 mg/hari.

    Parenteral: usia 6 bulan – 11 tahun, yaitu 2 – 2,5 mg/kg/hari melalui injeksi IV tetes lambat selama 2 menit setiap 6 – 8 jam. Alternatifnya, yaitu 0,45 mg/kg melalui injeksi IV tetes lambat selama 2 menit diikuti dengan 0,15 mg/kg/jam melalui infus berkelanjutan.

  • 2. Dispepsia (maag)

    • Dewasa

      Oral: 150 mg dua kali sehari selama 6 minggu, atau 75 mg hingga maksimal empat kali sehari. Jangka waktu pengobatan maksimal hingga 2 minggu.

    3. Perdarahan gastrointestinal akibat ulkus stres

    • Dewasa

      Oral: 150 mg dua kali sehari sebagai ganti injeksi IV.

      IV: 50 mg melalui injeksi IV tetes lambat, diikuti dengan 0,125 – 0,25 mg/kg/jam melalui infus berkelanjutan.

    4. Pencegahan meningkatnya asam lambung selama anestesi umum

    • Dewasa

      Oral: 150 mg ranitidin diberikan 2 jam sebelum anestesi, dan disarankan 150 mg pada hari sebelumnya. Untuk ibu hamil, yaitu 150 mg pada awal proses persalinan dan diulangi setiap 6 jam sekali, sesuai kebutuhan.

      Parenteral: 50 mg melalui IM atau IV tetes lambat selama 40 – 60 menit sebelum anestesi.

    5. Ulkus akibat obat NSAID

    • Dewasa

      Oral: 150 mg atau 300 mg dua kali sehari sebelum tidur selama 8 minggu.

    6. Refluks asam lambung

    • Dewasa

      Oral: 150 mg dua kali sehari atau 300 mg sebelum tidur hingga 8 – 12 minggu, sesuai kebutuhan. Alternatifnya, yaitu 75 mg/hari.

    • Anak-anak

      Oral: usia 3 – 11 tahun, yaitu 5 – 10 mgkg/hari setiap 12 jam sekali, dengan dosis maksimal 600 mg/hari.

    7. Erosive esophagitis

    • Dewasa

      Oral: 150 mg empat kali sehari selama 12 minggu. Dosis perawatan 150 mg dua kali sehari.

    8. Ulkus duodenal akibat infeksi H. pylori

    • Dewasa 

      Oral: 300 mg sebelum tidur atau 150 mg dua kali sehari. Sertai dengan amoxicillin dan metronidazole selama 2 minggu pada awal pengobatan, dan dilanjutkan tanpa obat-obatan tersebut selama 2 minggu.

    9. Kondisi hipersekresi

    • Dewasa

      IV: dosis awal 1 mg/kg/jam melalui infus, dapat ditingkatan sebanyak 0,5 mg/kg/jam setelah 4 jam, hingga maksimal 2,5 mg/kg/jam. Dosis maksimal, yaitu 220 mg/jam.

      Parenteral: dosis awal 150 mg dua atau tiga kali sehari, dengan dosis maksimal 6000 mg /hari.

    Informasi yang diberikan bukanlah pengganti dari nasihat medis. Selalu konsultasikan pada dokter atau apoteker Anda sebelum memulai pengobatan.

    Aturan pakai obat ranitidine

    phenylpropanolamine

    Ikuti cara minum ranitidine sesuai dengan resep dokter atau anjuran pemakaian yang tertera pada kemasan obat.

    Dosis dan lamanya pengobatan akan bergantung pada kondisi Anda dan bagaimana tubuh merespons pengobatan. Pada anak-anak, dosis juga bisa bergantung pada berat badan.

    Anda juga mungkin saja diresepkan ranitidin bersama dengan obat lain, seperti antasida.

    Minum satu ranitidine tablet dengan segelas air secukupnya, sebelum atau setelah makan. Untuk mencegah gejala, minum obat ini 30 – 60 menit sebelum mengonsumsi makanan atau minuman yang biasanya menyebabkan heartburn.

    Untuk ranitidine cair, ukur obat dengan alat ukur yang telah disediakan. Jangan gunakan sendok makan.

    Minumlah obat ini secara rutin untuk mendapatkan manfaatnya yang optimal. Untuk membantu Anda mengingat, minumlah pada waktu yang sama setiap hari.

    Apabila Anda melupakan satu dosis obat ini, minum sesegera mungkin.

    Namun bila sudah mendekati waktu dosis berikutnya, lewati dosis yang terlupakan dan kembali ke jadwal dosis yang biasa. Jangan menggandakan dosis obat Anda.

    Jangan meminum obat ini lebih dari 14 hari berturut-turut tanpa berkonsultasi dengan dokter. Jika gejala tidak kunjung sembuh setelah 2 minggu, hentikan penggunaan obat dan segera periksakan diri ke dokter.

    Efek samping obat ranitidine

    Cari bantuan medis segera jika Anda mengalami tanda-tanda reaksi alergi berikut ini.

    • Gatal-gatal.
    • Kesulitan bernapas.
    • Pembengkakan pada wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.

    Berhenti mengonsumsi obat ini dan segera hubungi dokter jika Anda mengalami efek samping yang serius dari ranitidin seperti di bawah ini.

    • Nyeri dada, demam, napas pendek, batuk dengan lendir hijau atau kuning.
    • Mudah lebam atau berdarah, tubuh lemas tanpa sebab.
    • Detak jantung lambat atau cepat.
    • Masalah dengan penglihatan.
    • Demam, sakit tenggorokan, dan sakit kepala disertai ruam kulit yang merah, mengelupas, dan melepuh.
    • Mual, sakit perut, demam ringan, hilang napsu makan, urine berwarna gelap, tinja berwarna gelap, jaundice (mata dan kulit menguning).

    Efek samping yang tak terlalu serius dari ranitidine meliputi berikut ini.

    • Sakit kepala (bisa cukup parah).
    • Mengantuk, pusing.
    • Masalah tidur (insomnia).
    • Gairah seks menurun, impotensi, atau kesulitan meraih orgasme.
    • Mual, muntah, sakit perut.
    • Diare atau konstipasi.

    Tidak semua orang mengalami efek samping ini. Mungkin pula ada beberapa efek samping yang tidak disebutkan di atas.

    Bila Anda memiliki kekhawatiran mengenai efek samping obat tertentu, konsultasikanlah pada dokter atau apoteker Anda.

    Peringatan dan perhatian saat pakai obat ranitidine

    pemeriksaan dokter gastroenterologi

    Jangan gunakan obat ini jika Anda alergi pada ranitidine. Beri tahu dokter jika Anda alergi terhadap ranitidin atau obat-obatan lain, termasuk vitamin, suplemen, dan obat herbal.

    Heartburn terkadang mirip dengan gejala serangan jantung. Cari bantuan medis jika Anda mengalami nyeri dada atau dada terasa berat, rasa sakit menyebar ke lengan atau bahu, mual, berkeringat, dan badan terasa sakit.

    Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau merencanakan kehamilan. Beri tahu juga kepada dokter jika Anda hamil saat sedang menggunakan ranitidine.

    Tanya kepada dokter atau apoteker apakah aman mengonsumsi ranitidine jika Anda mengidap kondisi berikut ini.

    • Penyakit ginjal.
    • Penyakit hati.
    • Porfiria.
    • Fenilketonuria.
    • Kanker lambung.
    • Penyakit jantung.
    • Diabetes.
    • Gangguan sistem imun.

    Cara penyimpanan obat ranitidine

    Obat ini paling baik disimpan pada suhu ruangan. Jauhkan dari cahaya langsung dan tempat yang lembap. Jangan menyimpan di kamar mandi atau dibekukan.

    Merek lain dari ranitidin mungkin memiliki aturan penyimpanan obat yang berbeda. Perhatikan instruksi penyimpanan pada kemasan produk atau tanyakan pada apoteker Anda.

    Jauhkan semua obat-obatan dari jangkauan anak-anak dan hewan peliharaan.

    Jangan membuang obat-obatan ke dalam toilet atau saluran pembuangan, kecuali bila diinstruksikan. Buang produk ini bila masa berlaku obat telah habis atau sudah tidak diperlukan lagi.

    Konsultasikan kepada apoteker atau instansi pembuangan sampah setempat mengenai bagaimana cara aman membuang obat Anda.

    Apakah ranitidine aman untuk ibu hamil dan menyusui?

    Obat ini termasuk ke dalam risiko kehamilan kategori B (tidak berisiko pada beberapa penelitian) menurut US Food and Drugs Administration (FDA).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada hewan, diketahui bahwa tidak ada efek berbahaya dari obat ini pada janin jika digunakan oleh ibu hamil. 

    Diketahui, obat ini dapat terserap ke dalam ASI. Obat ini juga terbukti bisa meningkatkan kadar prolaktin pada ibu menyusui. Namun, belum ada data terkait efek samping obat pada bayi yang disusui.

    Interaksi obat ranitidine dengan obat lain

    Interaksi obat dapat mengubah cara kerja obat atau meningkatkan risiko Anda mengalami efek samping serius.

    Mengonsumsi obat ini dengan obat-obatan tertentu tidak direkomendasikan. Dokter Anda mungkin tak akan meresepkan obat ini kepada Anda atau mengganti beberapa obat yang sudah Anda konsumsi.

    Beri tahu kepada dokter atau apoteker jika Anda sedang mengonsumsi obat-obatan berikut ini.

    • Non-steroidal anti-inflammatory (NSAID), seperti aspirin, ibuprofen, dan naproxen), untuk nyeri atau peradangan.
    • Lidocaine, untuk anestesi umum.
    • Propranolol, procainamide, atau n-acetylprocainamide, untuk penyakit jantung.
    • Phenytoin, untuk epilepsi.
    • Diazepam, untuk gangguan kecemasan.
    • Theophylline, untuk gangguan pernapasan (asma).
    • Warfarin, untuk pengencer darah.

    Dokumen ini tidak menyertakan semua interaksi obat yang dapat terjadi.

    Simpan daftar produk yang Anda gunakan, termasuk obat-obatan resep/nonresep dan herbal, serta beri tahu dokter dan apoteker Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    Apt. Seruni Puspa Rahadianti, S.Farm.

    Farmasi · Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 13/12/2022

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan