backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Monosodium Glutamat (MSG): Fungsi, Risiko, Aturan Makan

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 29/05/2023

Monosodium Glutamat (MSG): Fungsi, Risiko, Aturan Makan

Apa itu monosodium glutamat (MSG)?

Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium yang berasal dari asam amino asam glutamat. 

Asam ini dapat dijumpai secara alami pada tubuh dan beragam makanan serta bahan tambahan makanan. 

MSG memiliki fungsi sebagai bumbu penyedap yang mirip dengan glutamat. Senyawa ini bertindak sebagai penambah rasa dan menambah rasa yang disebut “umami”. 

Umami merupakan istilah yang paling tepat digambarkan sebagai rasa gurih, seperti kaldu atau daging. Rasa ini lah yang dihasilkan dari MSG. 

Bagaimana MSG dibuat?

Monosodium glutamat sebenarnya dapat dijumpai pada beberapa makanan, seperti tomat dan keju. 

Banyak orang di seluruh dunia telah mengonsumsi makanan yang kaya akan glutamat, seperti kaldu rumput laut yang berasal dari sejumlah negara di Asia. 

Lalu, seorang profesor bernama Kikunae Ikeda berhasil mengekstrak glutamat dari kaldu tersebut pada tahun 1908. 

Profesor asal Jepang ini menemukan bahwa MSG memiliki fungsi berupa memberikan rasa gurih pada sup. Dari sini, produksi MSG dimulai dan dipasarkan di berbagai belahan dunia. 

Kini, alih-alih mengekstraksi dan mengkristalkan MSG dari kaldu rumput laut, zat ini dapat dihasilkan dari fermentasi pati, bit gula, tebu, atau tetes tebu.

Kegunaan MSG

zat aditif adalah msg

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, MSG mempunyai fungsi penting dalam membumbui makanan yang sudah dipakai sejak ratusan tahun lamanya. 

Terlebih, beberapa orang menganggap bahwa MSG termasuk salah satu bagian dari lima rasa dasar. 

Tak heran bila banyak makanan yang dihidangkan dalam masakan Jepang, Tiongkok, dan Asia Selatan memanfaatkan MSG. 

Bagi Anda yang tidak nafsu makan, MSG mungkin bisa menjadi alternatif cara meningkatkan selera makan, bila dikonsumsi dalam batas wajar. 

Hal ini dikarenakan rasa gurih dari zat ini merangsang reseptor pada lidah dan saluran pencernaan. Kondisi tersebut ternyata bisa memicu pelepasan hormon pengatur nafsu makan. 

Meski begitu, Anda tetap harus berhati-hati dalam membatasi konsumsi makanan yang mengandung senyawa ini.

Alih-alih mendapatkan manfaat MSG, tubuh justru berisiko mengalami berbagai penyakit.  

Apakah MSG aman untuk dimakan?

Dilansir dari Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat, penambahan MSG ke makanan dianggap aman. 

Meski begitu, beberapa orang mungkin merasa sensitif terhadap MSG yang dapat memicu sejumlah gejala yang mengganggu. 

Sementara itu, MSG juga aman untuk anak-anak. Pasalnya, tubuh mereka melakukan metabolisme glutamat dengan cara yang sama seperti orang dewasa. 

Faktanya, ASI mengandung glutamat 10 kali lebih banyak daripada susu sapi. Namun, tentu fungsi MSG dan glutamat dalam ASI akan berbeda saat diproses di dalam tubuh. 

Berapa banyak kandungan garam di dalam MSG?

Monosodium glutamat mengandung sekitar sepertiga dari natrium garam meja dan dipakai dalam jumlah yang sedikit. 

Bila MSG digunakan dengan mencampurkan sedikit garam meja, hal ini bisa membantu mengurangi total konsumsi natrium pada makanan sebanyak 20 – 40%. 

Meski konsumsi garam berkurang, MSG berhasil mempertahankan rasa dalam makanan yang ditambahkan. 

Apa saja efek kebanyakan konsumsi MSG?

Meski terbilang aman, konsumsi MSG yang berlebihan tentu bisa menimbulkan sejumlah efek samping.

Efek samping konsumsi MSG berlebihan lebih dikenal dengan Chinese Restaurant Syndrome atau sindrom restoran cina. 

Istilah ini mulai dibuat setelah mengonsumsi makanan Cina dan monosodium glutamat banyak digunakan dalam makanan Asia. 

Ada pun sejumlah gejala dari sindrom restoran Cina antara lain: 

  • sakit kepala, 
  • muka memerah, 
  • berkeringat, 
  • sesak napas, 
  • mati rasa, kesemutan, atau terbakar pada wajah atau leher, 
  • jantung berdebar-debar, 
  • nyeri dada, 
  • mual, dan
  • merasa lemah. 

Walaupun demikian, para peneliti belum menemukan bukti yang jelas terkait hubungan antara MSG dengan gejala ini. 

Namun, mereka mengakui bahwa sebagian kecil orang mungkin mengalami reaksi dalam waktu yang sebentar akibat konsumsi MSGGejala yang dialami pun termasuk ringan dan tidak memerlukan pengobatan.

Satu-satunya cara untuk mencegah efek samping serius yaitu menghindari makanan yang mengandung MSG.

Cara mengetahui adanya MSG dalam makanan

Normalnya, BPOM di sebagian besar negara, termasuk Indonesia, mengharuskan produsen makanan mencantumkan label informasi monosodium glutamat. 

Hal ini berlaku ketika makanan tersebut mengandung tambahan MSG. Namun, beberapa makanan mengandung MSG secara alami, seperti: 

  • ekstrak ragi dan kedelai, 
  • isolat protein, 
  • tomat, dan 
  • keju. 

Itu sebabnya, beberapa produsen makanan yang mengeluarkan produk makanan dengan kandungan MSG alami tidak perlu mencantumkan label tersebut. 

Meski begitu, jenis makanan ini pun tidak dapat mengklaim label ‘tanpa MSG’ atau tanpa MSG tambahan’ pada kemasannya.

Monosodium glutamat pun tidak dapat dicantumkan sebagai ‘bumbu dan penyedap’. 

Cara membatasi konsumsi MSG

beli belanja sayur
Sumber: Verde Community Farm and Market

Mengingat kelebihan MSG justru mendatangkan berbagai gejala yang mengganggu, Anda bisa membatasi konsumsi micin dengan cara. 

  • Memilih bahan makanan segar daripada bahan makanan kemasan. 
  • Membaca label pada kemasan makanan dengan teliti.
  • Menghindari makanan dengan kandungan natrium tinggi atau yang diawetkan.
  • Membatasi makanan yang mengandung kolesterol tinggi.
  • Mengurangi penggunaan santan dan minyak saat mengolah makanan, 
  • membiasakan diri memasak makanan dengan mengukus atau memanggang.
  • Sesekali mengganti MSG atau vetsin dengan bawang merah, bawang putih, kunyit, atau penguat rasa alami lainnya.  

Kesimpulan

  • MSG memang memiliki fungsi berupa menyedapkan makanan dan meningkatkan selera makan.
  • Anda tetap perlu berhati-hati dalam mengonsumsi makanan yang mengandung bumbu penyedap ini. 
  • Bila memiliki pertanyaan lebih lanjut, silakan konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi guna memahami solusi yang tepat sesuai kondisi Anda. 

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Nabila Azmi · Tanggal diperbarui 29/05/2023

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan