backup og meta
Kategori

7

Tanya Dokter
Simpan
Cek Kondisi
Konten

Aborsi, Prosedur Medis untuk Menggugurkan Kandungan

Ditinjau secara medis oleh dr. Damar Upahita · General Practitioner · None


Ditulis oleh Atifa Adlina · Tanggal diperbarui 27/10/2022

Aborsi, Prosedur Medis untuk Menggugurkan Kandungan

Apa itu aborsi?

risiko epidural

Aborsi adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan sengaja sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Prosedur ini dilakukan untuk mengangkat jaringan kehamilan, janin, dan plasenta dari rahim.

Di beberapa negara, aborsi dianggap prosedur yang legal. Berbeda dengan fakta aborsi di Indonesia yang masih dianggap ilegal kecuali atas persetujuan dokter.

Umumnya, aborsi disetujui berdasarkan alasan atau pertimbangan medis tertentu karena kondisi fisik hingga komplikasi kehamilan yang membahayakan nyawa bayi maupun ibu.

Perlu diketahui bahwa aborsi tidaklah sama dengan keguguran karena proses berakhirnya kehamilan terjadi tanpa intervensi medis.

Ada banyak alasan yang membuat seseorang mengambil keputusan untuk melakukan rosedur ini

Tidak menutup mata bahwa ada banyak wanita atau pasangan akhirnya mengambil keputusan aborsi karena kehamilan yang tidak direncanakan.

Maka dari itu, merencanakan kehamilan menjadi hal yang perlu dilakukan.

Berikut beberapa alasan mengapa seorang wanita memutuskan untuk melakukan aborsi, seperti:

  • Masalah dan kondisi pribadi.
  • Risiko kesehatan yang terjadi pada ibu .
  • Bayi akan mengalami kondisi medis tertentu setelah lahir.

Kapan waktu yang tepat melakukan prosdur ini?

Dikutip dari Harvard Health Publishing, mayoritas aborsi dilakukan pada 12 minggu pertama usia kehamilan.

Selain itu, wanita boleh melakukannya sejak trimester pertama dan sebelum usia kehamilan 24 minggu berdasarkan persetujuan dokter.

Dikutip pula dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, prosedur ini biasanya dilakukan sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau saat berat janin masih kurang dari 500 gram.

Untuk mengetahui kapan waktu yang tepat sesuai kondisi Anda, selalau konsultasikan ke dokter.

Apa yang perlu diketahui sebelum melakukan aborsi?

Hal pertama yang perlu dilakukan Anda dan pasangan adalah berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter kandungan.

Kemungkinan besar, dokter akan melakukan:

  • Evaluasi riwayat kesehatan secara keseluruhan.
  • Mengonfirmasi kehamilan dengan melakukan pemeriksaan fisik.
  • Melakukan pemeriksaan kehamilan seperti USG, tes darah, serta tes urine.
  • Menjelaskan proses serta prosedur dan kemungkinan risiko.

Dalam beberapa kasus, Anda perlu melakukan USG untuk menentukan perkembangan usia kehamilan dan ukuran janin.

Tidak hanya itu saja, dokter juga perlu memastikan Anda tidak mengalami kehamilan ektopik.

Selain itu, dokter juga akan melakukan tes darah. Hal ini dilakukan untuk mengecek apakah rhesus ibu dan janin sama atau tidak.

Wanita dengan darah Rh-negatif sementara perlu menerima suntikan imunoglobulin Rh (RhIG) untuk mencegah masalah setelah keguguran atau proses terminasi kehamilan.

Bagaimana proses melakukan aborsi?

Sudah dijelaskan sedikit di atas apabila prosedur atau proses aborsi harus dilakukan oleh dokter kandungan yang memiliki izin praktik resmi serta standar operasional.

Berdasarkan jenis penanganannya, aborsi dibagi menjadi dua, yakni aborsi medis (menggunakan pil) dan aborsi dengan metode operasi.

Berikut proses melakukan terminasi kehamilan sesuai dengan jenis-jenisnya, seperti:

Aborsi medis

Aborsi atau terminasi kehamilan medis dilakukan dengan minum atau memasukkan obat khusus ke dalam tubuh untuk mengakhiri kehamilan.

Kondisi wanita yang tidak boleh melakukan metode atau jenis aborsi medis:

  • Usia kehamilan sudah lebih dari 70 hari.
  • Memiliki masalah perdarahan atau sedang mengonsumsi obat pengencer darah.
  • Sedang mengonsumsi obat steroid.
  • Memiliki gangguan kejang yang tidak terkontrol.
  • Memiliki penyakit radang usus akut (untuk misoprostol).

1. Aborsi medis menggunakan mifepristone dan misoprostol

Ini merupakan jenis aborsi kombinasi yang paling sering digunakan oleh dokter.

Lalu, ini juga merupakan metode yang bisa digunakan dari awal kehamilan hingga usia kehamilan memasuki minggu ke-10.

Obat tersebut bisa diminum langsung secara oral atau dimasukan ke dalam vagina.

Cara kerja mifepristone adalah dengan memblokir hormon progesteron sehingga lapisan rahim pun menipis dan mencegah perkembangan embrio.

Sementara cara kerja misoprostol akan membuat rahim semakin berkontraksi dan mendorong jaringan embrio keluar dari vagina.

Anda akan merasa kram dan keluar perdarahan yang berat setelah 1-4 jam meminum misoprostol.

Sebanyak 92% hingga 97% wanita yang melakukan metode ini akan menyelesaikan proses aborsi dalam kurun waktu 2 minggu.

Setelah itu, Anda perlu kembali ke dokter untuk memastikan proses ini sudah benar-benar selesai.

2. Aborsi medis menggunakan methotrexate

Proses aborsi yang satu ini dilakukan saat usia kehamilan berusia maksimal 7 minggu. Namun, obat ini tergolong jarang digunakan sejak metode sebelumnya sudah disetujui oleh FDA.

Biasanya, methotrexate digunakan pada wanita yang alergi terhadap mifepristone. Perlu diketahui pula bahwa jenis obat ini tidak boleh digunakan ketika usia kehamilan sudah mencapai 50 hari.

Setelah dimaksukkan melalui suntikkan, sekitar 68% hingga 81%, janin akan keluar dalam waktu 2 minggu.

Aborsi metode operasi

Dokter akan melakukan jenis aborsi yang satu ini pada usia kehamilan 9 hingga 14 minggu. Berikut beberapa metode operasi yang bisa dilakukan.

1. Aspirasi vakum

Jenis atau metode aborsi ini dilakukan saat usia kandungan berada di trimester pertama atau trimester kedua.

Cara kerjanya adalah dengan menyedot janin dan plasenta keluar dari rahim menggunakan alat tabung kecil. Prosedur ini hanya boleh dilakukan oleh dokter terlatih, di rumah sakit.

Anda akan diberikan anestesi lokal pada bagian serviks untuk mengurangi rasa sakit.

Namun, mungkin Anda akan merasa kram perut karena rahim akan berkontraksi ketika jaringan diangkat.

Prosedur ini biasanya dilakukan selama kurang lebih 10 menit dan tidak bisa dilakukan untuk semua kasus.

Sebagai contoh, ketika kondisi rahim berbentuk abnormal bisa mengakibatkan ibu hamil mengalami gangguan pembekuan darah serta infeksi panggul.

2. Dilatasi dan evakuasi

Dilatasi dan evakuasi (D&E) adalah prosedur aborsi yang dilakukan pada trimester kedua, atau biasanya setelah usia kandungan melewati 14 minggu.

Aborsi ini direkomendasikan bagi kasus kehamilan karena kondisi fisik janin yang sangat parah atau ada masalah medis khusus.

D&E merupakan prosedur yang mengombinasikan aspirasi vakum, forsep (alat penjepit khusus), dan dilatasi kuret.

Pada hari pertama, dokter akan membuat serviks melebar agar lebih mudah menghilangkan jaringan kehamilan.

Di hari kedua, dokter menggunakan forsep untuk mengangkat janin dan plasenta, serta akan menggunakan alat seperti sendok yang disebut kuret untuk mengikis lapisan rahim.

Prosedur ini tergolong menyakitkan, tetapi dokter akan memberikan obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

3. Dilatasi dan kuret

Proses aborsi ini juga biasa disebut sebagai kuret atau kuretase yang tujuannya adalah untuk mengeluarkan jaringan abnormal dalam rahim.

Dilatasi mengacu pada pelebaran atau pembukaan leher rahim karena leher rahim ibu tentu tidak terbuka sendiri. Setelah diltasi, tahapan selanjutnya dilakukan kuretase.

Apabila dilakukan di usia kehamilan yang lebih awal, metode ini akan semakin mudah dan aman.

4. Histerotomi perut

Ini merupakan metode aborsi yang termasuk ke dalam operasi besar karena memerlukan sayatan di perut. Sayatan pada bagian perut dilakukan untuk megeluarkan janin dari rahim.

Perlu diketahui proses ini jarang terjadi, tetapi diperlukan ketika dilasi dan evakuasi tidak dapat dilakukan.

Anda akan diberikan anestesi lengkap sehingga tidak sadarkan diri ketika operasi berlangsung.

Apa saja risiko & komplikasi aborsi?

Semua metode aborsi, baik itu menggunakan pil maupun operasi sama-sama memiliki kemungkinan terjadinya komplikasi. Namun, risiko dan komplikasi ini tergolong rendah.

Berikut beberapa tanda dan gejala komplikasi dari aborsi yang perlu ditindaklanjuti, seperti:

  • Perdarahan yang cukup hebat.
  • Sakit perut atau punggung yang cukup parah.
  • Demam berlangsung lebih dari 24 jam.
  • Keputihan atau flek yang disertai bau tidak sedap.

Tidak hanya itu saja, ada kemungkinan beberapa wanita akan mengalami berbagai kondisi psikis yang melibatkan perasaan emosional.

Sebagai contoh, merasa kehilangan dan perasaan sedih mendalam.

Apabila kondisi ini berlangsung lama, tidak ada salahnya Anda berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk menghindari terjadinya depresi.

Seberapa cepat proses pemulihan setelah aborsi?

Setelah menjalani operasi, Anda diperbolehkan  pulang ke rumah pada hari yang  sama. Kecuali pada beberapa kasus tertentu, Anda perlu bermalam di rumah sakit.

Beristirahatlah di rumah selama satu sampai dua hari dan jangan lupa untuk mengonsumsi obat penghilang rasa sakit jika dibutuhkan.

Selama beberapa hari, Anda mungkin mengalami kram dan perdarahan seperti ketika mengalami menstruasi.

Anda dapat berdiskusi dengan dokter atau petugas medis mengenai kebutuhan kontrasepsi, antibiotik, atau suntikan jika golongan darah Anda memiliki rhesus negatif.

Proses aborsi  yang  sudah dilakukan  seharusnya  tidak  memengaruhi  kesuburan. Namun, jika hamil kembali, pasien mengalami peningkatan risiko kelahiran bayi prematur.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Damar Upahita

General Practitioner · None


Ditulis oleh Atifa Adlina · Tanggal diperbarui 27/10/2022

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan