backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Hati-hati, Karbohidrat dan Susu Bisa Menurunkan Kesuburan Pria

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None


Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 07/01/2021

    Hati-hati, Karbohidrat dan Susu Bisa Menurunkan Kesuburan Pria

    Masalah infertilitas atau tidak subur setidaknya dialami oleh 10-15% pasangan yang sedang mencoba untuk memiliki keturunan. Banyak hal yang mempengaruhi kesuburan, salah satunya adalah makanan yang dikonsumsi.  Seperti pada hasil yang baru-baru ini muncul yang menyatakan bahwa mengonsumsi karbohidrat dan susu mempengaruhi kualitas sperma pada laki-laki sehingga dapat menyebabkan ketidaksuburan.

    Konsumsi karbohidrat berlebih menurunkan jumlah sperma

    Penelitian ini dibahas pada rapat rutin yang diadakan oleh American Society for Reproductive Medicine di San Diego. Para peneliti melibatkan sebanyak 200 laki-laki sehat dengan kelompok umur 18 hingga 22 tahun dan memiliki aktivitas fisik yang tinggi dan memiliki nilai rata-rata indeks massa tubuh (IMT) sebesar 25,3 kg/m2. Kemudian, diketahui bahwa kelompok tersebut mengonsumsi karbohidrat hampir setengah dari total asupannya dalam sehari. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa orang yang mengonsumsi lebih banyak karbohidrat memiliki jumlah sperma yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang mengonsumsi karbohidrat yang sedikit.

    Selain itu, dalam penelitian ini juga ditemukan hubungan antar indeks glikemik dengan jumlah dari sperma. Indeks glikemik adalah ukuran seberapa cepat karbohidrat yang dimakan kemudian diubah menjadi gula darah dalam tubuh. Hasil penelitian menemukan bahwa orang yang mengonsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi memiliki jumlah sperma yang lebih sedikit, semakin rendah indeks glikemik dari makanan yang dikonsumsi, semakin banyak sperma yang kelompok tersebut hasilkan. Kelompok orang yang mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik tertinggi memiliki jumlah sperma sebanyak 32 juta/ml sedangkan kelompok dengan indeks glikemik terendah mampu memproduksi sperma sebanyak 59 juta/ml. Namun dalam penelitian tersebut tidak ditemukan adanya hubungan konsumsi karbohidrat dengan bentuk serta gerakan sperma.

    Kenapa karbohidrat bisa mempengaruhi sperma?

    Hubungan karbohidrat dengan sperma masih belum jelas. Namun, jawaban yang paling masuk akal dan paling mungkin adalah konsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi serta indeks glikemik yang besar dapat menyebabkan seseorang mengalami overweight atau bahkan obesitas. Sebuah penelitian lain yang terdapat pada Journal Human Reproduction menyatakan bahwa laki-laki yang memiliki nilai IMT yang melebihi normal cenderung memiliki jumlah sperma yang sedikit dan kualitas air mani yang kurang baik. Hal tersebut dapat terjadi karena penyimpanan lemak yang terlalu banyak di dalam tubuh bisa mengubah hormon testoteron pada laki-laki menjadi hormon estrogen yang merupakan hormon yang ada pada perempuan.

    Teori lain juga menyebutkan hormon leptin yang meningkat dalam tubuh dapat mempengaruhi kualitas sperma. Hormon leptin merupakan hormon yang berfungsi untuk menekan nafsu makan dan akan muncul ketika perut seseorang sudah terisi penuh. Namun, karena makan terlalu banyak sehingga hormon leptin tidak lagi bekerja dengan baik dan sesuai fungsinya, kemudian mempengaruhi sperma pada laki-laki.

    Konsumsi susu mempengaruhi gerakan serta kualitas sperma

    Tidak hanya pola makan sumber karbohidrat saja yang diteliti, tetapi kebiasaan konsumsi susu pada kelompok pria tersebut juga diperhatikan. Responden diminta untuk mengisi kuesioner terkait makanan yang dimakannya sehari-hari. Sebelumnya, telah ditentukan bahwa sebanyak 28 gram keju, satu sendok makan krim, satu sendok besar es krim, atau satu gelas susu full cream dinyatakan sebagai satu porsi dari produk susu. Dalam penelitian tersebut, para ahli melihat bentuk serta kecepatan dari gerakan sperma dari kelompok orang yang biasa mengonsumsi susu atau produk susu. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kelompok yang mengonsumsi produk susu setidaknya 3 porsi dalam satu hari memiliki penurunan kualitas sperma sebanyak 25% dibandingkan dengan kelompok yang mengonsumsi produk susu lebih sedikit.

    Peneliti menyimpulkan bahwa hormon estrogen yang biasa dikandung dalam susu beserta produknya yang lain bisa mempengaruhi sistem reproduksi laki-laki, termasuk kualitas sperma. Hormon estrogen merupakan hormon yang terdapat di dalam tubuh perempuan dan berfungsi untuk mengatur sistem reproduksi perempuan.

    Pestisida dalam susu juga berpengaruh

    Selain itu, peneliti juga menganggap bahwa pestisida yang mungkin terdapat di dalam susu mempengaruhi gerakan serta bentuk sperma yang dihasilkan. Pestisida bisa ada di dalam susu karena sapi yang menghasilkan susu tersebut diberikan tanaman atau makanan yang terkontaminasi pestisida, sehingga membuat susu sapi juga terkontaminasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Harvard School of Public Health yang menemukan bahwa orang yang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi pestisida dalam makanannya menghasilkan sperma 50% lebih sedikit dari pada orang yang tidak mengonsumsi makanan yang terkontaminasi pestisida.

    Bukan berarti Anda tak boleh mengonsumsi karbohidrat dan susu

    Informasi di atas tidak berarti Anda harus mengurangi atau bahkan tidak mengonsumsi karbohidrat atau produk susu sama sekali. Yang perlu Anda perhatikan hanya jenis karbohidrat dan susu yang dikonsumsi. Lebih baik mengurangi konsumsi jenis karbohidrat sederhana, yaitu berupa gula, serta berbagai makanan manis lainnya, dan memperbanyak karbohidrat kompleks seperti kentang, roti gandum, dan sereal. Selain itu, perhatikan juga kadar indeks glikemik dari makanan yang Anda makan.

    Sedangkan jika Anda sudah terbiasa mengonsumsi susu setiap hari, tidak ada salahnya untuk mencoba susu kedelai atau susu yang berbahan nabati lainnya yang mungkin lebih aman dikonsumsi.

    BACA JUGA

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Andreas Wilson Setiawan

    General Practitioner · None


    Ditulis oleh Nimas Mita Etika M · Tanggal diperbarui 07/01/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan