backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

1

Tanya Dokter
Simpan

Terlalu Lama Dibiarkan, Trauma Masa Kecil Bisa Picu Penyakit Saat Dewasa

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh Adelia Marista Safitri · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    Terlalu Lama Dibiarkan, Trauma Masa Kecil Bisa Picu Penyakit Saat Dewasa

    Mengalami kejadian traumatis adalah hal yang berat untuk siapa saja, baik pria dan wanita. Terlebih jika kondisi ini sudah dialami sejak kecil, proses pemulihannya pun tentu akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Berdamai dengan trauma di masa lalu memang tidak mudah, tapi perlu dipulihkan sesegera mungkin. Bukan cuma menggerogoti kesehatan jiwa, dampak trauma berkepanjangan ternyata juga bisa memengaruhi kondisi fisik Anda saat dewasa. Salah satunya memicu penyakit kronis yang sulit disembuhkan.

    Penyakit kronis bisa jadi dampak trauma masa kecil

    penyakit ginjal kronis

    Selama ini, Anda mungkin berpikir bahwa penyakit kronis hanya bisa disebabkan oleh kondisi fisik yang tidak prima atau gaya hidup tak sehat. Contohnya kebiasaan merokok, jarang olahraga, makan sembarangan, dan sebagainya.

    Faktanya ternyata tidak sesederhana itu. Tanpa sadar, rasa sakit hingga cacat fisik yang Anda alami saat ini bisa jadi merupakan dampak trauma Anda di masa lalu.

    Temuan mengejutkan ini berasal dari sebuah penelitian pada Journal of Pain tahun 2016 silam. Menurut penelitian yang diprakarsai oleh Robert R. Edwards dan timnya ini, dampak trauma masa lalu yang tak segera disembuhkan cukup serius, yaitu meningkatkan risiko penyakit kronis hingga dua kali lipat.

    Anak-anak yang mengalami kejadian traumatis sejak kecil berisiko hingga 97 persen terkena penyakit kronis saat dewasa. Penyebab traumanya bisa bermacam-macam. Mulai dari pelecehan seksual, kekerasan verbal, kekerasan emosional, perceraian orangtua, penyalahgunaan zat adiktif, hingga kematian orangtua.

    Kenapa begitu?

    dampak trauma

    Dampak trauma dan tekanan batin memang sangat berat bagi orang yang mengalaminya. Apalagi kalau Anda telah memendam trauma ini sejak kecil, maka akibatnya bisa jauh lebih serius hingga terbawa sampai dewasa.

    Stres berkepanjangan bukan hanya memengaruhi kesehatan jiwa saja, tapi juga mengundang berbagai penyakit dalam tubuh. Hal ini berhubungan dengan cara kerja otak saat menanggapi trauma yang kita alami.

    Trauma, baik secara fisik maupun emosional, akan memicu respon stres tubuh sehingga membuat Anda lebih waspada terhadap ancaman dari luar. Ketika Anda mengalami ketakutan yang luar biasa, sistem saraf tubuh akan bergerak sangat aktif untuk melindungi diri dari bahaya. Para ahli trauma menyebut hal ini sebagai tahap hyperarousal atau rangsangan berlebihan.

    Setelah traumanya mulai mereda, rangsangan berlebihan pada sistem saraf akan berangsur-angsur menurun sehingga Anda merasa jauh lebih tenang. Namun, jangan salah. Sisa-sisa rangsangan dan luka traumatis yang Anda alami ini akan tetap ada dan bahkan terus membekas dalam tubuh Anda.

    Trauma mungkin saja kambuh sewaktu-waktu

    Jika ditelisik lebih dalam, otak bisa saja melepaskan rangsangan berlebihan ini sewaktu-waktu, terutama ketika Anda mengalami kejadian buruk di kemudian hari. Bila terus dibiarkan, jaringan saraf yang ada di otak bisa rusak dan memicu penyakit kronis pada beberapa bagian tubuh.

    Misalnya Anda pernah merasa sangat kehilangan dan trauma karena orangtua meninggal sejak Anda masih kecil. Bertahun-tahun kemudian, Anda harus kembali menelan pahit saat orang terdekat yaitu pasangan Anda meninggal akibat kecelakaan.

    Ketika pengalaman buruk ini kembali terulang, rasa trauma yang telah lama terpendam alias tidak aktif akan kembali muncul ke permukaan. Otak akan mulai memproduksi zat-zat kimia dan hormon stres untuk mengeluarkan rasa sakit yang semakin kuat.

    Rasa nyeri ini tidak hanya mengganggu sistem saraf otak, tapi juga bisa menjalar ke bagian tubuh lainnya. Lama kelamaan, hal ini dapat memicu penyakit kronis.

    Seorang psikiater di Australia, dr. Michelle Atchison, mengatakan bahwa semakin dini usia Anda saat mengalami trauma, maka semakin besar pula kemungkinan Anda terkena complex post-traumatic stress disorder (CPTSD).

    Gejala CPTSD tentu lebih parah daripada gejala PTSD, bahkan gejalanya bisa sangat sulit dideteksi dari sisi medis. Ini karena gejalanya mirip seperti gejala berbagai penyakit kronis lainnya seperti penyakit jantung koroner, bronkitis kronis dan asma, sindrom iritasi usus, hingga psoriasis.

    Cara mengurangi dampak trauma masa lalu

    manfaat sering menangis

    Memang tidak mudah untuk mengurangi atau bahkan melupakan semua pengalaman buruk di masa lalu. Akan tetapi, ini bukan berarti Anda akan terus-menerus membiarkan trauma ini ada bahkan sampai memicu penyakit kronis, bukan?

    Tenang, berikut ini langkah-langkah yang bisa Anda lakukan untuk memulihkan trauma yang mengganggu:

    1. Kenali gejala trauma

    Supaya Anda lebih mampu mengendalikan respons trauma yang bisa terjadi kapan saja, kenali tanda-tanda reaksi trauma pada tubuh. Tubuh yang mulai stres karena trauma biasanya ditandai dengan:

    • Rasa sakit yang lebih lama dari orang lain
    • Sakit kepala dan sakit perut terus-menerus tanpa sebab
    • Ketergantungan narkoba dan alkohol
    • Mengalami gangguan makan
    • Sering menyakiti diri sendiri
    • Menarik diri dari orang lain
    • Kecemasan berlebihan
    • Susah tidur

    2. Tenangkan diri

    Begitu gejala trauma muncul, segera tenangkan diri Anda dengan latihan pernapasan. Duduklah dengan posisi ternyaman Anda, lalu atur napas perlahan.

    Sambil menutup mata, tarik napas dalam melalui hidung dan embuskan sepelan mungkin melalui mulut. Rasakan energi positif masuk ke dalam tubuh Anda dan biarkan otot-otot tubuh jadi lebih rileks.

    3. Luapkan emosi

    Ingat, Anda tak perlu repot-repot menutupi perasaan Anda, lho. Tumpahkan saja jika sudah tak bisa dibendung. Tidak masalah jika Anda ingin marah atau menangis untuk meluapkan emosi yang ada.

    Namun, bukan berarti Anda boleh mengamuk atau menyakiti orang di sekitar, ya. Ada baiknya tuangkan emosi Anda dengan menulis jurnal, menggambar, atau bermain musik. Berbicara atau menulis tentang pengalaman Anda bisa membantu mengurangi dampak trauma yang dialami.

    4. Cerita pada orang yang dipercaya

    Jika Anda merasa nyaman bercerita ke orang lain, lakukan saja. Ceritakan masalah dan pengalaman buruk Anda hanya kepada orang yang Anda percaya. Entah itu orangtua, saudara kandung, atau sahabat terdekat. Mintalah dukungan mereka untuk membantu Anda keluar dari rasa trauma.

    5. Konsultasi ke dokter atau terapis

    Jika Anda sudah melakukan berbagai cara tapi masih saja merasa trauma, sudah waktunya bagi Anda untuk ke dokter atau terapis. Anda mungkin dianjurkan untuk melakukan terapi tertentu guna memulihkan trauma masa kecil.

    Dengan melakukan terapi secara rutin, Anda akan lebih mampu mengelola emosi dan menekan reaksi trauma yang bisa kambuh sewaktu-waktu. Dokter juga akan memeriksa kesehatan Anda secara menyeluruh untuk mencegah timbulnya risiko penyakit kronis.

    Cara ini memang tidak bisa 100 persen menyembuhkan trauma dan risiko penyakit kronis yang Anda alami. Namun, setidaknya hal ini bisa membantu mengurangi dampak trauma yang menghantui hidup Anda.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh Adelia Marista Safitri · Tanggal diperbarui 07/09/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan