backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Menelisik Penyebab Meningkatnya Kasus Depresi pada Remaja

Ditulis oleh dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ · Psikiatri · None


Tanggal diperbarui 28/12/2023

    Menelisik Penyebab Meningkatnya Kasus Depresi pada Remaja

    Kecemasan dan kesedihan bukanlah fenomena baru di kalangan anak remaja. Namun, dalam beberapa tahun terakhir terdapat peningkatan signifikan dalam kasus remaja atau orang muda berusia 12 – 20 tahun yang tercatat mengalami depresi berat. 

    Apa yang menyebabkan peningkatan kasus depresi pada remaja dan bagaimana mencegahnya?

    Beberapa penyebab meningkatnya kasus depresi pada remaja

    depresi pada remaja harus ditangani

    Terdapat beberapa hal yang sebenarnya menjadi pencetus kasus depresi pada remaja yang meningkat. Berikut daftarnya.

    1. A modern-day diagnosis

    Sebelum tahun 1980, para profesional kesehatan jiwa ragu dalam menegakkan diagnosa depresi pada remaja. Hal ini karena saat itu perubahan mood pada usia remaja masih dianggap hal yang wajar.

    Sehingga memungkinkan remaja yang sebetulnya mengalami depresi jadi tidak tertangani dengan baik karena dianggap mengalami perubahan suasana hati yang wajar.

    Saat ini, kami para profesional kesehatan jiwa, sudah memiliki kriteria yang lebih jelas untuk menegakkan diagnosa depresi pada remaja. Perkembangan ilmu ini yang membuat catatan angka kejadian meningkat.

    2. Hyper-connected and overstimulated

    Remaja era milenium terhubung dengan internet dan media sosial hampir setiap saat. Interaksi dengan internet dapat menimbulkan beberapa efek negatif pada kondisi perkembangan psikologis remaja.

    Salah satu yang paling kentara adalah pemikiran yang menganggap dirinya berharga berdasarkan komentar dan jumlah likes yang remaja dapatkan di media sosial.

    3. Uncertain times

    Salah satu faktor stres yang dihadapi generasi masa kini ialah tumbuh dalam ketidakpastian atau waktu yang tidak menentu. Tak cuma ketidakpastian akan masa depan tapi juga ketakutan dan perasaan tidak aman.

    Anak merasa kapan pun dapat terjadi hal buruk seperti perundungan (bullying), kecelakaan, kasus perampokan, pemanasan global, dll. Kondisi seperti ini sangat memengaruhi kondisi depresi pada remaja. 

    Belum lagi pandemi COVID-19 yang juga dapat memberi kesan bahwa dunia bukanlah tempat yang aman bagi remaja dan masa depannya. Kondisi saat ini semakin meningkatkan kecemasannya yang sudah tinggi.

    4. Not enough sleep

    Kurangnya kuantitas dan kualitas tidur banyak dialami oleh remaja saat ini. Penyebabnya adalah banyaknya tugas dan aktivitas berselancar di internet yang tidak bisa dikendalikan. 

    Tidur yang kurang akan berdampak pada kondisi fisik dan psikologis remaja.

    5. Lack of community

    Hidup di zaman yang serba cepat dan penuh stres tentunya tidak mudah. Sayangnya, saat ini kurang komunitas positif dan suportif untuk perkembangan kesehatan jiwa remaja. 

    Kondisi kurangnya komunitas pendukung ini berdampak pada mudahnya depresi terjadi terutama bagi mereka yang kurang memiliki dukungan dari orang-orang terdekat seperti orangtua, keluarga, dan guru.

    Peran orangtua untuk mencegah kasus depresi pada remaja

    orang tua menghadapi anak yang menunjukkan gejala depresi

    Hal penting yang perlu digarisbawahi adalah orangtua perlu menyadari bahwa kesehatan mental remaja sama pentingnya dengan kesehatan fisiknya.

    Sebagai orangtua, tentu kita sangat memperhatikan kesehatan buah hati. Membawanya ke dokter dan memberikan obat ketika anak demam, batuk, dan semacamnya. Tapi, sudahkah kita sebagai orangtua peduli terhadap kesehatan jiwa anak?

    Gejala depresi pada anak remaja sering kali tersembunyi. Karena itu, marilah untuk lebih perhatian dalam melihat perubahan-perubahan kecil.

    Ketika muncul gejala-gejala depresi pada anak remaja, segeralah berkonsultasi dengan profesional kesehatan jiwa seperti psikolog atau psikiater, perawat jiwa, atau dokter umum terlatih untuk segera mendapat pertolongan.

    1. Peran orangtua dalam mengenali tanda depresi pada remaja

    Mengenali gejala depresi membantu orangtua melakukan pencegahan ataupun deteksi dini agar bisa dilakukan penanganan dengan segera. 

    Menurut buku manual diagnosa kesehatan jiwa DSM 5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), depresi pada anak remaja memiliki tanda dan gejala sebagai berikut.

    1. Suasana hati yang sedih atau mudah tersinggung (baper).
    2. Minat yang menurun, sulit menikmati keseharian.
    3. Penurunan konsentrasi dan sulit membuat keputusan (lemot).
    4. Kualitas dan kuantitas waktu tidur tidak sesuai, mungkin insomnia (sulit tidur) atau hipersomnia (terlalu banyak tidur).
    5. Perubahan nafsu makan atau perubahan berat badan.
    6. Kelelahan yang berlebihan, mudah capek, energi berkurang.
    7. Memiliki perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan.
    8. Pikiran berulang tentang kematian atau keinginan bunuh diri.
    9. Agitasi psikomotor (gelisah) atau malas bergerak (mager).

    Seorang remaja bisa dikatakan mengalami depresi jika mengalami gejala-gejala di atas yang berlangsung selama setidaknya 2 minggu berturut turut.

    Semua gejala tersebut dapat mengganggu kehidupan sehari hari di sekolah, lingkungan sosial, dan keluarga. 

    2. Peran orangtua dalam mendukung pencegahan kasus depresi pada remaja

    Depresi pada anak remaja dapat dicegah dengan melakukan pola asuh yang tepat untuk mendukung kondisi mental anak. Berikut daftar pencegahan yang bisa dilakukan orangtua terhadap anak remajanya.

    • Love: Berikan cinta kasih dan perhatian pada anak dan pastikan anak tahu bahwa kita, orangtua, selalu ada untuknya.
    • Conversation: Dorong anak untuk mau bercerita tentang apa yang dialaminya, buat suasana yang membuat ia nyaman dan bebas bercerita.
    • Listen: Pastikan kita mendengarkan apa yang anak ceritakan. Iya mendengarkan, bukan langsung menegur apalagi menghakimi.
    • Feeling: Cari tahu apa yang anak sedang rasakan dan konfirmasi perasaan tersebut.
    • Symptoms: Kenali kemunculan tanda dan gejala depresi yang telah diuraikan di atas.
    • Behavior: Waspada terhadap berbagai perubahan perilaku yang ditunjukkan anak.
    • Patience: Sabar dalam menghadapi anak remaja, jangan memberi tekanan yang berat baginya.
    • Educate: Sampaikan pada anak apa itu kesehatan jiwa dan pentingnya menjaga jiwa tetap sehat.
    • Coping: Bantu anak dalam mempelajari mekanisme koping atau adaptasi yang efektif dalam menghadapi stres, misalnya dengan relaksasi.
    • Rest time: Pastikan anak memiliki waktu tidur yang cukup dan berkualitas.
    • Problem solving: Bantu anak dalam mencari pemecahan masalah yang efektif dan realistis.
    • Environment: Berikan anak lingkungan yang kondusif dan suportif untuk perkembangan mentalnya.
    • Support: Secara reguler selalu berikan dukungan, motivasi dan pujian bagi anak.
    • Exercise: Pastikan anak melakukan olahraga secara rutin untuk menjaga kesehatan fisik dan jiwanya tetap baik.
    • Be proud: Sampaikan selalu pada anak bahwa kita bangga padanya, hal ini penting untuk membangun harga diri dan percaya dirinya
    • Help: Datang dan berkonsultasi dengan profesional untuk mendapatkan pertolongan.

    Orangtua pasti ingin anaknya memiliki prestasi gemilang dan nilai bagus di sekolah. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kesehatan jiwa anak jauh lebih penting dari itu semua.

    Kita perlu berhenti menganggap bahwa kasus depresi pada remaja hanya sesuatu yang dibuat-buat atau usaha ia mencari perhatian.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditulis oleh

    dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ

    Psikiatri · None


    Tanggal diperbarui 28/12/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan