backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Radang Usus Buntu (Apendisitis)

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Angelin Putri Syah · Tanggal diperbarui 30/06/2022

Radang Usus Buntu (Apendisitis)

Definisi

Apa itu penyakit usus buntu?

Apendisitis atau usus buntu (radang usus buntu) adalah gangguan pencernaan berupa peradangan pada usus buntu (appendix). Usus buntu sendiri merupakan organ berbentuk selang kecil dan tipis yang menempel pada bagian awal usus besar.

Usus buntu terletak di perut bagian kanan bawah. Organ yang satu ini tidak memiliki fungsi, tapi saat tersumbat dapat membahayakan dan bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani.

Jika tidak diatasi dengan segera, ada kemungkinan usus buntu yang meradang dapat pecah, mengeluarkan feses/tinja ke rongga perut.

Hal ini dapat berpotensi menyebabkan infeksi yang membahayakan (peritonitis) atau bisa juga tertutup dan membentuk abses.

Seberapa umumkah penyakit ini?

Penyakit usus buntu merupakan suatu kondisi yang umum dan dapat terjadi pada semua usia. Namun kebanyakan penyakit ini terjadi pada orang-orang yang berusia 10 – 30 tahun.

Penyakit ini dapat dicegah dengan menurunkan faktor risiko Anda. Diskusikan dengan dokter Anda untuk informasi lebih lanjut.

Tanda dan gejala

Apa saja tanda dan gejala penyakit usus buntu?

Gejala penyakit usus buntu yang utama yaitu nyeri perut yang diawali pada area perut tengah atas dekat pusar. Nyeri ini biasanya akan berpindah ke perut kanan bawah dan terasa semakin memburuk ketika Anda batuk atau mengejan (ngeden).

Dikutip dari Mayo Clinic, gejala penyakit usus buntu lainnya dapat berupa:

  • mual dan muntah,
  • kehilangan nafsu makan,
  • sembelit atau diare,
  • susah kentut,
  • perut membesar, serta
  • demam ringan.

Perlu diketahui pula, gejala penyakit usus buntu antara bayi dengan orang dewasa tidak selalu sama. Oleh karena itu, orangtua harus paham betul apa saja gejala-gejala yang muncul terutama pada anak.

Bayi usia 2 tahun atau kurang sering menunjukkan gejala seperti:

Sedangkan untuk anak-anak dan remaja cenderung mengalami:

  • mual dan muntah, serta
  • nyeri perut di sisi kanan bawah perut.

Pada ibu hamil, gejala penyakit usus buntu mungkin mirip dengan ketidaknyamanan selama kehamilan, seperti morning sickness. Gejalanya meliputi berkurangnya nafsu makan, kram perut, mual, dan muntah.

Meski demikian, perlu ditekankan bahwa apendisitis saat hamil bisa menyebabkan rasa nyeri bukan di sisi kanan bawah perut melainkan di perut bagian atas.

Hal tersebut dikarenakan posisi usus terdorong menjadi lebih tinggi akibat adanya janin pada rahim. Selain itu, gejala lainnya adalah terasa sakit ketika buang air. Gejala demam dan diare jarang terjadi pada ibu hamil.

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala apendisitis yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.

Kapan harus periksa ke dokter?

Bila gejala usus buntu terus dibiarkan, penyakit ini bisa berujung pada pecahnya usus buntu dan menyebabkan infeksi berat yang membahayakan nyawa. Terutama jika Anda mengalami: 

Ketika tanda-tanda tersebut telah Anda alami, jangan menunda dan segera periksakan diri ke dokter. Bila Anda masih memiliki pertanyaan lain seputar gejala yang Anda rasakan, konsultasikanlah dengan dokter Anda.

Penyebab dan faktor risiko

Apa penyebab penyakit usus buntu?

Sebenarnya hingga saat ini, alasan mengapa seseorang mengalami apendisitis belum diketahui. Namun, para ahli percaya bahwa penyebab utama penyakit usus buntu adalah penyumbatan.

Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh gumpalan feses, garam kalsium dan feses (fekolit) atau pada kasus yang jarang bisa ditimbulkan oleh tumor. Saat tersumbat, bakteri dapat tumbuh dan berkembang, hingga menyebabkan peradangan dan infeksi.

Hal ini membuat usus  yang buntu membengkak dan terisi nanah. Jika usus pecah, bakteri dapat menyebar dan menyebabkan infeksi ke seluruh tubuh. Pada beberapa kasus, usus yang buntu ini meradang akibat dari infeksi.

Penyebab lainnya adalah lymphoid hyperplasia yang terkait dengan penyakit peradangan dan infeksi seperti penyakit Crohn, campak, amebiasis, gastroenteritis, infeksi pernapasan, dan mononukleosis.

Apa yang meningkatkan risiko terkena apendisitis?

Berikut adalah berbagai faktor risiko penyakit usus buntu.

1. Keturunan

Selain karena penyumbatan oleh feses maupun benda asing, faktor genetik juga ambil bagian dalam kemunculan usus buntu akut. Sebanyak 56 persen penyebab kondisi merujuk pada faktor genetik.

Risiko bisa terjadi pada anak yang setidaknya terikat darah dengan satu anggota keluarga inti yang punya riwayat penyakit usus buntu (aktif atau sudah pernah diobati) meningkat sepuluh kali lipat dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga bebas penyakit usus buntu.

Penyebab penyakit usus buntu akut diturunkan oleh keluarga dilaporkan terkait dengan sistem HLA (antigen leukosit manusia) dan golongan darah.

Mereka juga menemukan bahwa golongan darah A memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami penyakit ini daripada golongan O.

2. Terkena virus

Dr. Edward Livingston, kepala Operasi GI endokrin di UT Southwestern, menyatakan bahwa kondisi ini mungkin saja disebabkan oleh infeksi virus atau infeksi yang belum ditentukan.

Hasil tersebut tertuang dalam sebuah makalah yang terbit di Archives of Surgery edisi Januari pada 2010.

Para peneliti juga menemukan kecenderungan peningkatan kasus penyakit apendisitis ini selama musim panas. Meski begitu, belum ditemukan hubungan sebab-akibat pasti antara kedua faktor ini

3. Kurang makan makanan berserat

Pada dasarnya, makanan bukanlah penyebab apendisitis. Akan tetapi, penyumbatan usus yang kemudian meradang bisa saja terjadi akibat penumpukan makanan tertentu yang tidak hancur saat dicerna.

Misalnya, makanan cepat saji yang tinggi karbohidrat dan rendah serat.

Dalam sebuah penelitian terhadap hampir dua ribu orang anak di Yunani, terdeteksi bahwa anak-anak yang mengalami apendisitis memiliki asupan serat yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang sehat.

Dalam studi kasus lainnya yang dilakukan di Amerika Serikat, ditemukan bahwa anak-anak yang asupan seratnya lebih dari cukup mengalami penurunan risiko apendisitis hingga 30% dibandingkan dengan anak yang jarang makan serat.

Apendisitis paling sering disebabkan oleh penumpukan feses yang mengeras, tanda sembelit.

Serat dapat meningkatkan berat dan ukuran feses karena bersifat menyerap air, membuatnya lebih lunak sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan melalui anus.

Feses yang keras bisa menjadi tanda bahwa Anda kurang mengonsumsi makanan berserat.

4. Paparan polusi udara

Terdapat juga kaitan antara polusi udara, terutama kadar ozon yang tinggi, dan radang usus buntu.

Para ahli tidak yakin mengapa polusi udara terkait dengan peningkatan risiko radang usus buntu, namun kemungkinan kadar ozon yang tinggi meningkatkan peradangan usus atau mengganggu mikroba pada usus.

Penelitian menunjukkan bahwa radang usus buntu lebih sering terjadi pada musim panas.

Kemungkinannya adalah akibat kombinasi peningkatan polusi udara, infeksi pencernaan dan tingginya konsumsi makanan cepat saji dan makanan yang tinggi karbohidrat dan rendah serat.

Diagnosis dan pengobatan

Apa saja tes yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis penyakit ini?

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mengeliminasi penyakit lain yang menghasilkan gejala lain yang menyerupai gejala radang usus buntu.

Dokter akan memulai dengan melakukan pemeriksaan fisik, melihat dan meraba keadaan perut bagian bawah kanan guna mengetahui apakah perut terasa keras atau empuk, dan bila ada rasa sakit saat disentuh.

Selain melihat sensitivitas, dokter akan melakukan beberapa tes sebagai berikut.

  • Tes urine.
  • Pemeriksaan pada bagian pelvis, untuk memastikan ada atau tidaknya gangguan pada reproduksi wanita.
  • Tes kehamilan, bila ada dugaan kehamilan ektopik.
  • Abdominal imaging, guna mengetahui adanya abses atau komplikasi lainnya, dapat dilakukan dengan X-ray, ultrasound atau CT scan.
  • X-ray dada, untuk melihat adanya kemungkinan pneumonia di lobus kanan bawah, sebab gejalanya bisa menyerupai radang usus buntu.

Apa saja pilihan pengobatan untuk penyakit usus buntu?

Pengobatan untuk radang usus buntu bervariasi. Pada kasus yang langka, radang usus buntu dapat membaik tanpa operasi. Perawatan dapat hanya melibatkan antibiotik dan diet cairan.

Sedangkan, kebanyakan pasien membutuhkan operasi untuk sembuh dari penyakit ini. Jenis dari operasi akan tergantung pada detail kasus Anda.

Jika usus buntu menimbulkan abses yang belum pecah, Anda mungkin akan diberikan antibiotik usus buntu terlebih dahulu untuk mencegah infeksi. Kemudian, dokter akan mengeluarkan abses dengan tabung yang dimasukkan melalui kulit.

Setelah itu, dokter akan melakukan operasi pengangkatan usus buntu. Operasi ini dikenal dengan nama apendektomi. Prosedur ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

  • laparoskopi apendektomi, dilakukan menggunakan sebuah selang (scope) yang dimasukkan ke perut untuk melihat dan mengangkat usus buntu, dan
  • apendektomi terbuka, dilakukan dengan membuat sayatan pada perut kanan bawah untuk mengangkat usus yang buntu

Pada kasus yang ringan, kebanyakan orang dirawat selama 1 hari atau malah dapat pulang pada hari yang sama dengan operasi.

Untuk kasus yang berat di mana usus yang buntu sudah pecah, pasien akan dirawat inap lebih lama dan akan diberikan suntikan antibiotik. Dokter akan memonitor adanya komplikasi.

Pengobatan di rumah

Di bawah ini merupakan gaya hidup dan perawatan di rumah yang dapat membantu Anda mengatasi radang usus buntu.

1. Hindari aktivitas berat

Jika apendektomi dilakukan melalui laparoskopi, batasi aktivitas Anda selama 3 – 5 hari. Jika Anda memiliki apendektomi terbuka, batasi aktivitas Anda selama 10 – 14 hari.

Selalu tanyakan dokter tentang batasan pada aktivitas dan kapan Anda dapat kembali melakukan aktivitas normal setelah operasi.

2. Tahan perut Anda saat batuk

Letakkan bantal di atas perut dan berikan tekanan sebelum Anda batuk, tertawa atau bergerak untuk membantu mengurangi rasa sakit.

3. Bangun dan bergerak saat Anda siap

Mulai dengan perlahan dan tingkatkan aktivitas saat Anda sudah merasa siap. Mulailah dengan jalan sedikit demi sedikit dan jangan terlalu terburu-buru.

4. Tidur saat Anda merasa lelah

Saat tubuh Anda dalam pemulihan, Anda mungkin akan lebih merasa mengantuk dari pada biasanya. Santai saja dan beristirahat saat Anda membutuhkannya.

5. Makan makanan yang tinggi serat

Sembelit dapat berkontribusi untuk apendisitis. Jadi, makanan tinggi serat sangatlah dianjurkan.

Makan makanan tinggi serat seperti kacang, mentimun, tomat, bit, wortel, brokoli, kacang polong, beras merah, gandum, biji labu, biji bunga matahari, dan buah, serta sayuran hijau lainnya sangat baik untuk membantu penyembuhan kondisi Anda.

6. Mencoba obat alami

Anda juga bisa mencoba obat-obatan alami untuk meringankan gejala usus buntu. Beberapa bahan seperti minyak jarak dan bawang putih dipercaya bisa membantu kondisi Anda.

Bawang putih dengan kandungan anti-peradangan bisa mengurangi radang di usus buntu, sedangkan minyak jarak bisa bantu mengatasi penyumbatan pada usus buntu.

Meski demikian, Anda tetap harus berkonsultasi kepada dokter mengenai penggunaan bahan alami untuk memastikan bahan tersebut tidak memberikan efek yang berbahaya.

Pencegahan dan peringatan

Benarkah penyakit usus buntu bisa kambuh?

Sebenarnya, sampai saat ini para ahli tidak mengetahui penyebab pasti dari apendisitis yang kambuh lagi. Ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan radang usus buntu kambuh dan membuat Anda mengalami rasa sakit di bagian perut kanan bawah.

Sebuah penelitian pada 2013 mengungkapkan bahwa peluang penyakit usus buntu kambuh bisa diakibatkan karena ketika operasi usus buntu, masih ada sisa-sisa atau bagian usus yang masih tertinggal.

Studi lain juga menyatakan hal yang sama. Bila infeksi berikutnya terjadi pada bekas operasi, bisa disebabkan karena masih ada bagian usus buntu yang tersisa sekitar 3 – 5 milimeter.

Ketika radang usus buntu kambuh, maka hal ini biasanya akan ditangani dengan cara melakukan operasi usus buntu lagi.

Inilah mengapa saat Anda merasakan sakit seperti saat mengalami penyakit usus buntu beberapa waktu lalu, segera periksakan diri ke dokter.

Bagaimana cara mencegah kondisi ini kambuh?

Karena belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan hal ini, sebenarnya tak ada ketentuan khusus bagaimana mencegah kondisi usus buntu ini.

Namun, Anda bisa melakukan beberapa hal berikut ini untuk menghindari komplikasi setelah melakukan operasi usus buntu yang pertama kalinya.

  • Tetap mengonsumsi makanan yang dianjurkan dokter dan menghindari makanan yang jadi pantangan.
  • Setelah operasi usus buntu berhasil, perbanyak makan serat untuk membantu memperlancar pencernaan.
  • Pastikan tubuh Anda tidak kekurangan cairan dengan cara minum air sebanyak 8 – 10 gelas per hari.
  • Rawat bekas luka dengan baik. Jika sudah diperbolehkan untuk pulang, Anda akan pulang dengan keadaan luka operasi yang masih ‘basah’. Biasanya luka operasi membutuhkan waktu 2 – 3 minggu setelah operasi untuk sembuh benar. Sering-seringlah berkonsultasi dan memeriksakan luka Anda ke dokter.
  • Tanyakan pada dokter kapan Anda dapat melakukan aktivitas fisik kembali. Setiap orang lama sembuhnya berbeda-beda. Namun, rata-rata orang yang baru menjalani operasi usus buntu memerlukan waktu minimal 4 minggu untuk kembali pulih.

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Angelin Putri Syah · Tanggal diperbarui 30/06/2022

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan