backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

8

Tanya Dokter
Simpan

Kenali Jenis Obat Darah Tinggi, Termasuk Aturan Minum yang Tepat

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 27/10/2022

    Kenali Jenis Obat Darah Tinggi, Termasuk Aturan Minum yang Tepat

    Tekanan darah tinggi atau hipertensi yang dibiarkan dapat berisiko menyebabkan komplikasi hipertensi, seperti serangan jantung atau stroke. Selain menerapkan gaya hidup sehat, penderita tekanan darah tinggi mungkin perlu mengonsumsi obat untuk menurunkan tekanan darahnya.  Lantas, apa saja jenis obat hipertensi yang biasa diresepkan dokter dan bagaimana aturan minum obatnya yang tepat? Kemudian, adakah obat-obatan tertentu yang perlu dihindari dan diwaspadai penderita darah tinggi?

    Jenis-jenis obat darah tinggi

    Obat darah tinggi, atau disebut juga dengan obat antihipertensi, memiliki beragam jenis atau golongan. Tiap obat menimbulkan reaksi yang berbeda pada setiap penderita hipertensi.

    Oleh karena itu, dokter akan meresepkan obat-obatan yang paling tepat, sesuai dengan kondisi tekanan darah tinggi yang Anda alami. Berikut adalah jenis-jenis obat darah tinggi yang umum diberikan dokter.

    1. Diuretik

    Diuretik adalah salah satu golongan obat yang paling sering digunakan dalam pengobatan hipertensi. Obat ini bekerja dengan cara menghilangkan kelebihan air dan garam yang merupakan salah satu penyebab hipertensi.

    Cara kerja obat ini membuat Anda jadi lebih sering buang air kecil. Selain itu, obat hipertensi diuretik juga dapat menimbulkan efek samping lainnya, yaitu kelelahan, kram otot, lesu, nyeri dada, pusing, sakit kepala, atau sakit perut.

    Dilansir dari Mayo Clinic, terdapat 3 jenis utama dari obat darah tinggi diuretik, yaitu thiazide, potassium-sparing, dan diuretik loop.

    • Thiazide

    Obat hipertensi diuretik jenis thiazide bekerja dengan mengurangi jumlah natrium dan air dalam tubuh. Thiazide merupakan satu-satunya jenis diuretik yang dapat memperlebar pembuluh darah sehingga membantu menurunkan tekanan darah.

    Contoh obat thiazide: chlorthalidone (Hygroton), chlorothiazide (Diuril), hydrochlorothiazide (Hydrodiuril, Microzide), indapamide (Lozol), metolazone (Zaroxolyn).

    • Potassium-sparing

    Obat penurun tekanan darah diuretik jenis potassium-sparing membantu mengurangi jumlah air dalam tubuh dengan mempercepat proses diuresis (buang air kecil). Namun, berbeda dengan jenis diuretik lainnya, obat ini bekerja tanpa membuang kalium dari dalam tubuh.

    Contoh obat potassium-sparing: amiloride (Midamor), spironolactone (Aldactone), triamterene (Dyrenium).

    • Diuretik loop

    Obat hipertensi ini merupakan jenis diuretik yang paling kuat apabila dibandingkan dengan jenis lainnya. Diuretik loop bekerja dengan cara membuang garam, klorida, dan kalium, sehingga semua zat tersebut akan terbuang melalui urin, sehingga dapat membantu menurunkan tekanan darah.

    Contoh obat diuretik loop: bumetanide (Bumex), furosemide (Lasix), torsemide (Demadex).

    Diuretik

    2. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor

    Obat angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor adalah obat darah tinggi yang bekerja dengan menurunkan produksi angiotensin, yang merupakan penyebab pembuluh darah menyempit dan menimbulkan tekanan darah tinggi.

    Obat hipertensi jenis ini dapat menyebabkan efek samping, berupa kehilangan indra perasa, kehilangan nafsu makan, batuk kering kronis, pusing, sakit kepala, lelah, gangguan tidur atau insomnia, dan detak jantung cepat.

    Contoh obat ACE inhibitor: captopril, enalapril, lisinopril, benazepril hydrochloride, perindopril, ramipril, quinapril hydrochloride, dan trandolapril.

    3. Angiotensin II receptor blocker (ARB)

    Serupa dengan ACE inhibitor, obat angiotensin II receptor blocker (ARB) juga bekerja dengan cara menghalangi angiotensin dalam tubuh. Namun, obat ini menghalangi kerja angiotensin dalam tubuh bukan menghalangi produksi angiotensin, sehingga tekanan darah menurun.

    Adapun efek samping obat darah tinggi ini, yaitu pusing sesekali, masalah sinus, maag, diare, dan sakit punggung.

    Contoh obat ARB: azilsartan (Edarbi), candesartan (Atacand), irbesartan, losartan potassium, eprosartan mesylate, olmesartan (Benicar), telmisartan (Micardis), dan valsartan (Diovan). 

    4. Calcium channel blocker (CCB)

    Obat calcium channel blocker (CCB) dapat menurunkan tekanan darah dengan mencegah kalsium memasuki sel-sel jantung dan arteri. Adapun kalsium dapat menyebabkan jantung dan pembuluh darah berkontraksi lebih kuat.

    Obat darah tinggi ini mempunyai efek samping seperti mengantuk, sakit kepala, sakit perut, bengkak di tangan atau kaki, sembelit, kesulitan bernapas, pusing, dan palpitasi atau detak jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.

    Contoh obat CCB: amlodipine, clevidipine, diltiazem, felodipine, isradipine, nicardipine, nifedipine, nimodipine, dan nisoldipine.

    5. Beta blocker

    Obat hipertensi ini bekerja dengan cara menghalangi efek dari hormon epinefrin (hormon adrenalin). Hal ini membuat jantung bekerja lebih lambat serta detak jantung dan kekuatan pompa jantung menjadi menurun. Dengan demikian, volume darah yang mengalir di pembuluh darah menurun dan tekanan darah pun ikut turun.

    Adapun efek samping dari obat hipertensi beta blocker, yaitu insomnia, tangan dan kaki dingin, kelelahan, depresi, detak jantung lambat, sesak napas, nyeri dada, batuk, impotensi, sakit perut, sakit kepala, pusing, serta sembelit atau diare.

    Contoh obat beta blocker: atenolol (Tenormin), propranolol, metoprolol, nadolol (Corgard), betaxolol (Kerlone), metoprolol tartrate (Lopressor) acebutolol (Sectral), bisoprolol fumarate (Zebeta), nebivolol, dan solotol (Betapace).

    6. Alpha blocker

    Obat jenis alpha blocker digunakan untuk mengatasi darah tinggi dengan memengaruhi kerja hormon norepinephrine, yang dapat mengencangkan otot-otot pembuluh darah. Dengan konsumsi obat hipertensi ini, otot-otot pembuluh darah dapat mengendur dan melebar, sehingga tekanan darah pun menurun.

    Obat darah tinggi golongan ini biasanya menimbulkan efek samping berupa, detak jantung yang cepat, pusing, dan penurunan tekanan darah saat berdiri.

    Contoh obat alpha blocker: doxazosin (Carduar), terazosin hydrochloride, dan prazosin hydrochloride (Minipress).

    7. Alpha-beta blocker

    Alpha-beta blocker memiliki cara kerja yang sama dengan obat beta blocker. Obat ini biasanya diresepkan untuk pasien hipertensi yang berisiko tinggi terkena gagal jantung. Efek dari pengobatan ini adalah menurunnya laju detak jantung, tensi darah, dan juga ketegangan jantung. Tak hanya itu, obat ini juga membantu mencegah stroke dan gangguan ginjal.

    Contoh obat alpha-beta blockercarvedilol dan labetalol.

    8. Vasodilator

    Obat vasodilator bekerja dengan cara membuka atau melebarkan otot-otot pembuluh darah, sehingga darah akan mengalir dengan lebih mudah dan tekanan darah Anda menjadi turun. Adapun efek samping tiap obat golongan vasodilator berbeda, tetapi umumnya tidak parah dan bisa hilang dengan sendirinya.

    Contoh obat vasodilator: hydralazine dan minoxidil.

    9. Central-acting agents

    Central-acting agents atau central agonist merupakan obat darah tinggi yang bekerja dengan cara mencegah otak mengirim sinyal ke sistem saraf untuk mempercepat detak jantung dan mempersempit pembuluh darah. Dengan demikian, jantung tidak perlu memompa darah dengan lebih keras dan darah mengalir lebih mudah di pembuluh darah.

    Contoh obat central-acting agent: clonidine (Catapres, Kapvay), guanfacine (Intuniv), dan methyldopa.

    10. Direct renin inhibitor (DRI)

    Obat direct renin inhibitor (DRI) bekerja dengan cara mencegah enzim renin yang memicu tekanan darah tinggi, sehingga tekanan darah menurun.

    Obat darah tinggi umumnya menimbulkan efek samping seperti, diare, batuk, pusing, dan sakit kepala, yang dapat menghilang dengan sendirinya. Namun, bila Anda merasakan efek samping lain yang mengkhawatirkan, seperti kesulitan bernapas, segera periksakan diri ke dokter.

    Contoh obat direct renin inhibitor: aliskiren (Tekturna).

    11. Aldosterone receptor antagonist

    Obat aldosterone receptor antagonist lebih umum digunakan untuk mengobati penyakit gagal jantung, tetapi obat ini juga dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi. Menyerupai diuretik, obat ini membantu membuang cairan berlebih tanpa mengurangi kadar kalium di dalam tubuh, sehingga tekanan darah menurun.

    Adapun efek samping yang umum ditimbulkan seperti, mual dan muntah, kram perut, atau diare.

    Contoh obat aldosterone receptor antagonist: Eplerenone, spironolactone.

    Kombinasi obat hipertensi

    Setiap obat tekanan darah tinggi memberikan efek yang berbeda pada masing-masing penderita hipertensi. Satu jenis obat saja mungkin dapat menurunkan tekanan darah pada satu orang, tetapi tidak pada orang lain.

    Orang lain mungkin butuh jenis obat lain atau ditambah dengan obat hipertensi lini kedua atau kombinasi obat hipertensi. Selain itu, pemberian obat lini kedua atau kombinasi obat juga bisa untuk mengurangi efek samping dari obat hipertensi yang dirasakan.

    Obat hipertensi lini pertama yang biasanya diberikan oleh dokter, yaitu beta blocker, ACE inhibitor, diuretik, dan calcium channel blocker.

    Bila obat ini belum cukup untuk menurunkan tekanan darah, dokter akan memberikan obat tekanan darah lini kedua, yang biasanya yaitu vasodilator, alfa blocker, alfa-beta blocker, dan aldosterone receptor antagonist. Namun, beberapa jenis obat diuretik juga biasa diberikan sebagai obat lini kedua.

    Selain itu, ada pula obat-obatan hipertensi yang sudah dikombinasikan, yang biasanya dari golongan diuretik, beta blocker, (ACE inhibitor), angiotensin II receptor blocker (ARB), dan calcium blocker. Beberapa contohnya, yaitu lotensin HCT (kombinasi ACE inhibitor benazepril dan diuretik hydrochlorothiazide) atau tenoretic (kombinasi beta blocker atenolol dan diuretik chlortalidone).

    Selain itu, berikut beberapa kombinasi obat hipertensi yang juga umum diberikan dokter:

  • Diuretik potassium-sparing dan thiazide.
  • Beta blocker dan diuretik.
  • ACE inhibitor dan diuretik.
  • Angiotensin II receptor blocker (ARB) dan diuretik.
  • Beta blocker dan alpha blocker.
  • ACE inhibitor dan calcium channel blocker.
  • Bagaimana aturan minum obat darah tinggi?

    obat sakit jantung pengobatan penyakit jantung

    Saat tekanan darah Anda naik, dokter tidak selalu meminta Anda untuk  minum obat antihipertensi. Bila jenis hipertensi yang Anda miliki tergolong prehipertensi, Anda hanya diminta melakukan perubahan gaya hidup.

    Saat Anda sudah tergolong hipertensi, dokter pun umumnya tidak langsung meresepkan obat, tetapi meminta Anda untuk mengubah gaya hidup terlebih dahulu. Bila dirasa belum cukup untuk menurunkan tekanan darah, dokter baru akan meresepkan obat tekanan darah tinggi untuk Anda konsumsi.

    Terkecuali, jika Anda memiliki masalah medis lainnya yang menjadi penyebab hipertensi, dokter umumnya akan langsung meresepkan obat tekanan darah tinggi untuk Anda.

    Minum obat hipertensi harus sesuai aturan

    American Heart Association menyebut, obat hipertensi perlu diminum secara rutin dan teratur, sesuai dengan dosis dan waktu yang ditentukan oleh dokter agar bekerja secara maksimal.

    Bila tidak diminum sesuai ketentuan, misal melewatkan minum obat sehari atau mengurangi/menambah dosis, tekanan darah Anda tidak akan terkendali dengan baik, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit lainnya, seperti gagal jantung atau gagal ginjal.

    Anda pun perlu ingat untuk tidak pernah berhenti atau mengganti obat hipertensi tanpa sepengetahuan dokter, meski Anda sudah merasa lebih baik. Hal ini justru akan membahayakan diri Anda.

    Waktu yang tepat untuk minum obat

    Sebagian besar obat hipertensi hanya diminum satu kali sehari, yaitu pada pagi atau malam hari. Dokter menentukan waktu konsumsi obat hipertensi ini tergantung pada puncak tekanan darah tinggi Anda.

    Umumnya, tekanan darah akan lebih tinggi pada pagi hingga siang hari, sedangkan pada malam hari dan ketika tidur, tekanan darah menjadi lebih rendah. Namun, pada lansia atau yang berusia lebih dari 55 tahun, umumnya tekanan darah tetap tinggi meski sudah memasuki malam hari.

    Obat antihipertensi yang biasanya diminum pada pagi hari, yaitu diuretik. Sementara obat darah tinggi yang umumnya diminum pada malam hari, yaitu angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan angiotensin II receptor blocker (ARB).

    Meski demikian, tidak selamanya obat-obatan itu dikonsumsi pada waktu tersebut. Dokter akan menentukan jenis obat dan waktu konsumsi obat hipertensi yang tepat sesuai dengan kondisi Anda.

    Selain mengonsumsi obat dari dokter, Anda pun perlu mengimbanginya dengan menerapkan gaya hidup sehat, seperti diet hipertensi. Mineral dan vitamin penurun darah tinggi atau obat alami hipertensi pun bisa menjadi pilihan untuk mengontrol tekanan darah Anda.

    Kondisi yang menyebabkan obat darah tinggi tidak ampuh

    Pada beberapa kasus, obat hipertensi dari dokter menjadi tidak ampuh dan tidak mempan bekerja. Bukannya terkontrol, tekanan darahnya malah tetap terus naik saat dilakukan cek tekanan darah berikutnya.

    Mengapa hal ini terjadi? Berikut adalah kemungkinan kondisi yang menyebabkan obat hipertensi yang Anda minum tidak mempan pada diri Anda:

  • Sindrom jas putih, yaitu kondisi ketika seseorang mengalami tekanan darah tinggi saat berada di sekitar dokter atau petugas medis lainnya. Meski minum obat, seseorang dengan kondisi ini akan tetap mengalami kenaikan tekanan darah saat melakukan pengecekan di sekitar dokter.
  • Tidak minum obat sesuai anjuran dokter.
  • Melakukan kesalahan saat pengecekan tekanan darah.
  • Menerapkan pola makan yang tidak sehat.
  • Kurang bergerak atau perokok aktif.
  • Mengonsumsi obat-obatan tertentu yang mengganggu kerja obat hipertensi atau disebut interaksi obat.
  • Kondisi medis lain yang dimiliki yang memengaruhi tekanan darah.
  • Jenis obat yang harus diwaspadai penderita darah tinggi

    Berbagai jenis obat batuk berdarah

    Mengonsumsi obat memang tidak boleh sembarangan, termasuk bagi penderita hipertensi. Pasalnya, ada beberapa obat yang memiliki interaksi dengan obat hipertensi, yang dapat menaikkan tekanan darah atau menimbulkan masalah kesehatan lainnya.

    Untuk itu, bila Anda memiliki masalah kesehatan tertentu dan membutuhkan obat, Anda perlu berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan obat yang tepat, yang tidak memperparah hipertensi Anda. Berikut beberapa obat yang harus Anda waspadai:

    1. Obat pereda nyeri atau NSAID

    Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) atau disebut juga dengan obat pereda nyeri bekerja dengan menahan cairan di dalam tubuh sehingga menurunkan fungsi ginjal. Adapun kondisi ini dapat meningkatkan darah Anda. NSAID yang paling umum digunakan adalah aspirinibuprofen, dan naproxen.

    2. Obat batuk dan demam (dekongestan)

    Obat batuk dan demam umumnya mengandung dekongestan. Dekongestan dapat mempersempit pembuluh darah Anda sehingga meningkatkan tekanan darah. Dekongestan juga dapat membuat beberapa obat tekanan darah menjadi kurang efektif.

    3. Obat migrain

    Beberapa obat sakit kepala sebelah alias migrain bekerja dengan mempersempit pembuluh darah pada area kepala Anda. Adapun pembuluh darah yang sempit dapat meningkatkan tekanan darah.

    4. Obat penurun berat badan

    Selain dapat memperparah penyakit jantung, obat-obatan penurun berat badan juga dapat meningkatkan tekanan darah.

    5. Obat antidepresan

    Obat antidepresan dapat memengaruhi suasana hati Anda dan dapat menyebabkan tekanan darah Anda meningkat. Beberapa obat antidepresan yang dapat meningkatkan tekanan darah, yaitu venlafaxine (Effexor XR), monoamine oxidase inhibitors, antidepresan trisiklik, dan fluoxetine (prozac, sarafem, lainnya). 

    6. Antibiotik

    Selain obat-obatan tersebut, beberapa obat antibiotik juga memiliki interaksi dengan obat darah tinggi tertentu yang justru dapat mengganggu kesehatan Anda.

    Sebuah penelitian yang dipublikasikan Canadian Medical Association Journal (CMAJ) menemukan fakta bahwa mengonsumsi antibiotik makrolida, seperti erythromycin dan clarithromycin, pada orang lansia berisiko terkena syok atau penurunan tekanan darah secara drastis hingga hipotensi (tekanan darah rendah) bila dikonsumsi bersamaan dengan obat hipertensi calcium channel blockers.

    Kondisi ini bisa menyebabkan seseorang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Meski demikian, mekanisme dan penyebab interaksi obat ini belum dipahami dengan jelas.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Ihda Fadila · Tanggal diperbarui 27/10/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan