backup og meta
Kategori
Tanya Dokter
Simpan
Cek Kondisi

Cara Mendeteksi Kelainan Kromosom Pada Bayi Dalam Kandungan

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None


Ditulis oleh Arinda Veratamala · Tanggal diperbarui 29/06/2021

    Cara Mendeteksi Kelainan Kromosom Pada Bayi Dalam Kandungan

    Ibu pasti sangat menjaga kehamilannya agar bayinya kelak lahir dengan sehat. Namun, terkadang beberapa bayi bisa lahir dengan kelainan kromosom yang tidak diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Sebenarnya, terdapat cara untuk mengetahui bayi dalam kandungan mengalami kelainan kromosom atau tidak, yang dilakukan sebelum bayi lahir.

    Apa itu kelainan kromosom?

    Sebelum membahas cara mendeteksinya, yang harus dilakukan untuk mengetahui bahwa bayi mengalami kromosom atau tidak, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu kelainan kromosom.

    Kelainan kromosom terjadi saat ada cacat pada kromosom atau pada susunan genetik pada kromosom bayi dalam kandungan. Kelainan kromosom ini bisa dalam bentuk adanya materi tambahan yang mungkin melekat pada kromosom atau adanya sebagian atau seluruh kromosom yang hilang, atau kromosom cacat.

    Setiap penambahan atau penurunan materi kromosom dapat mengganggu perkembangan normal dan fungsi dalam tubuh bayi. Sehingga terdapat banyak jenis berbeda yang disebabkan karena kelainan kromosom ini. Contohnya, Down syndrome memiliki tiga kromosom nomor 21 atau Edward syndrome memiliki tambahan kromosom nomor 18, dan masih banyak lagi.

    Bagaimana cara mendeteksi kelainan kromosom?

    Beberapa tes dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan kromosom saat hamil, di antaranya:

    Amniocentesis

    Amniocentesis merupakan sebuah tes yang dilakukan untuk mendiagnosis kelainan kromosom dan cacat tabung saraf (neural tube defects), seperti spina bifida. Amniocentesis dilakukan dengan cara mengambil sampel dari cairan ketuban yang mengelilingi janin.

    Amniocentesis biasanya dilakukan oleh wanita hamil yang berisiko tinggi memiliki kelainan kromosom pada usia kehamilan 15-20 minggu (trimester kedua), namun bisa dilakukan kapan saja selama kehamilan. Wanita hamil yang memiliki risiko tinggi memiliki kelainan kromosom, antara lain adalah yang akan melahirkan di atas usia 35 tahun atau yang pernah melakukan tes skrining kelainan serum maternal.

    Amniocentesis dilakukan dengan cara memasukkan jarum melalui perut ibu ke dalam kantung ketuban bayi di dalam rahim untuk mendapatkan sampel cairan ketuban bayi. Bantuan ultrasound diperlukan guna memandu pemasukan dan pengeluaran jarum. Sekitar tiga sendok makan cairan ketuban kemudian dikeluarkan melalui jarum. Sel-sel dari cairan ketuban ini kemudian digunakan untuk pengujian genetik di laboratorium. Hasil biasanya akan keluar sekitar 10 hari sampai 2 minggu, tergantung masing-masing laboratorium. Risiko keguguran setelah amniocentesis adalah 1/500 sampai 1/1000 kehamilan.

    Wanita yang sedang hamil anak kembar perlu untuk diambil sampelnya dari masing-masing cairan ketuban bayi untuk mempelajari setiap bayi. Hal ini tergantung dari posisi posisi bayi dan plasenta, jumlah cairan, dan anatomi wanita, karena kadang-kadang amniocentesis tidak bisa dilakukan. Perlu diketahui bahwa cairan ketuban mengandung sel-sel bayi yang mengandung informasi genetik.

    Chorionic Villus Sampling (CVS)

    Jika amniocentesis melibatkan pengambilan sampel cairan ketuban, CVS melibatkan pengambilan sampel dari jaringan plasenta. Jaringan pada plasenta memiliki materi genetik yang sama dengan yang ada di janin, sehingga jaringan ini dapat dilakukan pengujian untuk kelainan kromosom dan beberapa masalah genetik lain. Namun, CVS tidak dapat menguji cacat tabung saraf terbuka. Oleh karena itu, wanita hamil yang sudah tes CVS mungkin juga memerlukan tes darah pada trimester kedua untuk mengetahui risiko cacat tabung saraf karena CVS tidak dapat memberikan hasil uji tersebut.

    CVS biasanya dilakukan pada wanita hamil yang memiliki risiko kelainan kromosom atau yang memiliki riwayat cacat genetik. CVS dapat dilakukan pada usia kehamilan antara 10-13 minggu (trimester pertama). Namun, CVS dapat memicu risiko keguguran sekitar 1/250 sampai 1/300.

    CVS dilakukan dengan memasukkan tabung kecil (kateter) melalui vagina atau  leher rahim (pilih salah satu) menuju ke dalam plasenta. Pemasukan dan pengeluaran tabung kecil ini juga dipandu oleh ultrasound. Sepotong kecil dari jaringan plasenta kemudian diambil dan dikirim ke laboratorium untuk pengujian genetik. Hasil dari CVS biasanya keluar sekitar 10 hari sampai 2 minggu, tergantung dari masing-masing laboratorium.

    Wanita hamil anak kembar biasanya memerlukan sampel dari masing-masing plasenta, namun hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena kesulitan prosedur dan posisi dari plasenta. Beberapa wanita hamil dilarang melakukan prosedur ini, seperti pada wanita hamil dengan infeksi vagina aktif (misalnya, herpes atau gonore). Wanita hamil yang tidak mendapatkan hasil akurat setelah menjalani prosedur ini mungkin memerlukan amniocentesis sebagai tindak lanjutnya. Hasil yang tidak lengkap atau tidak meyakinkan bisa saja terjadi karena dokter mungkin mengambil sampel yang tidak memiliki cukup jaringan untuk tumbuh di laboratorium.

     

    BACA JUGA

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Andreas Wilson Setiawan

    General Practitioner · None


    Ditulis oleh Arinda Veratamala · Tanggal diperbarui 29/06/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan