Infeksi virus Epstein-Barr dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami mononukleosis dan beberapa penyakit serius lainnya.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Infeksi virus Epstein-Barr dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami mononukleosis dan beberapa penyakit serius lainnya.
Simak pembahasan berikut untuk memahami penularan, gejala, cara mengobati, dan pencegahan penyakit infeksi ini.
Virus Epstein-Barr (EBV) yang juga dikenal sebagai human herpesvirus 4 adalah anggota dari virus herpes yang sangat umum menyerang manusia di seluruh dunia.
Jenis virus yang pada umumnya ditularkan melalui air liur ini paling dikenal sebagai penyebab mononukleosis atau penyakit mono.
Sebagian besar kasus infeksi mononukleosis yang menyerang anak-anak menimbulkan gejala ringan yang menyerupai pilek.
Akan tetapi, remaja atau orang dewasa yang terinfeksi EBV biasanya mengalami gejala berupa demam, sakit tenggorokan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Setelah menginfeksi, EBV akan tetap berada dalam tubuh manusia seumur hidup. Hal ini mungkin berisiko menyebabkan komplikasi yang ringan hingga serius.
Umumnya, infeksi EBV pada masa kanak-kanak tidak menimbulkan gejala. Infeksi ini mungkin hanya menimbulkan gejala ringan, mirip seperti pilek atau flu.
Sementara itu, remaja atau orang dewasa yang terinfeksi virus Epstein-Barr mungkin bisa merasakan tanda dan gejala yang lebih berat, meliputi:
Gejala yang dialami oleh remaja dan orang dewasa bisa berlangsung selama 2–4 minggu. Akan tetapi, kelelahan mungkin bertahan dalam hitungan minggu dan bahkan bulan.
EBV paling sering menular melalui air liur. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), penularan EBV lewat air liur bisa terjadi saat:
Selain dari air liur, EBV nyatanya juga bisa menyebar melalui darah dan air mani selama kontak seksual, transfusi darah, atau transplantasi organ tubuh.
Saat terinfeksi virus Epstein-Barr, Anda tidak perlu mengalami tanda atau gejala terlebih dahulu untuk menularkan virus ini pada orang lain.
EBV akan tetap ada di dalam tubuh dengan kondisi tidak aktif (laten). Selama periode ini, Anda tidak dapat lagi menyebarkannya ke orang-orang di sekitar.
Namun, beberapa kondisi tertentu dapat menyebabkan EBV aktif kembali, seperti stres, melemahnya sistem kekebalan tubuh, hingga menopause dan perubahan hormon.
Kondisi ini bisa menimbulkan gejala yang sama seperti infeksi EBV awal dan pasien kembali berpotensi menularkan virus ke orang lain.
Selain penyakit mononukleosis, infeksi EBV juga bisa berperan dalam perkembangan beberapa masalah kesehatan lain seperti berikut ini.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Genetics (2018) menemukan bahwa EBNA2, protein yang dihasilkan EBV terkait dengan peningkatan risiko terkena lupus.
Mekanisme ini juga dipercaya terkait dengan perkembangan gangguan autoimun lain, meliputi:
Akan tetapi, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui secara pasti hubungan antara infeksi virus Epstein-Barr dengan gangguan autoimun ini.
Dikutip dari situs American Cancer Society, infeksi EBV dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena beberapa jenis kanker, seperti:
Meski begitu, kebanyakan orang yang pernah terinfeksi EBV tidak akan mengalami jenis kanker tersebut.
Kanker yang berkaitan dengan infeksi EBV jarang terjadi. Jumlah kasusnya bahkan hanya 1% dari keseluruhan kasus kanker di seluruh dunia.
Para ahli dari Sheppard Pratt Health System, Amerika Serikat, menemukan tingkat infeksi EBV yang lebih tinggi pada 84 orang yang mengidap skizofrenia.
Pengidap skizofrenia mempunyai tingkat antibodi terhadap protein EBV yang lebih tinggi. Para ahli percaya bahwa hal ini berperan dalam menurunnya kemampuan kognitif.
Paparan EBV diduga dapat menurunkan fungsi kognitif pada orang-orang dengan skizofrenia. Akan tetapi, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara keduanya.
Saat pemeriksaan awal, dokter akan bertanya mengenai gejala dan riwayat medis Anda. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan pada bagian tubuh tertentu, seperti leher, tenggorokan, dan perut.
Gejala infeksi virus Epstein-Barr umumnya mirip dengan penyakit lain. Maka dari itu, dokter mungkin akan menyarankan tes darah untuk memeriksa apakah terdapat antibodi tertentu di dalamnya.
Berikut merupakan bebreapa jenis antibodi yang dapat menunjukkan infeksi EBV dalam tubuh Anda.
Karena tahapan kemunculan antibodi EBV berbeda-beda, dokter mungkin akan meminta Anda untuk melakukan tes antibodi ulang dalam beberapa hari hingga minggu.
Pengobatan untuk infeksi EBV bertujuan untuk meredakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Beberapa hal yang umumnya bisa Anda lakukan meliputi:
Apabila infeksi disertai dengan pembesaran limpa, dokter akan menganjurkan Anda untuk tidak melakukan olahraga berat guna mencegah pecahnya limpa.
Tidak ada vaksin untuk mencegah infeksi EBV. Namun, berikut beberapa langkah yang bisa Anda lakukan untuk mencegah penularan virus dari orang lain.
Apabila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai kondisi ini, konsultasikanlah dengan dokter untuk mendapatkan solusi terbaik atas masalah Anda.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar