backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Benarkah Garam Tidak Boleh Dimasak Karena Akan Jadi Racun?

Ditinjau secara medis oleh dr. Damar Upahita · General Practitioner · None


Ditulis oleh Rr. Bamandhita Rahma Setiaji · Tanggal diperbarui 01/07/2021

    Benarkah Garam Tidak Boleh Dimasak Karena Akan Jadi Racun?

    Semakin hari, semakin banyak isu kesehatan dan makanan yang dibicarakan melalui media sosial. Salah satunya tentang garam katanya tidak boleh dimasak. Alasannya, akan beracun apabila diolah dan dimasak. Benarkah pernyataan tersebut?

    Apa sebenarnya kandungan garam dapur?

    Garam yaitu sumber makanan yang menyediakan mineral bernama natrium untuk tubuh. Garam sering disebut juga dengan natrium klorida sebab garam terdiri dari 40 persen natrium, dan 60 persen klorida.

    Kandungan garam tersebut merupakan mineral yang bertindak sebagai elektrolit penting dalam tubuh. Secara keseluruhan, mineral pada garam membantu menjaga keseimbangan cairan, fungsi saraf, dan fungsi otot tubuh.

    Maka itu, penting untuk mendapatkan asupan garam dalam asupan harian Anda. Namun, jangan sampai berlebihan. Terlalu banyak mengonsumsi garam dapat meningkatkan risiko mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) dan penyakit jantung.

    Batas maksimal makan garam harian yang tepat yakni kurang dari satu sendok teh untuk orang dewasa. Sedangkan untuk anak usia 5 tahun ke atas, batas aman asupan garam dalam sehari yaitu setengah sampai tiga perempat sendok teh.

    Apa yang terjadi saat garam dimasak?

    Garam merupakan kumpulan dari zat gizi mineral. Memasak tidak mengurangi kadar mineral pada makanan dalam jumlah yang besar. Kalaupun berkurang, jumlahnya pun tidak terlalu banyak.

    Mineral dalam makanan yang biasanya tidak dipengaruhi oleh proses memasak yakni kalsium, natrium, yodium, zat besi, zinc (seng), mangan, dan kromium.

    Betulkah garam tidak boleh dimasak?

    Memasak garam tidak akan mengubah mineral ini menjadi racun. Seperti yang sudah diulas sebelumnya, kandungan garam yakni beragam mineral.

    Beragam mineral tersebut tidak berubah menjadi racun atau zat berbahaya selama komposisi garam merupakan bahan yang aman alias tidak diberikan campuran tertentu oleh produsennya.

    Maka itu, isu bahwa garam tidak boleh dimasak merupakan hoaks yang tidak terbukti kebenarannya.

    Kapan sebaiknya memasukkan garam dalam makanan?

    Paul Breslin, profesor dari Departemen Ilmu Gizi Rutgers University, mengatakan bahwa sebaiknya bubuhkan garam sedikit pada awal memasak, kemudian masukkan lagi nanti pada akhir proses memasak.

    Ketika dimasukan dari awal proses pemasakan, garam akan langsung berikatan dengan protein yang ada pada makanan. Selanjutnya, akan terbentuk ikatan molekul yang besar.

    Namun, ikatan molekul besar ini hanya sekadar menambahkan kadar natrium yang meresap ke dalam makanan saja, sedangkan rasa asinnya tidak begitu terasa.

    Maka, lidah Anda merasa masakan tersebut kurang asin yang mengakibatkan Anda akan menambahkan garam lagi hingga rasanya cukup asin. Kalau sudah begini, Anda bisa jadi mengonsumsi garam berlebihan.

    Oleh karena itu, pemberian garam sebaiknya dibagi dua kali. Anda tetap membutuhkan garam pada proses awal masak dan pada proses di akhir. Dengan cara membagi ini, makanan akan terasa lezat dan mencegah konsumsi lebih banyak garam.

    Selain dari waktunya, Anda juga bisa mengolah makanan berdasarkan jenis makanan apa yang akan Anda masak. Simak contoh di bawah ini.

    • Saat memasak daging, sebaiknya tambahkan daging pada bagian awal. Ketika daging dimasak, sel-selnya cenderung akan menutup dan mengerut sehingga daging akan lebih sulit untuk menyerap rasa. Oleh karena itu, sebaiknya tambahkan garam ke daging mentah bersama bumbu lainnya sehingga semua rasa bisa diserap dengan baik pada masakan.
    • Saat memasak sayuran, jangan lupa tambahkan garam pada akhir proses memasak Anda untuk mendapatkan tekstur sayuran yang masih renyah dan tidak lembek. Garam cenderung menarik kelembapan dari sayuran. Maka itu, jika Anda menambahkannya di awal, maka sayuran akan lebih cepat layu dan basah.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Damar Upahita

    General Practitioner · None


    Ditulis oleh Rr. Bamandhita Rahma Setiaji · Tanggal diperbarui 01/07/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan