Secara emosi tidak siap
Menjadi ibu rumah tangga atau pekerja sama-sama memiliki tingkat stress tertentu. Berdasarkan data NICHD Study of Early Child Care and Youth Development (SECCYD), menjadi orangtua berarti kita harus memfokuskan pada aspek kesehatan mental, menangani konflik antara pekerjaan dan keluarga, terlibat dalam perkembangan anak di sekolah, dan sensitivitas lain mengenai parenting. Jika tingkat emosi seseorang belum siap, ini akan sangat berpengaruh pada perkembangan keluarga dan kognitif anak. Maka memilih untuk tidak memiliki anak mungkin adalah hal yang masuk akal.
Ingin memaksimalkan kehidupan sosial
Keintiman dan keharmonisan rumah tangga yang diiringi kehidupan sosial yang memuaskan, akan membuat kehidupan menjadi lebih bahagia. Setelah menikah, biasanya akan ada perubahan dalam kehidupan sosial. Memiliki tanggung jawab baru seperti punya anak bukanlah hal mudah, karena ini menimbulkan adanya batasan pada kehidupan sosial, seperti tidak bisa terlalu sering lagi berkumpul bersama teman.
Khawatir tak bisa jadi ibu yang baik
Anak-anak sekarang hidup di zaman kompetitif. Mereka diajarkan untuk selalu terdepan dan memiliki inovasi. Anggapan tentang ‘ibu yang baik’ bermunculan, ketika anak meraih prestasi. Orang-orang akan memuji orang uanya dalam hal mendidik. Begitu juga ketika anaknya nakal, maka orang-orang akan menyalahkan orang tuanya. Ketika memilih untuk tidak memiliki anak, maka perempuan tidak perlu takut dengan anggapan itu.
Apakah memiliki anak menakutkan?
Melihat sisi positif tidak memiliki anak memang membuat perempuan berpikir dua kali untuk memiliki anak. Namun, benarkah memiliki anak itu berarti memiliki tanggung jawab yang menakutkan?
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar