backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Broken Heart Syndrome: Kelainan Jantung Akibat Patah Hati

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Annisa Hapsari · Tanggal diperbarui 08/07/2021

    Broken Heart Syndrome: Kelainan Jantung Akibat Patah Hati

    Anda tentu salah satu dari sekian banyak orang yang tak pernah luput dari perasaan galau. Entah karena beban pekerjaan, keuangan, atau patah hati. Namun, tahukah Anda bahwa penyakit patah hati memang benar-benar ada? Dalam dunia medis, penyakit yang dapat menyerang jantung ini disebut broken heart syndrome. Temukan penjelasan lengkap mengenai broken heart syndrome berikut ini.

    Apa itu broken heart syndrome?

    Broken heart syndrome (BHS) atau sindrom patah hati merupakan salah satu penyakit jantung yang sifatnya sementara. Kondisi ini bisa terjadi karena situasi yang menyebabkan stres hingga membuat Anda menjadi emosional.

    Meski begitu, tidak menutup kemungkinan jika Anda mengalami kondisi ini akibat suatu kondisi medis tertentu. Penyakit ini memiliki beberapa nama lain, yaitu takotsubo cardiomyopathy, apical balloning syndrome, atau stress cardiomyopathy.

    Saat mengalami broken heart syndrome, terjadi gangguan fungsi pada bagian jantung yaitu ventrikel. Gangguan ini berkaitan dengan tidak cukupnya aliran darah melalui arteri koroner menuju ke jantung.

    Adanya penyakit ini menandakan bahwa serangan jantung tidak hanya terjadi karena penyakit jantung koroner. Akan tetapi, mungkin saja terjadi karena gangguan mental

    Adanya riwayat stres emosional dapat menjadi pembeda broken heart syndrome dengan penyakit jantung koroner dalam menyebabkan serangan jantung.

    Kondisi ini bisa sembuh tanpa meninggalkan kecacatan permanen pada ventrikel jantung. Hanya saja, dalam sebagian kasus, kondisi ini  bisa menyebabkan kondisi yang fatal atau kematian. 

    Siapa saja yang dapat terkena broken heart syndrome?

    Sindrom patah hati tergolong dalam kelainan psikosomatis yang spesifik pada sistem kardiovaskuler. BHS dijumpai pada 86-100% wanita berusia sekitar 63-67 tahun.

    Sebagian besar kasus broken heart syndrome terjadi pada wanita, khususnya yang telah mengalami masa menopause. Walau begitu, BHS dapat menyerang semua usia tanpa terkecuali. 

    Di Amerika Serikat, BHS dialami oleh 4,78% pasien dengan gambaran klinis STEMI atau unstable angina, sebuah gambaran yang mirip penyakit jantung koroner. Sementara itu, di Indonesia sendiri, jumlah kasus BHS belum dapat diketahui dan hanya sebatas pada laporan kasus.

    Gejala dari broken heart syndrome

    Jika khawatir akan mengalami kondisi ini, berikut adalah beberapa tanda dan gejala yang mungkin bisa Anda waspadai:

    • Terjadi dengan cepat sesaat setelah mengalami stres yang berat.
    • Nyeri dada seperti tertekan benda besar.
    • Napas pendek dan sesak napas yang tiba-tiba.
    • Nyeri lengan/punggung.
    • Tenggorokan terasa tercekik.
    • Detak nadi tidak teratur dan jantung berdebar-debar (palpitasi).
    • Tiba-tiba pingsan (sinkop).
    • Sebagian kasus bisa mengalami syok kardiogenik (kondisi jantung tidak bisa memompa darah sesuai kebutuhan tubuh sehingga berdampak kematian).

    Penyebab broken heart syndrome

    Sebenarnya, belum dapat diketahui dengan pasti penyebab dari sindrom patah hati. Namun, peningkatan hormon stres, seperti hormon adrenalin, dapat menyebabkan kerusakan sementara pada jantung.

    Penyempitan sementara baik pada arteri besar maupun kecil pada jantung mungkin menjadi salah satu pemicu terjadinya kondisi ini.

    Akan tetapi, satu hal yang dapat dipastikan adalah suatu kondisi yang menyebabkan stres fisik maupun mental biasanya mendahului kondisi ini.

    Berikut adalah beberapa kondisi yang mungkin menjadi pemicu dari broken heart syndrome:

    Stres emosional

    • Kecelakaan, kematian, cedera/luka, atau sakit berat yang menimpa anggota keluarga, sahabat, atau hewan peliharaan.
    • Bencana alam seperti trauma setelah gempa bumi, tsunami, tanah longsor.
    • Krisis keuangan hingga bangkrut.
    • Terlibat perkara hukum.
    • Pindah ke tempat tinggal baru.
    • Berbicara di depan umum (public speaking).
    • Menerima kabar buruk (diagnosis penyakit utama setelah medical check-up, perceraian, konflik keluarga).
    • Tekanan atau beban kerja berlebihan.

    Stres fisik

    • Upaya bunuh diri.
    • Penyalahgunaan obat-obat terlarang seperti heroin dan kokain.
    • Prosedur atau operasi selain jantung, seperti: cholecystectomy, histerektomi.
    • Mengidap penyakit berat dan menahun yang tidak kunjung sembuh.
    • Nyeri berat, misalnya akibat patah tulang, kolik ginjal, pneumothorax, pulmonary embolism.
    • Penyakit hipertiroid: tirotoksikosis.

    Faktor risiko dari broken heart syndrome

    Sementara itu, berikut adalah beberapa kondisi yang meningkatkan peluang Anda mengalami sindrom patah hati:

    • Wanita cenderung rentan mengalami kondisi ini daripada laki-laki.
    • Saat memasuki usia 50 tahun, risiko Anda lebih besar mengalami kondisi ini.
    • Riwayat kesehatan yang berkaitan dengan gangguan saraf, seperti cedera kepala dan epilepsi.
    • Riwayat kesehatan yang berkaitan dengan gangguan mental, seperti gangguan kecemasan dan depresi.

    Jika Anda memiliki salah satu kondisi tersebut dan mengalami gejala dari sindrom ini, pastikan untuk memeriksakan kondisi ke dokter.

    Komplikasi dari broken heart syndrome

    Menurut Cleveland Clinic, kondisi ini harus segera mendapatkan penanganan. Pasalnya, tanpa penanganan yang tepat, Anda dapat mengalami komplikasi, seperti berikut:

  • Kerusakan pada ventrikular kiri jantung.
  • Penyumbatan aliran darah dari ventrikular kiri jantung.
  • Gagal jantung.
  • Penggumpalan darah yang menempel pada dinding ventrikular kiri jantung.
  • Obstruksi saluran keluar ventrikular kiri.
  • Serangan jantung.
  • Kematian.
  • Mencegah broken heart syndrome

    Pencegahan utama yang perlu Anda lakukan agar tidak mengalami salah satu penyakit jantung ini adalah mengelola stres dengan baik.

    Jika Anda sedang mengalami masalah yang berat, cobalah untuk bersikap dan berpikir dengan luas dan komprehensif. Merasa sedih tentu saja boleh, tetapi jangan sampai berlarut.

    Selalu bersikap bijaksana dalam menghadapi persoalan hidup dan melihatnya dari berbagai sudut pandang dan pendekatan yang berbeda mungkin dapat membantu Anda agar lebih mudah mengatasi kondisi penyebab stres.

    Selain itu, memiliki pola hidup yang seimbang juga perlu dan penting, terutama pola makan, aktivitas fisik, dan pola berpikir serta berperilaku.

    Hal tersebut akan sangat membantu Anda untuk menjaga kesehatan fisik dan mental secara menyeluruh. Semakin sehat tubuh, Anda juga akan semakin bahagia.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Annisa Hapsari · Tanggal diperbarui 08/07/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan