backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Waspadai Gejala Penyakit Difteri pada Anak yang Bisa Berakibat Fatal

Ditinjau secara medis oleh dr. Damar Upahita · General Practitioner · None


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    Waspadai Gejala Penyakit Difteri pada Anak yang Bisa Berakibat Fatal

    Difteri adalah momok penyakit yang kembali mewabah di Indonesia sejak tahun 2017 silam. Pada kasus yang parah, difteri bisa menyebar ke organ tubuh lain, seperti kulit, sistem saraf, hingga ke jantung. Dampak difteri bisa lebih fatal jika terjadi pada anak-anak. Oleh karena itu, simak gejala serta tanda difteri pada anak yang perlu orangtua waspadai.

    Sekilas tentang difteri pada anak

    Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyakit ini bisa menular dengan mudah dan terjadi secara cepat.

    Seringkali, penularan terjadi karena memegang benda yang terkontaminasi atau menghirup udara yang mengandung partikel bakteri yang berasal dari batuk atau bersin penderitanya.

    Difteri merupakan salah satu penyakit infeksi pada anak. Ini seringkali menyerang sistem pernapasan (termasuk tenggorokan, hidung, atau amandel) dan kulit.

    Untungnya, penyakit difteri dapat dicegah dengan melakukan vaksinasi difteri.

    Namun, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya vaksin tersebut bisa menyebabkan difteri kembali mewabah.

    Gejala difteri pada anak berdasarkan jenisnya 

    Gejala atau tanda difteri biasanya tidak langsung muncul setelah terpapar bakteri pertama kali. Umumnya, gejala baru tampak dalam 2 hingga 5 hari setelah seorang anak terinfeksi.

    Sebab, bakteri akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu yang rata-rata berlangsung selama 1-10 hari.

    Adapun gejala difteri yang muncul pada anak bisa berbeda tergantung pada jenis difteri yang anak Anda miliki.

    Melansir laman Queensland Government, ada empat tipe difteri yang umum terjadi, yaitu:

    • classical respiratory diphtheria,
    • laryngeal diphtheria,
    • nasal diphtheria, dan
    • cutaneous diphtheria.

    Dari empat jenis tersebut, classical respiratory diphtheria, laryngeal diphtheria, dan nasal diphtheria merupakan difteri yang menyerang sistem pernapasan.

    Pada jenis difteri ini, gejala atau tanda yang utama adalah munculnya selaput abu-abu tebal yang dikenal dengan istilah pseudomembrane.

    Selaput ini merupakan tumpukan dari jaringan mati yang muncul akibat bakteri.

    CDC menyebut, bakteri penyebab difteri membuat toksin atau racun yang dapat membunuh jaringan sehat pada sistem pernapasan.

    Dalam dua hingga tiga hari, jaringan yang telah mati tersebut akan menumpuk dan membentuk lapisan abu-abu tebal di tenggorokan atau hidung.

    Akibatnya, selaput ini menutupi jaringan di hidung, amandel, pita suara, dan tenggorokan sehingga membuat anak susah bernapas dan menelan.

    Inilah alasannya mengapa difteri sebagai penyakit menular yang mematikan. Karena difteri berisiko menghambat jalan napas dan berujung pada kematian.

    Adapun selain gejala utama tersebut, berikut adalah gejala difteri lain pada anak berdasarkan jenisnya.

    1. Gejala difteri respiratori klasik

    Pada jenis difteri ini, ada beberapa gejala yang umum muncul.

    Selain pseudomembrane di atas tenggorokan dan amandel, berikut adalah gejala atau ciri lain dari difteri respiratori klasik.

    Secara perlahan, pseudomembrane menyebabkan anak sesak napas.

    Racun yang keluar dari bakteri pun bisa mengalir ke aliran darah yang kemudian menyebabkan gagal jantung.

    2. Gejala difteri laring

    Difteri laring merupakan jenis difteri yang memengaruhi pita suara (laring). Ini merupakan jenis difteri yang paling sering terjadi pada anak.

    Karena menyerang bagian pita suara, gejala atau tanda utamanya adalah suara anak yang berubah serak dan terdengar bunyi bising atau stridor ketika bernapas.

    Selain itu, beberapa gejala umum terkait sistem pernapasan lainnya bisa muncul, seperti:

    • demam,
    • anak batuk kering, dan
    • kesulitan bernapas.

    Pada kasus difteri parah, pseudomembrane yang timbul di bagian laring dapat menyebabkan koma hingga berujung kematian.

    3. Gejala difteri nasal

    Jenis ini umumnya bersifat ringan, bahkan gejala difteri yang muncul seringkali mirip dengan flu pada anak.

    Pada jenis ini, pseudomembrane biasanya terbentuk di bagian hidung. Selain munculnya selaput tersebut, jenis difteri ini pun sering ditandai dengan keluarnya cairan dari hidung.

    Adapun cairan yang keluar awalnya jernih, tetapi lama kelamaan bisa mengeluarkan nanah atau bahkan bercampur dengan darah.

    Karena bersifat ringan, gejala difteri ini seringkali cepat dihentikan oleh obat antitoksin dan antibiotik dari dokter.

    4. Gejala difteri kulit

    Cutaneous diphtheria atau difteri kulit dapat menyebabkan gangguan pada kulit anak. Jenis difteri lebih umum ditemukan di daerah tropis.

    Pada jenis difteri ini, gejala yang umum muncul adalah sakit, ruam kemerahan, luka terbuka, bisul, atau pembengkakan pada kulit yang mirip dengan infeksi bakteri di kulit.

    Adapun ruam kulit ini sering timbul di bagian badan, terutama kaki. Ruam pada kulit juga akan membentuk selaput lendir atau membran yang dikelilingi oleh bercak merah.

    Selaput lendir ini bisa sembuh dalam waktu dua hingga tiga minggu sekaligus akan meninggalkan bekas luka.

    Kapan harus bawa anak ke dokter?

    Pada beberapa anak, gejala difteri kadang tidak tampak jelas.

    Pada awal kemunculannya, gejala difteri seringkali mirip dengan penyakit pernapasan pada anak, seperti flu atau pilek.

    Namun, bukan berarti Anda bisa mengabaikan gejala yang terjadi pada anak. Hal ini karena gejala difteri bisa berkembang sehingga membutuhkan evaluasi lebih lanjut dari tenaga medis.

    Maka dari itu, segera hubungi dokter apabila anak Anda mengalami gejala atau tanda difteri tertentu, terutama jika ia belum pernah mendapat vaksin difteri.

    Berikut adalah gejala yang perlu Anda waspadai.

    • Sakit tenggorokan yang parah sehingga sulit untuk menelan.
    • Demam tidak tinggi.
    • Nafsu makan anak menurun.
    • Menurunnya daya tahan tubuh anak.
    • Hidung berair dan sulit bernapas.
    • Detak jantung anak meningkat.
    • Pembengkakan kelenjar di leher.
    • Kelemahan ekstrem atau mati rasa pada otot tubuh.
    • Munculnya selaput lendir pada faring atau tenggorokan.
    • Suara berubah serak.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Damar Upahita

    General Practitioner · None


    Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan