backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

3

Tanya Dokter
Simpan
Konten

Mengenal Alergi Lateks, Termasuk Karet Gelang dan Kondom

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Lika Aprilia Samiadi · Tanggal diperbarui 13/11/2020

Mengenal Alergi Lateks, Termasuk Karet Gelang dan Kondom

Definisi

Apa itu alergi lateks?

Alergi lateks adalah respons sistem imun terhadap protein tertentu dalam karet lateks. Istilah “lateks’ mengacu pada lateks karet alam, yaitu produk yang dibuat dari cairan getah yang berasal dari pohon karet, Hevea brasiliensis.

Lateks umum digunakan sebagai bahan kondom, sarung tangan, alat kesehatan, dan pembalut luka sintetis, termasuk juga karet gelang. Beberapa jenis karet sintetis juga disebut sebagai “lateks,’ tapi ia tidak memiliki protein yang menyebabkan reaksi alergi.

Gejala ringan alergi ini ditandai dengan munculnya ruam, kemerahan, gatal, dan bercak merah pada kulit. Reaksi yang lebih parah mungkin mengakibatkan gejala pernapasan seperti hidung meler, bersin, dan rasa gatal pada tenggorokan.

Kondisi ini harus didiagnosis melalui tes alergi oleh seorang dokter spesialis. Apabila Anda terbukti alergi terhadap bahan ini seperti kondom, ada beberapa pilihan pengobatan yang dapat membantu meringankan gejala serta mencegah kambuhnya alergi sewaktu-waktu.

Lateks memang jarang menimbulkan reaksi yang berbahaya. Namun, kondisi ini tetap berpotensi menyebabkan reaksi alergi parah yang disebut anafilaksis. Oleh sebab itu, Anda disarankan berkonsultasi dengan dokter bila mengalami gejalanya.

Gejala

Apa saja gejala alergi lateks?

Orang yang alergi terhadap lateks akan segera mengalami gejala setelah menyentuh produk-produk berbahan lateks. Gejala alergi lateks juga dapat muncul bila Anda menghirup butiran lateks tak kasatmata saat seseorang melepaskan sarung tangan lateks.

Pada orang yang sensitif, gejala alergi biasanya segera muncul dalam hitungan menit. Namun, ada pula yang baru merasakan gejalanya setelah beberapa jam. Reaksi yang muncul mungkin berbeda-beda tergantung seberapa sensitif sistem imun Anda.

Gejala alergi lateks ringan di antaranya gatal-gatal, kulit kemerahan, serta munculnya ruam pada kulit. Sementara pada alergi yang lebih berat, Anda juga dapat mengalami gejala berupa:

Kapan Anda perlu ke dokter?

Gejala alergi lateks akan berangsur membaik setelah Anda menghindari pemicunya atau mengonsumsi obat alergi. Akan tetapi, ada pula bentuk reaksi alergi yang paling berbahaya yang harus ditangani secara medis.

Reaksi yang paling membahayakan dari alergi ini dikenal sebagai anafilaksis. Kondisi ini dialami oleh penderita alergi yang betul-betul sensitif, tapi biasanya jarang terjadi saat seseorang baru pertama kali terkena lateks atau menghirup partikelnya.

Anafilaksis adalah reaksi parah yang dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani. Tanda-tandanya adalah sebagai berikut.

  • Sesak napas akibat pembengkakan pada saluran napas.
  • Muncul pembengkakan pada tubuh.
  • Penurunan tekanan darah secara drastis.
  • Jantung berdebar dengan denyut yang lemah.
  • Mual dan muntah.
  • Pusing dan kebingungan.
  • Pingsan atau koma.

Segera cari bantuan medis apabila Anda mengalami syok anafilaksis setelah terkena lateks. Orang yang mengalami gejala ringan sebaiknya juga berkonsultasi ke dokter untuk memastikan apakah lateks merupakan pemicunya.

Penyebab

Apa penyebab alergi ini?

Penyebab alergi ini adalah sistem imun dalam tubuh yang menganggap lateks sebagai zat asing berbahaya. Ketika Anda menyentuh atau menghirup partikel lateks, sistem imun pun mengirim antibodi dan berbagai zat kimia ke dalam darah untuk melawannya.

Salah satu zat kimia yang dilepaskan sistem imun adalah histamin. Zat inilah yang berperan menimbulkan gatal dan gejala alergi lainnya. Semakin lama Anda terpapar lateks, semakin kuat pula reaksi sistem imun sehingga gejala bertambah parah.

Pada umumnya, alergi ini dapat terjadi dalam dua cara berikut.

  • Kontak langsung. Kontak langsung dengan anggota tubuh saat menggunakan sarung tangan, balon, atau kondom lateks dapat memicu reaksi alergi.
  • Menghirup partikel. Produk lateks bisa menerbangan butiran halus lateks ke udara. Partikel yang terhirup kemudian dapat memicu respons sistem imun.

Siapa yang berisiko memiliki alergi ini?

Risiko seseorang untuk terkena alergi lateks bertambah besar bila mereka mengalami kondisi berikut.

  • Memiliki riwayat alergi. Risiko terkena alergi ini meningkat bila Anda memiliki alergi lain atau ada anggota keluarga yang menderita alergi.
  • Berulang kali menjalani operasi. Sarung tangan dan alat kesehatan berbahan lateks yang digunakan tenaga medis dapat meningkatkan risiko terkena alergi.
  • Bekerja sebagai tenaga medis. Tenaga medis harus berulang kali memakai sarung tangan dan alat-alat kesehatan berbahan lateks.
  • Bekerja di pabrik karet. Karet yang merupakan bahan baku produk lateks juga dapat menjadi pemicu alergi.
  • Menderita spina bifida. Penderita spina bifida sering terpapar alat kesehatan berbahan lateks sejak bayi sehingga lebih rentan memiliki alergi.

Obat dan pengobatan

Bagaimana cara mendiagnosis alergi lateks?

Sebelum memberikan pengobatan, dokter harus memastikan bahwa Anda memang alergi terhadap barang berbahan dasar karet ini. Dokter akan bertanya terlebih dulu tentang gejala yang Anda alami, termasuk kapan gejala muncul pertama kali dan seberapa parah.

Jenis pemeriksaan yang digunakan untuk diagnosis adalah tes kulit alergi yang bernama skin prick test. Dokter akan menyuntikkan lateks dalam dosis kecil ke lapisan atas kulit lengan Anda menggunakan jarum berukuran kecil.

Dokter lalu mengamati gejala yang muncul selama beberapa menit. Jika Anda alergi ini, akan muncul bentol kecil di area kulit yang disuntik. Bila dinilai perlu, dokter juga dapat melakukan tes darah untuk menguji kepekaan sistem imun Anda.

Apa pilihan pengobatan yang tersedia?

Alergi lateks tidak dapat disembuhkan, tapi Anda bisa meredakan gejalanya dengan mengonsumsi antihistamin. Antihistamin bekerja dengan menghambat pelepasan histamin, zat kimia dalam reaksi alergi yang menimbulkan berbagai gejala alergi pada tubuh.

Dokter terkadang juga meresepkan obat kortikosteroid untuk meredakan gejala alergi. Obat ini ampuh meredakan radang akibat alergi, tapi efeknya mungkin tidak secepat antihistamin. Anda juga harus mengonsumsinya dengan resep dokter.

Penderita alergi yang berisiko mengalami anafilaksis memerlukan obat darurat berupa epinefrin. Obat suntik ini adalah pertolongan pertama untuk reaksi alergi parah. Jadi, Anda harus menyediakannya di rumah dan membawanya ke mana-mana.

Pencegahan

Bagaimana cara mencegah kambuhnya alergi ini?

Cara terbaik mencegah kambuhnya alergi adalah menghindari pemicunya. Hal ini tentu tidak mudah karena banyak sekali barang sehari-hari yang terbuat dari lateks, tapi Anda bisa memulainya dengan tidak sembarangan menyentuh sesuatu.

Banyak alat kesehatan di klinik gigi, ruang bedah, dan ruang pemeriksaan rumah sakit terbuat dari lateks. Jadi, Anda harus selalu memberitahu tenaga medis yang terlibat bahwa Anda memiliki alergi agar mereka menyiapkan alat-alat berbahan non-lateks.

Penderita alergi lateks juga harus berhati-hati sebelum berhubungan intim memakai kondom. Kondom lateks bisa memicu alergi, jadi sebaiknya gunakan kondom dengan bahan lain seperti poliuretan, poliisoprena, atau bahan alami.

Cara Tepat Mencegah Reaksi Alergi yang Harus Anda Ketahui

Sediakan obat alergi untuk mengantisipasi kambuhnya alergi serta suntikan epinefrin bila Anda berisiko mengalami reaksi alergi parah. Beritahu orang terdekat Anda cara menyuntikkan epinefrin untuk berjaga-jaga bila Anda tidak sadarkan diri.

Alergi lateks merupakan reaksi sistem imun yang dipicu oleh lateks dalam berbagai produk sehari-hari dan alat kesehatan. Seperti jenis alergi lainnya, alergi ini tidak bisa disembuhkan, tapi Anda dapat mengelola gejalanya dengan berkonsultasi ke dokter dan mengonsumsi obat alergi.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Lika Aprilia Samiadi · Tanggal diperbarui 13/11/2020

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan