backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Tak Mudah, Ini 12 Kondisi Khusus yang Jadi Tantangan Ibu Menyusui

Ditinjau oleh dr. Gizara Sugihartono, CLC · Konsultan Laktasi · KMNC Haji Nawi


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 04/08/2023

    Tak Mudah, Ini 12 Kondisi Khusus yang Jadi Tantangan Ibu Menyusui

    Setiap ibu menyusui tentu berharap dapat memberikan air susu ibu (ASI) dengan lancar. Namun, terkadang ibu menyusui dihadapkan pada tantangan berupa kondisi medis tertentu yang membuat ibu bertanya-tanya, apakah masih dapat memberikan ASI untuk si Kecil atau tidak ya? Begini jawabannya.

    Berbagai macam kondisi khusus yang dapat terjadi sebagai tantangan pada ibu menyusui

    Ada banyak manfaat ASI. Semakin cepat dan semakin sering ASI diberikan kepada bayi, maka akan semakin baik untuk mendukung tumbuh kembangnya.

    World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memberikan ASI pada satu jam pertama setelah melahirkan atau disebut juga dengan istilah inisiasi menyusui dini (IMD).

    Kemudian, dilanjutkan dengan menyusui secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan (ASI eksklusif).

    Setelah usia 6 bulan, berikan makanan pendamping ASI (MPASI) serta lanjutkan pemberian ASI hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih.

    Namun, tak menutup kemungkinan ibu mengalami kondisi medis tertentu sebagai tantangan di masa menyusui ini.

    Yuk, pahami berbagai kondisi khusus tersebut yang bisa dialami ibu menyusui.

    1. Menyusui dalam kondisi hamil

    menu sahur untuk ibu menyusui

    Sejatinya, tubuh membutuhkan proses pemulihan setelah Anda selesai melahirkan.

    Itu sebabnya, Kementerian Kesehatan RI menganjurkan untuk memberikan jarak sekitar 2—3 tahun bagi Anda yang berencana untuk hamil lagi setelah melahirkan.

    Hal ini bukan hanya memastikan orangtua fokus untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi yang baru lahir sampai usianya balita.

    Pemberian jarak antar kehamilan juga ditujukan untuk mengurangi risiko buruk yang mungkin terjadi pada kehamilan jika jaraknya terlalu dekat.

    Ketika Anda dinyatakan positif hamil lagi saat masih menyusui si Kecil, maka produksi ASI tetap akan berjalan seperti seharusnya. Ini artinya, proses menyusui masih bisa dilanjutkan. 

    Meski sering menjadi tantangan, American Pregnancy Association menjelaskan pada dasarnya menyusui saat hamil tidak berisiko menyebabkan keguguran.

    Keguguran biasanya dikarenakan adanya masalah atau komplikasi pada janin yang sedang berkembang di dalam kandungan.

    Akan tetapi, jika ibu memiliki riwayat kelahiran prematur, keguguran, perdarahan, atau faktor risiko masalah selama kehamilan lainnya, maka sebaiknya konsultasikan dengan dokter kandungan terlebih dahulu.

    2. Kondisi puting datar

    Kondisi puting datar kadang menjadi tantangan atau masalah menyusui bagi para ibu.

    Namun jangan khawatir, ibu tetap bisa memberikan ASI meski memiliki puting yang datar, di antaranya dengan melakukan pemijatan pada payudara.

    Berikut adalah tahapan pijat payudara untuk mengatasi puting yang datar.

    1. Pegang payudara dengan satu tangan sambil membuat huruf C di dekat areola (area gelap di payudara) dengan ibu jari dan telunjuk.
    2. Pijat lembut payudara dengan gerakan memutar sambil memberikan sedikit tekanan pada puting.
    3. Ulangi cara ini tanpa menggeser posisi jari.

    Selain itu, Anda juga bisa membentuk payudara (breast shaping) saat menyusui agar bayi lebih mudah melekatkan mulutnya pada puting dengan cara berikut ini.

    C-hold

    Berikut urutan memegang payudara pada posisi c-hold sebagai cara menyusui dengan puting datar.

    1. Posisikan jempol dan keempat jari Anda seperti membentuk huruf C.
    2. Taruh di sekitar payudara dengan puting menjadi pusatnya sehingga posisi ibu jari di atas payudara dan jari lainnya di bawahnya.
    3. Pastikan jari-jari ini berada di belakang areola.
    4. Tekan payudara sambil arahkan ke mulut bayi.

    V-hold

    Berikut urutan memegang payudara pada posisi v-hold sebagai cara menyusui dengan puting datar.

    1. Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara puting dan areola.
    2. Posisi jempol dan jari telunjuk harus berada di atas payudara sementara sisanya di bawah payudara.
    3. Tekan jari ibu ke bawah dengan lembut untuk membantu memeras puting dan areola.

    Cara lain untuk mengatasi puting datar

    Ibu juga bisa melakukan cara lain untuk mengatasi tantangan puting datar dengan rutin menyusui dan/atau memompa ASI. Menyusui bisa membuat payudara menjadi lebih lembut. Sebaliknya, membiarkannya penuh dengan air susu justru membuat puting semakin sulit untuk dihisap.

    3. Memiliki puting payudara masuk ke dalam

    Seperti namanya, puting masuk ke dalam (inverted nipple) adalah kondisi saat puting seperti ditarik masuk ke dalam.

    Sama halnya dengan puting datar, inverted nipple juga bisa menjadi tantangan, tetapi bukan penghalang keberhasilan menyusui. 

    Untuk mengatasinya, lakukan pijat pada area puting seperti langkah di atas.

    Gunakan posisi cross craddle atau football dan bentuk payudara (baik itu C shape maupun V shape) agar memudahkan bayi untuk menghisap payudara ibu dengan lebih dalam.

    4. Ibu menyusui dengan HIV

    ibu terinfeksi covid-19 bisa menyusui langsung tidak asi perah

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa penularan HIV dari ibu hamil ke anak bisa terjadi sebelum, selama, dan setelah kelahiran.

    Untuk itu, pada masa setelah kelahiran bayi, pemberian ASI oleh ibu dengan HIV perlu pertimbangan yang mendalam.

    Ibu yang memutuskan untuk menyusui perlu tetap minum obat antiretroviral (ARV), yaitu obat yang dikonsumsinya sejak masa kehamilan, serta melakukan pemeriksaan kadar virus setiap bulannya.

    Konsultasikan ke dokter ibu agar proses menyusui bisa berlangsung aman dan meminimalisir risiko bayi tertular HIV.

    5. Ibu menyusui dengan tuberkulosis

    Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit pernapasan akibat adanya infeksi bakteri pada paru. Penularan TBC dapat melalui udara yang membawa bakteri hingga masuk ke pernapasan.

    Ibu dengan TBC yang tidak mendapat pengobatan disarankan agar tidak menyusui bayi karena berisiko menularkan penyakitnya.

    Jika sudah mendapatkan pengobatan TBC, maka ibu bisa kembali menyusui bayi. Konsultasikan ke dokter paru terkait waktu yang aman untuk ibu kembali menyusui.

    Kendati demikian, ibu tetap harus menghadapi tantangan dan memberikan upaya terbaik untuk mencegah penularan pada bayi, yakni dengan mencuci tangan yang bersih dan gunakan masker saat sedang menyusui.

    6. Ibu menderita herpes

    Jika ibu mengalami herpes tetapi tidak di area payudara, sebenarnya sah-sah saja untuk menyusui bayi.

    Dengan catatan, lesi herpes di bagian tubuh lainnya tertutup dan ibu selalu mencuci tangan sebelum dan setelah menyusui maupun memegang bayi.

    Akan tetapi, tidak dianjurkan bagi ibu untuk menyusui bayinya secara langsung jika lesi herpes berada di payudara dan sekitarnya.

    Ini karena penyakit herpes sangat berisiko menular kepada bayi, sehingga bisa menjadi tantangan bagi ibu menyusui.

    Ibu masih boleh memberikan ASI, tetapi dengan cara dipompa. ASI perah tersebut kemudian dapat diberikan kepada bayi menggunakan sendok, cupfeeder, atau softcupfeeder.

    Namun, pastikan lesi herpes tidak memiliki kontak langsung dengan ASI maupun alat pompa ASI. Jangan lupa juga untuk menerapkan cara menyimpan ASI yang tepat agar kandungan ASI tetap terjaga.

    7. Ibu dengan kanker payudara

    kebutuhan pasien kanker payudara

    Boleh atau tidaknya pasien kanker payudara menyusui buah hatinya bergantung pada tantangan dari perawatan yang dijalani.

    Hal ini lantaran obat kanker payudara, seperti yang digunakan saat kemoterapi, dapat mengalir dalam ASI dan berpotensi memberikan efek buruk pada bayi.

    Sementara itu, pada ibu yang menjalani terapi radiasi, evaluasi perlu dilakukan terlebih dahulu berdasarkan jenis radiasi dan lamanya pengobatan.

    Dokter akan menjelaskan efek samping radiasi yang mungkin mengganggu proses menyusui, seperti elastisitas puting yang menurun atau produksi ASI yang berkurang.

    Bagi ibu menyusui yang perlu menjalani pembedahan untuk mengangkat sel kanker di payudara, ahli bedah akan mengevaluasi apakah pembedahan tersebut dapat mengganggu struktur saluran asi atau tidak.

    8. Ibu sedang menjalani kemoterapi

    Mengutip dari UT Southwestern Medical Center, ibu yang menderita penyakit kanker tidak boleh menyusui. Tantangan atau larangan menyusui ini juga berlaku bagi ibu yang sedang rutin menjalani kemoterapi. 

    Bahkan, ibu juga tidak dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayi meski melalui botol sekali pun.

    Ini karena kandungan obat kemoterapi bisa ditemukan di ASI dan dapat memberikan efek buruk pada bayi.

    Namun, ibu yang menjalani kemoterapi dapat diatasi dengan memompa ASI dan membuangnya. Hal ini dilakukan agar produksi ASI tetap terjaga.

    Setelah proses kemoterapi selesai, ibu bisa konsultasikan kepada dokter spesialis onkologi mengenai kapan waktu yang aman untuk kembali menyusui.

    9. Menyusui saat sakit tipes

    Meski menjadi tantangan, sakit tipes bukan menjadi penghalang bagi ibu untuk tetap menyusui bayinya.

    Hanya saja, gejala tipes seperti demam, sakit kepala, diare, dan lainnya dapat membuat bu lemas, sehingga aktivitas menyusui bisa saja terganggu.

    Ibu juga berisiko dehidrasi bila mengalami diare yang terus menerus.

    Pastikan ibu makan bergizi, cukup minum, dan segera periksakan diri ke dokter. Dokter akan memberikan obat yang aman untuk ibu menyusui sesuai dengan kondisi dan keluhan.

    10. Ibu menyusui dengan anemia

    Terdapat beberapa jenis anemia. Namun, jenis yang sering ditemui pada ibu menyusui adalah anemia defisiensi besi.

    Meski menjadi tantangan, anemia pada ibu tidak menjadi penghalang dalam menyusui bayinya.

    Pastikan ibu menyusui mengonsumsi makanan yang sehat dan cukup zat besi. Hindari makanan atau minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi, seperti teh dan kopi.

    Selain itu, konsultasikan lebih lanjut ke dokter untuk melakukan pemeriksaan rutin kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah ibu serta suplementasi zat besi yang dibutuhkan.

    11. Ibu menyusui dengan diabetes

    menyusui saat puasa

    Apabila ibu mengidap diabetes, baik diabetes tipe 1, tipe 2, ataupun diabetes karena kehamilan, tidak perlu khawatir ya. Kondisi khusus ini bukan halangan untuk tetap bisa menyusui si Kecil.

    Diabetes memang dapat memperlambat proses produksi ASI. Itulah sebabnya tidak sedikit ibu dengan diabetes yang mengeluh produksi ASI-nya menjadi lebih sedikit.

    Namun, ada beberapa hal yang bisa ibu lakukan untuk menjaga produksi ASI, sehingga proses menyusui tetap lancar.

    Ibu sudah mulai bisa memerah ASI awal (kolostrum) pada usia kehamilan di atas 36 minggu. Kolostrum ini kemudian bisa diberikan saat bayi lahir nanti.

    Konsultasikan ke dokter kandungan dan konselor laktasi untuk keamanan dan tata cara memerah kolostrum ini.

    Selain itu, perbanyak skin to skin contact antara ibu dan bayi dan pastikan bayi menyusu dengan posisi dan perlekatan yang benar. Hal ini dapat membantu merangsang produksi ASI dengan baik.

    Ibu juga tidak perlu khawatir, karena obat antidiabetes, baik insulin maupun obat oral (seperti metformin), aman untuk ibu menyusui.

    Pastikan ibu konsumsi obat secara teratur dan menjaga pola makan karena kadar gula darah yang terkontrol dapat menjaga produksi ASI tetap optimal.

    Selain itu, ibu menyusui akan membakar kalori lebih banyak, sehingga pastikan ibu makan teratur dan siapkan cemilan sehat yang bisa segera ibu konsumsi ketika merasa kadar gula turun saat sedang menyusui. 

    Ibu juga mungkin membutuhkan penyesuaian dosis obat antidiabetes agar tidak mudah mengalami kondisi hipoglikemia. Konsultasikan ke dokter terkait hal ini.

    12. Ibu menyusui dengan penyakit lupus

    Penyakit lupus adalah gangguan sistem kekebalan tubuh (autoimun) yang membuat tubuh menganggap sel normal tubuh sebagai musuh.

    Hal ini bisa menjadi tantangan bagi ibu yang berencana untuk menyusui bayi. Ini karena tubuh ibu rentan mengalami berbagai peradangan akibat terserang sistem imun sendiri.

    Namun tak perlu khawatir, sama seperti ibu lainnya, tentu ibu dapat memproduksi ASI dengan normal.

    Ibu bisa konsultasikan lebih lanjut kepada dokter terkait keamanan menyusui terkait obat-obatan yang rutin ibu konsumsi.

    Setelah mengetahui berbagai kondisi yang bisa memengaruhi proses menyusui, penting bagi ibu untuk mengatasi segala tantangan di atas sesuai dengan ajuran dari dokter.

    Jika dokter menyatakan ibu tidak dapat menyusui bayi secara langsung, patuhi larangan tersebut. Ini untuk menghindari risiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan pada bayi.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau oleh

    dr. Gizara Sugihartono, CLC

    Konsultan Laktasi · KMNC Haji Nawi


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 04/08/2023

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan